Mengatasi Bencana dengan Bencana

Masih lekat diingatan kita gempa yang melanda Lombok, gempa kembali melanda saudara kita yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah, bahkan gempa dengan kekuatan 6,4 SR tersebut disertai dengan tsunami dan memakan korban jiwa hingga ribuan orang. Sudah lebih dari dua minggu berlalu. Tetapi dampak dari gempa dan tsunami ini belum teratasi dengan merata, seperti korban gempa dan tsunami di Kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, mengaku belum mendapat kabar mengenai rencana relokasi maupun pembangunan tempat pengungsian terpadu yang bersifat sementara.

Bencana terus melanda negeri kita, gempa bumi terus terjadi di berbagai daerah. Semua ini memang bagian dari qadha Allah SWT. yang tak mungkin dicegah atau ditolak. Kita sebagai seorang mukmin tentu harus ridha dan sabar menghadapi ujian bencana ini. Namun, dibalik terjadinya bencana ini tidak hanya semata-mata karena qadha saja, tapi ada faktor lain yakni akibat dosa dan kemaksiatan manusia. Allah SWT berfirman, yang artinya : "Telah tampak kerusakan di darat dan laut akibat perbuatan manusia (kemaksiatan) supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian akibat perbuatan mereka itu agar mereka kembali (ke jalan-Nya)" (TQS. ar-Rum : 41).

Ironisnya ditengah duka Palu yang belum hilang, pemerintah dengan bangga menyambut para rentenir dunia untuk mengadakan pertemuan tahunan IMF. Pemerintah sendiri menggelontorkan dana hingga 1,1 triliun untuk acara yg telah digelar di Bali tersebut pada 8-14 Oktober lalu. Luhut merupakan Ketua Panitia Nasional pertemuan tahunan (Annual Meeting) IMF-World Bank tahun ini. Ia menyebutkan bahwa agenda IMF di Bali nanti bisa menjadi ajang untuk mencari bantuan internasional serta bertukar pengalaman soal mitigasi. Bank Dunia (World Bank) mengalokasikan dana pinjaman untuk pemerintah Indonesia hingga 1 miliar dolar Amerika Serikat (AS). Pinjaman ini ditujukan untuk penanganan dan pemulihan pasca bencana di Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan lokasi terdampak bencana lainnya di Indonesia.

Sebagian mungkin berfikir dari mana mendapatkan dana kalau tidak berhutang? Termasuk mengandalkan utang meski berlumuran riba. Padahal utang luar negeri yang berbasis ribawi itu mendatangkan segudang persoalan. Permasalahan transparansi alokasi dana utangan tersebut yang rawan penyimpangan, dan yang paling krusial serta fundamental adalah riba. Ya, riba. Kita semua, kaum muslimin sudah semestinya meyakini dan mengamalkan hukum keharaman riba. Riba itu terkategori dosa besar. Nabi SAW. sampai mengatakan bahwa dosa yang teringan dari riba itu seperti menzinahi ibu kandungnya sendiri. Na’uzubillahi min dzalik!

Nabi SAW. juga mengatakan bahwa jika riba sudah merebak maka sama dengan mengundang bencana dari Allah yang Mahakuasa. “Jika telah nampak zina dan riba di satu negeri, maka sungguh telah penduduk negeri itu menghalalkan bagi diri mereka sendiri azab Allah Azza wa Jalla” (HR. Hakim).  Bukan penyelesaian bencana yang didapat dari utang ini tapi justru menambah bencana baru bagi bangsa.

Karena itu satu-satunya cara mengakhiri ragam bencana ini hanyalah dengan bersegera bertaubat kepada Allah SWT. Taubat yang dilakukan oleh semua kalangan dari masyarakat hingga pejabat dan penguasa. Mereka harus bertaubat dari dosa dan maksiat termasuk menghentikan praktik riba ini. Karena itu pula taubat dibuktikan dengan kesediaan untuk mengamalkan dan memberlakukan syariah-Nya secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan.


Sarah Nurfajrin

Ibu Rumah Tangga di Tanjungsari


*foto diambil dari tribun batam


Sang Mentari

Assalamualaikum sahabat... Aku hanya seorang biasa yang sedang belajar tuk jadi pribadi yang tak biasa. Setiap desain adalah passionku, menulis dan bercerita merupakan kesukaanku, berbagi hal yang bermanfaat adalah kegemaranku. Islam sebagai way of life adalah dienku. Semoga dengan izinNya segera kan tegak kembali di bumi Allah ini. Aamiin @naybeiskara

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak