Memberantas Buta Aksara, Butuh Peran Negara!

Oleh : Mariana, S.Sos 

(Guru SMPS Antam Pomalaa-Kolaka)


Buta Aksara atau tidak dapat membaca dan menulis masih menjadi masalah di negeri ini, sebagaimana daerah-daerah lain di Indonesia, di Kabupaten Buton, khususnya kampung  Bajo juga di sinyalir masih ada masyarakat yang buta aksara . Dikutip dari Sultrakini.Com,Untuk menuntaskan buta aksara atau buta huruf pada masyarakat bajo di Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, Dinas Pendidikan (Disdik) setempat membentuk kampung baca atau desa literasi disejumlah desa seperti Desa Bajo Tolando, Bahari Makmur, dan Bajo Balimu. Disebutkannya, sesuai data yang diperolehnya, masyarakat buta aksara di kampung atau Desa Bajo di Kabupaten Buton sekitar 60 persen. Hal itu juga dikarenakan banyaknya warga bajo yang putus sekolah.(SULTRAKINI.COM,12 Sep 2018 )


Padahal pendidikan atau melek huruf adalah Salah satu alat ukur yang dianggap dapat merefleksikan status pembangunan manusia di dunia.Khusus pengetahuan dan pendidikan, sesungguhnya di Indonesia hak itu merupakan milik setiap warga Negara, dan pemerintah menjamin dalam regulasi yang telah di tetapkan melalui Undang- Undang dasar Negara, dimana setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan dan setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Nah, berdasarkan regulasi yang ditetapkan pemerintah sesungguhnya buta aksara harusnya dapat di minimalkan kalau tidak bisa ditiadakan sebab pendidikan adalah hak warga Negara untuk memperolehnya, disamping itu untuk dapat meningkatkan kompetisi dalam dunia borderless world saat ini tentu yang paling urgen adalah meningkatkan kualitas penduduknya. 


Rakyat Berkualitas Penopang Bangsa


Dahulu pada saat Indonesia masih di bawah naungan penjajah, sesungguhnya banyak dari rakyat negeri ini yang sangat menginginkan mengenyam pendidikan, bahkan mereka menuntut untuk diberikan sekolah yang layak bagi rakyat pribumi, tapi pada saat itu penjajah tak menginginkan di bukanya sekolah bagi pribumi, alasannya jelas, supaya rakyat tetap berada dalam kebodohan dan ketika mereka bodoh maka akan mudah di peralat dan di manfaatkan oleh penjajah. Penjajah tak menginginkan rakyat cerdas, sebab ketika rakyat cerdas maka mereka akan melakukan pemberontakan dan perlawanan terhadap pendudukan penjajah di negerinya. Rakyat dibiarkan terus dalam kungkungan kebodohan bahkan sebagian besar dari mereka buta aksara dengan begitu,maka rakyat tak akan dapat mengelola sumber daya alamnya yang melimpah begitupun mereka tak akan mengetahui kondisi dan situasi yang ada di dunia, sehingga rakyat pribumi (indonesia) buta pemahaman mengenai masalah signifikan negerinya baik itu masalah sosial, politik, ekonomi, budaya dan sebagainya. 


Maka sesungguhnya, pendidikan adalah sesuatu yang sangat penting, tanpa ilmu seseorang akan mudah tertipu dalam hidup ini (Dwi Budiyanto), karena itu, pendidikan haruslah dapat dinikmati oleh seluruh kalangan, tanpa ada lagi persoalan buta aksara, begitupun pendidikan haruslah difasilitasi dengan sarana-prasarana yang dapat meningkatkan kualitas yang belajar, penyediaan pepustaakan, ruang-ruang kelas yang memadai dan fasilitas-fasilitas lainnya, disamping itu juga ada guru-guru yang profesional yang diberi gaji yang memadai oleh Negara, sehingga dapat menjamin kesejahtraan hidupnya, dengan begitu para guru akan fokus untuk mengajar dan mendidik.


Tapi bagaimanapun juga masalah pendidikan adalah masalah yang tidak berdiri sendiri, ini adalah masalah sistemik, karena bisa jadi terkait dengan masalahekonomi, sosial budaya dan politik yang menopang negeri ini, misalnya saja ada sebagian rakyat yang ingin menyekolahkan anaknya tapi terkendala biaya, bahkan ketika ingin mendapatkan sekolah yang berkualitas biayanya mahal, sulitnya lapangan pekerjaan dengan gaji yang layak, telah memaksa orang tua untuk membiarkan anaknya mengenyam pendidikan yang pas-pasan atau pada akhirnya harus putus sekolah.Sekalipun ada sekolah murah, tapi kurang berkualitas, dimana sarana dan prasarana kurang mendukung minat dan kecerdasan anak, sehingga anak kurang semangat belajarnya dan tidak mampu berkompetisi dengan pelajar dari sekolah ternama, begitupun karena ekonomi yang kurang mendukung, banyak fakta bahwa anak lebih fokus untuk cari uang membatu keluarganya daripada bersekolah bahkan meskipun telah digratiskan biaya sekolahnya. Belum lagi jika akses jalan ke sekolah yang sangat memprihatinkan, bahkan ada daerah yang harus jalan kaki kesekolah atau bahkan harus melewati arus sungai yang deras atau jembatan yang hampir roboh atau hanya bertopangkan tali untuk dapat sampai ke sekolah, tentu ini adalah persoalan yang sangat miris sekaligus memprihatinkan.


Disamping itu kesadaran orang tua dan orang-orang disekitarnya tentang pentingnya pendidikan juga masih kurang,bahkan mungkin ada yang mengatakan untuk apasekolah jika makan saja susah, jadi pendidkan itu bukan bagi orang-orang miskin, atau bahkan sindiran yang lebih sadis orang miskin dilarang bersekolah, jadilah pendidikan itu  pada akhirnya hanya menjadi alternatif yang ditempatkan pada urutan yang kurang penting.


Maka disinilah peran Negara membentuk opini tentang pentingnya pendidikan supaya masyarakat menyadari arti sesungguhnya pendidikan. Tapi, tentu opini saja tidak cukup sebab untuk menjadikan peradapan suatu Negara itu maju dan manusianya dapat mengukir prestasi bahkan hingga ke luar negeri tentu juga dibutuhkan tindakan riil dari pemerintah untuk memperhatikan kualitas pendidikan rakyatnya secara menyeluruh bahkan hingga ke pelosok daerah yang paling terpencil sekalipun, karena itu adalah bentuk tanggung jawab Negara. Di samping itu sesungguhnya rakyat yang berkualitas akan menjadi penopang bagi kemajuan suatu Negara. Lalu yang menjadi pertanyaan darimana sumber dana untuk membiayai pendidikan? Jawabannya adalah Sumber daya alam yang melimpah yang di anugrahkan Pencipta, tentu ini adalah milik umum yang pengelolaannya, harusnya di tangani oleh Negara supaya hasilnya untuk memenuhi kebutuhan rakyat salah satunya adalah pendidikan yang berkualitas. Sayangnya, hutan yang luas dengan berbagai hasilnya, tambang yang beraneka ragam dengan berbagai hasilnya, laut yang luas dengan berbagai hasilnya, semuanya telah dijarah dan di kuasai oleh para pemilik modal bahkan kebanyakan dari para kapital atau pemodal asing.


Negara Wajib Memperhatikan Pedidikan


Robert L. Gullick, Jr. dalam bukunya Muhammad the educator, sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin Rahmat, menulis :“Muhammad betul-betul seorang pendidik yang membimbing manusia menuju kemerdekaan dan kebahagiaan yang lebih besar serta melahirkan ketertiban dan kestabilan yang mendorong perkembangan budaya Islam, suatu revolusi sejati yang memiliki tempo tidak tertandingi, dan gairah yang menantang. Hanya konsep pendidikan yang paling dangkalah yang berani menolak keabsahan meletakan Muhammad diantara pendidik-pendidik besar sepanjang masa, karena, dari sudut pragmatis, seorang yng mengangkat prilaku manusia adalah seorang pangeran diantara seorang pendidik”.Pendidikan dalam pandangan Islam merupakan upaya sadar, terstruktur serta sistematis untuk mensukseskan misi penciptaan manusia sebagai abdullah dan khalifah Allah di muka bumi.Pendidikan harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem hidup Islam. Pendidikan merupakan bagian kebutuhan mendasar manusia dan dianggap sebagai bagian dari proses sosial. Pendidikan dalam Islam harus kita fahami sebagai upaya mengubah manusia dengan pengetahuan tentang sikap dan perilaku yang sesuai dengan kerangka nilai/ideologi tertentu (Islam).Pada aspek ini diharapkan terbentuk sumber daya manusia terdidik dengan aqliyah Islamiyah (pola berfikir islami) dan nafsiyah islamiyah (pola sikap yang islami).


Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya Al Ahkaam menjelaskan bahwa seorang kepala negara (khalifah) berkewajiban untuk memenuhi sarana-sarana pendidikan, sistemnya, dan orang-orang yang digaji untuk mendidik masyarakat. Banyak hadits Rasul yang menjelaskan perkara ini, di antaranya: “Barangsiapa yang kami beri tugas melakukan suatu pekerjaan dan kepadanya telah kami berikan rezeki (gaji/upah/imbalan), maka apa yang diambil selain dari itu adalah kecurangan” (HR. Abu Daud). 


“Barangsiapa yang diserahi tugas pekerjaan dalam keadaan tidak memiliki rumah maka hendaklah ia mendapatkan rumah. Jika ia tidak memiliki isteri maka hendaklah ia menikah. Jika ia tidak memiliki pembantu maka hendaklah ia mendapatkannya. Bila ia tidak memiliki hewan tunggangan hendaklah ia memilikinya. Dan barang siapa yang mendapatkan selain itu maka ia telah melakukan kecurangan” .Hadits-hadits tersebut memberikan hak kepada pegawai negeri (pejabat pemerintahan) untuk memperoleh gaji dan fasilitas, baik perumahan, isteri, pembantu, ataupun alat transportasi.Semua harus disiapkan oleh negara. Jika kita membayangkan seandainya aturan Islam diterapkan maka tentu saja tenaga pendidik maupun pejabat laindalam struktur pemerintahan merasa tentram bekerja dan benar-benar melayani kemaslahatan masyarakat tanpa pamrih sebab seluruh kebutuhan hidupnya terjamin dan memuaskan. Sebagai perbandingan, Imam Ad Damsyiqi telah menceritakan sebuah riwayat dari Al Wadliyah bin Atha yang menyatakan bahwa di kota Madinah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak. Khalifah Umar bin Khatthab memberikan gaji pada merekamasing-masing sebesar 15 dinar( 1 dinar = 4,25 gram emas).


Begitu pula ternyata perhatian para kepala negara kaum muslimin (khalifah) bukan hanya tertuju pada gaji para pendidik dan biaya sekolah, tetapi juga sarana lainnya, seperti perpustakaan, auditorium, observatorium, dll.Madrasah Al Mustanshiriyah di Baghdad didirikan oleh Khalifah Al Mustanir pada abad ke – 6 Hijriah.Sekolah ini memiliki sebuah auditorium dan perpustakaan yang sangat lengkap.Selain itu, madrasah ini juga dilengkapi dengan pemandian, rumah sakit yang dokternya siap di tempat.Ini terjadi masa kekhalifahan Islam abad 10 Masehi.Bahkan para khalifah memberikan penghargaan yang sangat besar terhadap para penulis buku, yaitu memberikan imbalan emas seberat buku yang ditulisnya.


Berdasarkan sirah Nabi saw. dan tarikh Daulah Khilafah Islam (lihat Al Baghdadi, 1996), negara memberikan jaminan pendidikan secara gratis dan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh warga negara untuk melanjutkan pendidikan ke tahapan yang lebih tinggi dengan fasilitas (sarana dan prasarana) yang disediakan negara. Kesejahteraan dan gaji para pendidik sangat diperhatikan dan merupakan beban negara yang diambil dari kas Baitul maal (kas negara).Sistem pendidikan bebas biaya tersebut berdasarkan ijma’ shahabat yang memberi gaji kepada para pendidik dari baitul maal dengan jumlah tertentu. Contoh praktisnya adalah Madrasah Al Muntashiriah yang didirikan khalifah Al Muntahsir di kota Baghdad. Pada Sekolah ini setiap siswa menerima beasiswa berupa emas seharga satu dinar (4,25 gram emas). Kehidupan keseharian mereka dijamin sepenuhnya oleh negara.Fasilitas sekolah disediakan, seperti perpustakaan beserta isinya, rumah sakit, dan pemandian.Begitu pula dengan Madrasah An Nuriah di damaskus yang didirikan pada abad keenam hijriyah oleh khalifah Sultan Nuruddin Muhammad zanky. Di sekolah ini terdapat fasilitas lain , seperti asrama siswa, perumahan staf pengajar, tempat peristirahatan, para pelayan serta ruangan besar untuk ceramah dan diskusi.Setiap kegiatan pendidikan harus dilengkapi dengan sarana-sarana fisik yang mendorong terlaksananya program dan kegiatan tersebut sesuai dengan kreativitas, daya cipta, dan kebutuhan.Dengan demikian, majunya sarana-sarana pendidikan dalam kerangka untuk mencerdaskan umat menjadi kewajiban negara untuk menyediakannya.Wallahu a’alam (***)


========

Gemakan Opini Islam dengan me-Like dan Share postingan Ini

========

Ikuti kami di:

Facebook : fb.com/MuslimahSultra4Islam

Instagram: @muslimahsultra4islam

Twitter: twitter.com/MuslimahSultra

Telegram: t.me/MuslimahSultra4Islam

=======

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak