Oleh: Yusriana
(Pemerhati Masalah Perempuan, Keluarga dan Generasi)
Masa anak-anak adalah masa yang paling tepat untuk menanamkan suatu pemahaman. Bila anak-anak mendapat pemahaman yang benar sejak dini, maka pemahaman tersebut akan mengarahkan perilakunya pada masa yang akan datang. Sebaliknya jika sejak dini anak diberi pemahaman yang salah, maka hal itu juga berpengaruh pada pola pikir dan pola sikap yang akan terbentuk. Di sinilah tanggung jawab dan peran orangtua sangat dibutuhkan dalam proses penanaman pemahaman yang benar pada diri anak agar terbentuk idealisme Islam.
Membentuk Idealisme Anak
Sebagai konsekuensi dari keyakinan pada akidah Islam, orangtua harus membentuk bangunan keluarganya atas dasar ketaatan kepada Allah SWT. Artinya, orangtua harus membangun pemahaman seluruh anggota keluarganya dalam rangka meraih keridhaan Allah SWT melalui pelaksanaan hukum-hukum syariah. Mengenalkan hukum-hukum Islam kepada anak adalah tugas pertama dan utama orangtua. Orangtualah yang akan memberikan pengaruh terhadap tumbuh dan berkembangnya pemahaman Islam yang utuh terhadap diri anak. Rasulullah saw. bersabda (yang artinya): Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ibu dan bapaknyalah yang menjadikannya Yahudi, Nashrani dan Majusi (HR al-Bukhari).
Satu hal yang penting dan mendasar untuk ditanamkan dalam kehidupan seorang Muslim sejak awal adalah penanaman akidah. Bahkan proses ini harus dimulai sejak anak berada dalam kandungan ibunya melalui lantunan ayat-ayat al-Quran serta doa yang terus dipanjatkan selama masa kehamilan. Selanjutnya, sejak dilahirkan ke dunia, anak harus dibimbing dan diarahkan agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Rabb-nya. Anak dibimbing untuk mengenal Penciptanya agar kelak ia hanya mengabdi kepada Sang Pencipta, Allah SWT. Demikian pula dengan pengajaran perilaku dan budi pekerti anak yang didapatkan dari sikap keseharian orangtua ketika bergaul dengan mereka. Bagaimana ia diajari untuk memilih kalimat-kalimat yang baik, sikap sopan-santun, kasih-sayang terhadap saudara dan orang lain. Mereka diajari untuk memilih cara yang benar ketika memenuhi kebutuhan hidup dan memilih barang halal yang akan mereka gunakan. Kesimpulannya, potensi dasar untuk membentuk sosok yang idealis sebagai bagian dari pembentukan generasi berkualitas dipersiapkan oleh orangtua terutama oleh ibu. Ibu memiliki peran yang sangat vital dalam proses pendidikan anak sejak dini. Ibulah sosok yang pertama kali berinteraksi dengan anak, sosok pertama yang memberi rasa aman, dan sosok pertama yang dipercaya dan didengar omongannya. Karena itu, ibu menjadi sekolah pertama bagi anak anaknya untuk menjadi sosok yang memiliki idealisme.
Mengarahkan Idealisme Anak
Pribadi yang memiliki idealisme adalah pribadi tangguh, yang memiliki kepribadian Islam; berpikir islami dan berperilaku dengan standar hukum-hukum Allah SWT. Dengan itu ia mampu mengarungi hidup ini dengan benar dan membawa kemaslahatan. Beberapa hal yang harus ditanamkan orangtua khususnya ibu kepada anaknya dalam rangka membentuk idealisme pada anak di antaranya adalah:
1. Memahamkan anak bahwa satu-satunya agama yang diridhai Allah dan akan membawa kebahagiaan di dunia dan di akhirat adalah Islam (Lihat: QS Ali Imran [3]: 19). Penanaman pemahaman ini sangat penting agar sejak dini anak hanya menjadikan Islam sebagai satu-satunya agama yang harus diyakini dan diperjuangkan. Dengan begitu anak tidak akan ragu sedikit pun akan kebenaran agama yang dianutnya. Orangtua yang memiliki idealisme tentu tidak akan membiarkan anaknya mencari hakikat kehidupan seorang diri. Ia akan mengarahkan anaknya agar memahami hakikat kehidupan ini sesuai dengan tujuan penciptaan manusia, yakni hanya untuk beribadah kepada Allah SWT. Orangtua juga tidak akan membiarkan anaknya memiliki pemahaman bahwa semua agama itu benar hanya karena sama-sama mengajarkan penyembahan Tuhan meski berbeda caranya. Pendapat seperti ini akan menjadi racun bagi anak dan tidak akan mengokohkan akidah yang kuat pada diri anak, selain bertentangan dengan pemahaman QS Ali Imran ayat 19 di atas.
2. Menanamkan pada anak bahwa konsekuensi mengimani al-Quran adalah membenarkan semua isinya yang mengandung petunjuk dari Allah SWT untuk keselamatan dan kebahagiaan umat manusia di dunia dan akhirat. Ditanamkan pula kesadaran bahwa bukti mengakui Nabi Muhammad saw. sebagai rasul adalah percaya kepada hadis-hadis beliau. Orangtua bisa mencari contoh syariah yang mudah dicerna oleh mereka, seperti perintah untuk berbakti kepada orangtua, berinfak kepada fakir miskin, larangan mengadu domba sesama Muslim, menipu, dll. Jelaskanlah bahwa di dalam perintah Allah SWT ada yang bersifat wajib atau sunnah, serta dalam larangan Allah SWT ada yang bersifat haram atau makruh berikut konsekuensinya. Tujuannya agar anak memiliki gambaran tentang syariah Islam dan merasa terikat dengannya.
3. Memahamkan hakikat baik dan buruk, serta terpuji dan tercela; bahwa kebaikan adalah apa saja yang Allah ridhai, sedangkan keburukan adalah apa saja yang Allah murkai. Yang terpuji adalah apa saja yang dipuji oleh Allah dan Rasul-Nya, sedangkan yang tercela adalah apa saja dicela oleh Allah dan Rasul-Nya. Anak-anak harus selalu dipahamkan bahwa baik-buruk sesuatu itu harus sesuai dengan aturan Allah SWT, dan terpuji tercela sesuatu haruslah apa yang dipuji dan dicela oleh Allah SWT. Perlu disampaikan kepada anak, bahwa sungguh Allah itu Maha Penyayang atas makhluk-Nya, kita tidak perlu bersusah-payah menentukan baik dan buruk sesuatu karena telah ditetapkan oleh Dia. Allah menetapkan, manusia yang berbuat menurut akal pikiran dan hawa nafsunya serta tidak mengikuti aturan-Nya adalah kufur dan ingkar, dan kita harus menjauhi sikap demikian. Dengan pemahaman seperti ini, anak akan terbiasa mengukur dan menimbang setiap perilaku dan pilihan hidupnya sesuai dengan aturan Allah SWT, bukan dengan pertimbangan perasaan apalagi mengikuti perkembangan zaman sekarang yang sudah tidak karuan ini.
4. Dengan sering melatih proses berpikir Islamnya, pemikiran anak akan semakin meluas. Kemudian seiring perkembangan usianya, orangtua juga bisa mengarahkan pemahaman anak tentang persoalan mendasar yang dihadapi masyarakat saat ini, yaitu tidak adanya penerapan syariah Islam di tengah kehidupan. Selanjutnya orangtua mendorong anak untuk terbiasa melakukan amar makruf nahi mungkar dan bersama-sama berjuang demi tegaknya syariah Islam yang akan menyelesaikan semua persoalan yang ada di masyarakat.
Idealisme Islam versus Intoleransi?
Saat orangtua berhasil mencetak anak-anaknya menjadi sosok yang idealis, yang selalu terikat dengan hukum-hukum Allah SWT, berarti orangtua telah berhasil mendidik anaknya sesuai dengan arahan Islam. Betapa bahagianya orangtua yang sukses mengantarkan anaknya menjadi sosok idealis, pejuang Islam yang salih dan konsisten membela kebenaran. Bahkan kebahagiaan orangtua tersebut akan terus mengalir walaupun Allah telah memanggilnya.
Keberhasilan membentuk idealisme Islam pada diri anak haruslah menjadi cita-cita bagi setiap orangtua. Untuk itu diperlukan upaya yang sungguh-sungguh pada setiap keluarga Muslim untuk senantiasa mewarnai kehidupan keluarganya dengan warna Islam yang jelas. Dengan begitu, karakter anak yang terbentuk adalah karakter Islam yang jelas, tidak abu-abu, apalagi warna-warni. Sikap orangtua yang seperti ini bukan berarti orangtua mengajarkan anak untuk tidak memiliki sikap toleransi terhadap agama lain atau bahkan dianggap menanamkan kebencian dan kekerasan pada anak. Tuduhan seperti ini tentu tidak bisa dipertanggungjawabkan. Para orangtua Muslim tidak boleh terjebak dengan tuduhan dari kalangan yang antara lain dilontarkan kalangan liberal ini. Orangtua harus tetap istiqamah mengarahkan pendidikan dan pembinaan anak-anaknya agar memiliki idealisme Islam sehingga terbentuk generasi Islam yang berkualitas pada masa yang akan datang. WalLahu a’lam bi ash-shawab.[]