Oleh : Siti Ruaida S.Pd
Sejàrah sebagai cabang ilmu sosial perlu mendapatkan perhatian yang serius di era milineal dimana generasi now mengalami krisis identitas tentang jati dirinya karena gempuran kehidupan global. Disatu sisi muncul pertanyaan yang mengusik sejauh mana mereka mengenal jati dirinya dan negerinya dan tokoh-tokoh sejarah yang berjuang untuk sebuah kemerdekaan dinegeri ini untuk mengusir penjajahan.
Sudah jamak kita ketahui bahwa pemahaman generasi hari ini sangat minim dalam memahami sejàrah dan meneladani tokoh-tokoh sejarah dan perjuangannya. Hal ini tidak lepas dari kebijakan kurikulum yang hanya sedikit memuat pembahasan sejarah. Padahal tentu kita tidak lupa dengan ungkapan JAS MERAH yaitu jangan sekali-kali melupakan sejarah. Ungkapan ini lahir dari kepedulian Soekarno terhadap sejarah sebuah negeri dengan tokoh-tokoh sejarahnya yang mengorbankan harta jiwa raga untuk perjuangan menegakkan kedaulatan negeri, sebut saja tokoh sejarah nasionàl Pangeran Antasari yang berasal dari Kalimantan Selatan.
Banyak kisah heroik yang bisa dijadikan panutan dari Pangeran Antasari selama memimpin rakyat Kalsel melawan penjajahan Belanda dalam Perang Banjar yang berlangsung dari tahun 1859 sampai tahun 1905. Pangeran Antasari hadir sebagai sosok penting dalam Perang Banjar. Prahara dimulai dari perebutan kekuasaan Kesultanan Banjar karena campur tàngan Belanda dàlam urusan politik kesultanan yaitu diangkatnya Tamjidillah ll atas dukungan Belanda, tentu dengan tujuan untuk memecah belah kesultanan Banjar agar memudàhkan Belanda mewujudkan ambisi untuk menguasai sumber daya alam Kalimantan terutama batubara.
Kemenangan Sultan Tahmidillah II atas Pangeran Amir harus dibayar kepada Belanda dengan menyerahkan daerah-daerah Pegatan, Pasir, Kutai, Bulungan dan Kotawaringin. Oleh Belanda Pangeran Amir sendiri ditangkap dan dibuang ke Ceylon
Pangeran Antasari sendiri adalah putra Pangeran Amir, beliau Sejak kecil tidak senang hidup di istana yang penuh intrik dan dominasi kekuasaan Belanda. Ia hidup di tengah-tengah rakyat dan banyak belajar agama kepada para ulama, dan hidup dengan berdagang dan bertani. Kecintaan beliau terhadap Islam dibuktikan dengan kecintaan beliau terhadap ulama dengan belajar dan menggali ilmu dari para ulama sehingga pengetahuan beliau tentang Islam dan ketaatan dalam melaksanakan ajaran-ajaran Islam tidak diragukan lagi, beliau seorang yang ikhlas, jujur dan pemurah yang mencerminkan tingginya akhlaq beliau.
Pangeran Antasari juga dikenal sebagai sosok yang ulet dan tabah dalam menghadapi setiap tantangan dalam perjuangan melawan Belanda dan memiliki pandangan jauh kedepan untuk kepentingan rakyat. Hingga mendapat dukungan penuh dari rakyat dan Pangeran Hidayat yang saat itu menjabat sebagai Sultan Kerajaan Banjar.
Semangat dan dukungan yang solid dari ràkyat dan sultan adàlah kunci kekuatan pasukan yang dipimpin oleh Pangeran Antasari untuk menyerang Belanda, mulai dari daerah Barito, Kapuas, Hulu Sungai, Tanah Laut dan daerah lainnya. Hingga ratusan pasukan telah siap bergerak dalam satu komando dengan tujuan utama menguasai Benteng Pengaron yang merupakan basis kekuatan pasukan Belanda. Perang Banjar berkobar pada tanggal 28 April 1859, Perang Banjar ini disambut rakyat dengan pertempuran-pertempuran di berbagai medan tempur lain. Tujuan utama pertempuran adalah untuk menguasai benteng Pengaron yang dipertahankan mati-matian oleh Belanda. Pertempuran yang terjadi diberbagai daerah lainnya sebagai bentuk dukungan serius rakyat pada Pangeran Antasari. Sebut saja pertempuran mempertahankan benteng Tabanio pada Agustus 1859, pertempuran mempertahankan benteng Gunung Lawak pada september 1859, dan pertemuran mempertahankan kubu pertahanan Munggu Tayur pada bulan Desember tahun 1859, pertempuran tersebut sekaligus sebagai bentuk dukungan untuk melawan dominasi Belanda di Kalimantan.
Sikap dan dukungan Pangeran Hidayat sebagai Sultan Banjar pada perjuangan Pangeran Antasari dan rakyat dàlam melawan Belanda sudah semakin jelas, hingga Belanda memaksa agar Pangeran Hidayat menghentikan pertempuran dan menyerah. Namun ditolak oleh Pangeran Hidayat hingga akhirnya penguasa Belanda secara resmi menghapuskan kesultanan Banjar pada tanggal 11 Juni 1860.
Sikap Belanda menghapuskan kesultanan Banjar memicu semakin luasnya perlawanan kepala-kepala daerah dan para ulama yang ikut melawan untuk memperkuat barisan pejuang Pangeran Antasari bersama dengan Pangeran Hidayat. Tetapi karena persenjataan pasukan Belanda lebih lengkap dan modern, pasukan Pangeran Antasari dan Pangeran Hidayat terus terdesak serta semakin lemah posisinya. Pertempuran yang berlangsung kurang lebih tiga tahun, dan karena kondisi kesehatan yang terus menurun, akhirnya Pangeran Hidayat terpaksa menyerah kepada Belanda pada tahun 1861. Oleh penguasa Belanda Pangeran Hidayat dibuang ke Cianjur, Jawa Barat. Tapi perjuangan umat Islam Banjar tidak berhenti Pangeran Antasari terus memimpin perjuangan sekaligus sebagai pemimpin rakyat, karena beliau sebagai pewaris Kesultanan Banjar.
Pangeran Antasari saat itu sebagai pemimpin perjuangan umat Islam tertinggi di Kalimantan, maka pada tanggal 14 Maret 1862, bertepatan dengan 13 Ramadhan 1278 Hijriah, Pangeran Antasari menyerukan perlawanan kepada Belanda dengan keyakinan penuh akan pertolongan Allah dengan mengajak seluruh elemen masyarakat berpegang teguh kepada keyakinan 'Hidup dan mati hanya untuk Allah SWT.
Pangeran Antasari sangat teguh dalam prinsip menjunjung tinggi agama Islam, totalitas berserah diri kepada Allah sehingga seluruh rakyat ,para pejuang, alim ulama dan bangsawan Banjar sepakat dengan suara bulat mengangkat Pangeran Antasari menjadi Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin. Sebuah gelar kehormatan yang disandang oleh Rasullulah SAW. Dengan hàrapan bahwa ini adalah amanah besar dan hanya dengan meneladani jejak langkah Rasullullah maka pertolongan Allah dalam perjuangan akan datang akan mendapatkan kemenangan. Pengangkatan ini juga sekaligus menempatkan Pangeran Antasari secara resmi menjabat sebagai kepala pemerintahan dan panglima perang sekaligus pemimpin tertinggi agama Islam.
Pertempuran yang berkecamuk makin sengit dan berlangsung di berbagai medan, antara pasukan Khalifatul Mukminin dengan pasukan Belanda. Perjuangan melawan pasukan Belanda memang bukan perkara mudah apalagi Belanda mendapatkan sokongan bala bantuan dari Batavia dan persenjataan modern, akhirnya pasukan Pangeran Antasari berhasil dipukul mundur hingga memaksa memindahkan benteng pertahanannya di hulu Sungai Teweh.
Sampai akhirnya pahlawan asal Kalimantan Selatan, Pangeran Antasari meninggal dunia pada tanggal 11 Oktober 1862 dalam perjuangan di Bayan Begok, Kabupaten Barito Utara, Provinsi Kalimantan Tengah. Demikianlah perjuangan dan keteladanan yang beliau contohkan untuk generasi agar menjadi energi perjuangan penyemangat dalam setiap langkah agar berpegang teguh pada aqidah dengan melandaskan segala sesuatu hanya kepada Allah SWT dan Rasulullah.
Bagi Orangtua , para guru dan negara wajib berperan untuk memastikan bahwa landasan aqidah benar- benar terpatri kuat pada generasi zaman now, mengingat mereka adalah generasi penerus pemegang estapet perjuangan .Baik buruknya negeri ini kedepan ada ditangan mereka, maka besar harapan dan kesungguhan kita dalam menanamkan aqidah agar tumbuh keyakinan dan kepatuhan mereka kepada Allah SWT. Seperti yang Pangeran Antasari amanahkan kepada kita agar "Jangan becakut papadaan haram menyarah Waja Sampai Kaputing' semboyan ini tentu sudah tak asing lagi ditelinga kita dan sejalan dengan perjuangan zaman Rasullullah dan para sahabat, mengingat Pangeran Antasari adalah seorang yang taat dalam Islam.
Perjuangan kita adalah membangun pondasi kalau boleh diibaratkan sebagai membangun infrastruktur lunak, berupa nilai- nilai agama yang kuat mengakar meliputi nilai atau etos kerja yang tinggi dan keikhlasan dàlam pelayanan umum dalam pengabdian generasi terhadap kemajuan negeri, hal ini untuk menyiapkan generasi dàlam rangka memastikan agar menjadi generasi yang smart dan pembinaan yang menjamin agenda infrastruktur lunak ini terlaksana agar ada ketenangan ketika harus meninggalkan generasi, karena mereka sudah dipastikan terasah secara kualitas. Inilah persoalan mendasar dinegeri ini abai dalam membangun infrastruktur lunak tapi jor-joran dalam membangun infrastruktur keras-fisik bahkan sampai membuat keuangan negara 'berdarah-darah', terjerat dalam utang puluhan triliun rupiah. Ujung-ujangnya infrastruktur keras-fisik gampang rubuh seperti Jembatan indah yang menjadi ikon Kota Palu yang dalam sekejap menjadi puing-puing oleh hentakan gempa dan tsunami.
Di titik inilah kita semakin paham, infrastruktur keras-fisik bukan segala-galanya. Bukan hal yang boleh dijadikan ukuran keberhasilan seorang pemimpin dalam menjamin keberlanjutan sebuah negeri. Hal yang penting adàlah generasi yang kita bentuk haruslah generasi yang berintegritas (shiddiq), kredibel (amanah), pembelajar (fathanah), serta senantiasa mendokumentasi dan mengomunikasikan gagasannya (tabligh). Sebagai pondasi mereka untuk menjadi generasi pejuang melanjutkàn perjuangan generasi terbaik yang telah menitipkan pesan untuk menjaga negeri ini dari penjajahan. Setelah perjuangan mereka yang berdàrah- darah mengusir penjajah Belanda.
Kemampuan dan keterampilan mereka dalam mengatasi masalah harus dilatih agar terorganisir dalam gerak. di sinilah kita paham, mengapa di negara maju seperti Jepang, bencana bisa diatasi secara cepat karena Jepang memiliki infrastruktur lunak yang telah matang. Bahkan ketika Perang Dunia II, Jepang praktis hancur. Namun, rakyatnya dengan cepat bangkit kembali karena yang hancur itu cuma infrastruktur fisik saja bukan infrastruktur lunak.
Sejarah umat Islam pun demikian yang dibangun pertama adalah infrastruktur lunak yaitu keyakinan bahwa hidup dan mati adalah ujian. Yakni, ujian loyalitas kepada Allah, untuk menjadi yang terbaik di tengah manusia. Setelah akidah mantap, yang dibangun adalah ukhuwah (solidaritas di tengah umat), berupa negara yang melayani seluruh urusan rakyat dengan menerapkan syariah kemudian diperluas dengan dakwah dan jihad ke seluruh dunia, untuk merahmati seluruh alam. Hal yang tidak kalah penting adalah keyakinan untuk menjadi yang terbaik. Inilah yang membuat umat Islam menjadi generasi pembelajar yang paling sabar. Mereka sabar menunda kenikmatan, sabar menempuh kesulitan untuk mengejar kemajuan fisik bangsa lain. Mereka sabar untuk tidak tergesa merayakan keberhasilan karena tujuan sejati kehidupnya bukan dunia.
Inilah yang membuat peradaban Islam bertahan berabad-abad. Seperti yang diistilahkan oleh Pangeran Antasari sebagai "waja sampai kaputing". Semoga ini menjadi semangat bagi generasi zaman now untuk meneladani para pejuang khususnya perjuangan Pangeran Antasari.
Wallahua'lam
Penulis adalah guru IPS di MTs. Pangeran Antasari
Member AMK KALSEL