Memaknai Duka Kita

Belum genap dua bulan pasca gempa yang meluluhlantakkan rumah-rumah saudara kita di Lombok, kini duka yang mendalam dirasakan pula oleh saudara-saudara kita di Palu, Sigi, Donggala dan sekitarnya. Tentu sebagai seorang saudara, sudah selayaknya kita pun bersedih dengan apa yang kini menimpa saudara kita. Paling sederhana, kirimkanlah doa-doa terbaik kita agar mereka diberikan kesabaran dan keikhlasan. 

Bagi seorang muslim, gempa bukan sekadar bencana dari reaksi pergerakan lempeng bumi. Lebih dari itu, gempa ataupun bencana lainnya adalah qadha (ketetapan) Allah yang tidak ada satupun manusia yang dapat menunda ataupun menyegerakannya. Makin terlihatlah seberapa kecil dan lemahnya manusia. 

Saat gempa mulai menggetarkan bumi, tak ada lagi yang meminta pertolongan selain kepada Tuhannya. Semua harta benda yang diusahakan sepanjang hari ditinggalkan begitu saja. Tak ada lagi tempat lari, tak ada lagi tempat berlindung selain lindunganNya. 

Bukan berarti kita yang menyaksikan duka ini lewat layar kaca, tak merenungi hakikat musibah yang kini tengah dirasa saudara-saudara kita. Duka ini duka bersama. Bagaimana mungkin kita bisa lahap menyantap makanan, sedang saudara-saudara kita kesulitan dalam menyantap sesuap nasi. Pantas saja Rasulullah pernah bersabda bahwa barangsiapa yang bangun di pagi hari dan tidak memikirkan ummatku, falaysa minni (maka dia bukanlah golonganku). Astaghfirullahal’adzim. 

Bila disini uang dapat dicari, disana mata pencaharian tertimbun karena musibah. Jika disini pangan selalu ada, sandang kita punya banyak koleksinya, rumah masih tegak menaungi, belajar kapan saja bisa, disana semuanya tak ada. Inilah kehidupan yang saat ini mereka impikan. Tangis mereka sudah seharusnya jadi tangis kita pula. Sudah seharusnya kita ikut meringankan beban mereka. 

Tentu peran pemerintah haruslah yang utama. Karena pemerintah adalah pelayan dan pengurus rakyat.  Ia harus memastikan tiap kepala rakyatnya mendapatkan kesejahteraan. Apalagi ketika datang bencana seperti ini, jangan sampai ada nyawa yang melayang sia-sia karena belum mendapat pasokan bantuan.

Gempa yang telah menimpa negeri kita ini ternyata pernah terjadi pula di masa Rasulullah SAW. Suatu saat, di Madinah terjadi gempa bumi. Rasulullah SAW lalu meletakkan tangannya di atas tanah dan berkata, “Tenanglah, belum datang saatnya bagimu”. Kemudian Nabi SAW menoleh ke arah para sahabat dan berkata, Sesungguhmya Rabb kalian menegur kalian. Maka jawablah (buatlah Allah ridha kepada kalian)”. 

Maka, musibah apapun yang Allah berikan, jangan sampai membuat kita larut dalam kesedihan. Apa yang kita pandang buruk, belum tentu menurut pandangan Allah buruk. Bisa jadi musibah ini membuat banyak orang tersadarkan untuk kembali menaatiNya. Maka, yang terpenting bagi kita saat menghadapi musibah adalah memetik hikmah yang tersirat didalamnya. Sudahkah penduduk negeri ini membuat Allah ridha?

Kita yang menyaksikan pun harus mampu memuhasabah diri. Memetik hikmah seperti mereka yang tertimpa musibah. Bila gempa ini adalah teguran, tentu teguran ini untuk seluruh manusia, bagi yang merasakan maupun yang menyaksikan. Apakah kita akan menunggu giliran untuk diguncang gempa baru akan kembali menaati setiap perintahNya? Yuk maknai setiap musibah yang menimpa kita ataupun saudara-saudara kita.


Nadiah 

(Pesantren Darul Bayan)

Sang Mentari

Assalamualaikum sahabat... Aku hanya seorang biasa yang sedang belajar tuk jadi pribadi yang tak biasa. Setiap desain adalah passionku, menulis dan bercerita merupakan kesukaanku, berbagi hal yang bermanfaat adalah kegemaranku. Islam sebagai way of life adalah dienku. Semoga dengan izinNya segera kan tegak kembali di bumi Allah ini. Aamiin @naybeiskara

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak