Oleh: Japti Ardiani (anggota revowriter)
Orang tua adalah contoh terbesar untuk sang anak, mereka adalah panutan dan tuntunan seorang anak. Tetapi tidak pada orang tua yang satu ini, orang tua yang satu ini tak pantas dijadikan suri tauladaan bagi keluarganya. Sebab ia semestinya harus menjaga dan melindungi puterinya, malah merusak masa depannya secara total. Betapa tidak, berdalih khilaf, Rowi (44), warga Desa Ngaringan, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar tega berbuat tak senonoh pada anak kandungnya sendiri. Katanya, puterinya sendiri, yang berinisial Rm (16), tega digauli berkali-kali. Bahkan, informasinya perbuatan bejat bapaknya itu sudah berlangsung sampai 10 kali dan terjadi dirumahnya sendiri (tribunnews.com /20/9/2018). Perbuatan yang sungguh biadap itu terjadi dirumahnya sendiri tatkala istrinya yaitu sang ibu kandung tidak berada di dalam rumah. Ini terungkap setelah pelaku di amankan di Polres Blitar, Rabu (19/9/2018) malam. Ia diamankan di rumahnya setelah dilaporkan istrinya sendiri, karena tidak terima atas perbuatan bejat suaminya, yang tega menggauli anak semata wayangnya sendiri tersebut.
Ini adalah suatu perbuatan yang sangat mencoreng citra pendidik utama untuk seorang anak, yang dimana anak seharusnya mendapatkan perlindungan, dekapan kasih sayang dan contoh panutan yang sempurna. Bukan malah mendapatkan penghancuran masa depan, dimana yang akan didapat adalah hinaan, cacian dan gunjingan dari masyarakat luas. Bukan hanya itu saja, tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah beban psikologis yang diderita oleh si anak yang tak kunjung usai. Rasa percaya diri yang hilang, rasa malu yang tak kunjung berkurang itulah yang akan menambah pedihnya rasa yang akan ditanggung oleh si anak.
Hancurnya Citra dalam Nikmat Sesaat
Berdalih khilaf, itulah alasan yang dikemukakan oleh pelaku yang tak lain adalah ayah korban sendiri. Dengan berdalih khilaf pulalah semakin mengokohkan bagaimana liberalisasi yang di junjung tinggi oleh para pengembannya mencengkram dan menghancurkan pondasi keluarga. Bagaimana tidak, perbuatan” bejat” tersebut telah menghancurkan citra keluarga sebagai madrasah bagi anak-anaknya hilang sudah. Perbuatan bapak menggauli anak kandungnya sendiri adalah pelanggaran berat terhadap larangan Allah SWT, ia termasuk dalam kategori dosa besar, bahkan lebih besar daripada menzinai wanita lain yang bukan anak kandungnya sendiri. Itu bila ditakar atau di nilai dari segi Islam, dan itu sangat berbanding terbalik apabila persoalan itu di takar atau dihukumi dengan sistem Sekuler saat ini yang telah di terapkan. Inilah suatu dosa yang dimana hanya dinilai sebagai ukiran sesaat, dimana hukuman yang diberikan tidak sebanding perbuatan yang sudah dilakukan. Sehingga perbuatan itu akan terulang kembali kepada orang yang berbeda, karena dengan perbuatan yang sangat mematikan tersebut hanya ditukar dengan hukuman yang tak sebanding dengan apa yang dilakukan. Kita lihat saja apa yang terjadi pada si korban, masa depan hilang itu sudah pasti, belum lagi psikolognya dan tantangan yang akan dia hadapi untuk kedepan adalah bukan suatu perkara yang ringan dan mudah. Bisa jadi memory itu akan terus dan terus teringat bahkan untuk selamanya. Berbeda sekali apa yang dihadapi oleh tersangka, dia hanya akan diberikan hukuman penjara dalam hitungan tahun saja, belum lagi fasilitas yang didapat seperti makan, minum, atau bergerakpun tidak ada beban yang menghimpitnya di dalam tahanan tersebut. Setelah masa hukuman dalam penjara selesai, tersangka pun dengan leluasa menikmati alias meneruskan hidupnya kembali dengan mudah. Dan itu tidak semudah yang akan dihadapi oleh si korban.
Dari sini saja kita bisa melihat bagaimana dampak rusaknya sistem Sekulerisme yang menghasilkan Liberalisme. Dimana paham kebebasan (Liberalisme) selalu menjadi jargon mereka, mulai dari bebas perpendapat hingga bebas berperilaku tanpa adanya sebuah batasan atau aturan. Sehingga yang terjadi hanyalah sebuah kerusakan dan penderiataan yang akan dialami umat seluruhnya baik dia yang beragama Islam maupun non Islam. Bukan hanya dari rusaknya pondasi sebuah keluarga saja yang nantinya akan dihancurkan, tapi akan sangat lebih mengerikan dari hal itu, peradapan yang dulu cemerlang pun akan hilang sirna oleh kekejaman virus Sekulerisme. Karena di dalam sekulerisme tidak ada kata halal atau haram, yang ada adalah bebas dan bebas semata.
Bagaimana Pandangan dalam Islam ?
Di dalam Islam yang namanya keluarga itu mempunyai peran sendiri sendiri. Dan peran tersebet sangatlah berkaitan antara satu sama yang lain, yang tidak bisa dipisahkan. Istri yang bertaqwa akan mengutamakan aktivitas mereka di rumah tangga seperti melayani suami dengan sebaik-baiknya. Termasuk tidak menolak ajakan suamiuntuk melakukan hubungan biologis. Mereka yang tau hal itu dan menolaknya adalah laknat dari Allah SWT. Dalam Islam, pelaku perkosaan akan diganjar hukuman layaknya pezina. Bila belum menikah maka akan dikenakan seratus kali jilid. Seperti yang tertulis pada al-Qur’an Surat An-Nur[24]:2
“Artinya: Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”
Sedangkan bila sudah menikah maka akan dirajam hingga mati. Pelaksanaan hukuman itu harus dilakukan dihadapan khayalak. Tentu saja korban tidak termasuk yang mendapat sanksi karena statusnya sebagai korban yang teraniaya. Hukuman yang keras ini akan melindungi kaum wanita serta memberikan rasa keadilan bagi si korban. Sistem Sekuler Kapitalisme Demokrasi telah nyata gagal melindungi wanita dan anak-anak dan menjaga martabat mereka. Karena itu tidak layak untuk dipertahankan dan dibela, sebaiknya harus segera ditinggalkan dan dicampakkan. Hanya Syariah Islam yang bisa menjamin perlindungan terhadap wanita, anak-anak dan semua orang, sekaligus menjaga martabat dan kemuliaan mereka. Begitu pula dalam Islam juga mengatur bagaimana peran suami seharusnya, apa saja kewajiban yang harus ditunaikan untuk keluarganya. Dan bagaimana Islam menyuruh kepada para suami untuk mempergauli wanita (istri) dengan baik itu tertulis dalam (QS.al-Baqarah [2]:229). Bukan hanya istri saja yang harus diperlakukan dengan baik, akan tetapi Islam juga mengatur bagaimana seorang ayah harus mendidik anaknya, dan semuanya itu sudah tertilis pada al-Qur’an surat al-Luqman. Disana diberikan contoh bagaimana Luqman mendidik anaknya, memuliakan anaknya dan menasehati anaknya. Dan itu pun juga berlaku pada anak juga, bagaiman Islam mengatur bahwa memuliakn orangtua adalah sesuatu kewajiban. Seperti yang tertulis pada al-Qur’an surat Al-Isra’ ayat 23
“Artinya: Dan Rabb-mu telah memerintahkan kepada manusia janganlah ia beribadah melaikan hanya kepadaNya dan hendaklah berbuat baik kepada orangtua dengan sebaik-baiknya. Dan jika dari salah satu dari keduanya atau kedua-duanya telah berusia lanjut disisimu maka janganlah katakana kepada keduanya ‘ah’ dan janganlah kamu membentak keduanya”
Lengkap sudah bagaimana Islam mengatur suatu kehidupan pada manusia baik yang terkecil hingga yang terbesar. Dan sudah saatnya pula kita kembali kepada aturan yang sudah ditetapkanNya, dan mentaati apa yang tertulis pada kitabNya tanpa terkecuali. Insya Allah dengan seperti itu kemuliaan dan kedamaian akan terwujud karena Islam adalah Rahmatan lil ‘alamin.