Konspirasi dan Fi'l Mudhari

Oleh Iit Supriyatin (Muslimah Pembelajar Islam Kaffah)


Abu Jahal dan sekutunya yang menyembah berhala, ketika mengetahui agama Majusi penyembah api masih ada yang mengikuti, tidak ada mereka peduli.


Begitu pun ketika penganut Shabiah yang mentuhani bintang-bintang 'keukeuh' dalam keyakinannya, sungguh, dengan segenap hati mereka bisa memaklumi.


Yahudi seliweran, Nashrani wara wiri, bahkan keduanya tak jarang adu pedang, berperang, gaduh, dan bikin rusuh, mereka tetep santai sebab bukan persoalan besar.


Namun, ketika Islam datang, tatkala kalimat Tauhid "Laa illaha illaLlaah" dikibarkan,seketika Abu Jahal dan kawan kawan risau. Beringas dan buas.Terganggu, gerah, dan gentar. Meriang, berang dan langsung angkat pedang.


Karena kebathilan dan kebenaran itu selamanya tidak akan pernah ada dalam satu tatanan,

Karena kejahatan dan kebaikan itu sampai kapan pun tidak akan pernah bisa disatukan,

Karena hitam dan putih itu tidak ada ceritanya dibuat jalan tengah untuk diabu-abukan,


Maka alih-alih dengan titel yang digelarkan kepadanya sebagai Abul Hakam, bapak yang bijaksana, Abu Jahal pun memanggil seluruh pemuka negeri, mengemukakan pembenaran-pembenaran palsu, kemudian berkonspirasi merencanakan pemakaran kepada Sang Nabi. Dengan dalih, bahwa risalah baru yang dibawa oleh Nabi pemahamannya sesat, melawan arus, dan merisaukan negeri.


Abu Jahal yang ahli makar tahu persis, bahwa Islam dan dakwah Sang Nabi itu lurus. Benar dan kebenaran. Maka jadilah ia nantinya ancaman di masa datang yang akan memporak-porandakan kewibawaan, kedudukan serta kekuasaannya.


Abu Jahal mempolitisir fatwa-fatwa pembenaran model baru. Membias dan membius para pemuka kabilah dan kaumnya yang ada di jazirah dengan label kaum pemersatu, sebaliknya kepada Nabi dituduhkannya sebagai pembawa perpecahan karena ajaran baru.


Mereka mengklaim sebagai pihak-pihak yang moderat sekalipun plural dalam hal sesembahan, sementara Nabi itu fundamentalis, radikal, tukang sihir yang memakai ayah-ayah al-Qurân sebagai jejampian.

Intinya kesemua fatwa yang disampaikan Abu Jahal tidak lebih dari sebuah pemutar-balikan fakta, akibat sifat hasud, dengki dan iri hati, dan sebuah kepentingan tersembunyi.


Namun, kebenaran tetaplah kebenaran. Sekalipun kebathilan dan konspirasi bertubi-tubi menutupi dan berupaya mengalahkan, pada akhirnya tetap saja dia keluar menjadi pemenang. 


Pun demikian, Abu Jahal si bapaknya kebodohan dalam hal kebenaran, dibuat Allaah tak berkutik atas kebenaran Sang Nabi. Bahkan sebagai konsekwensi, menghuni Jahim abadi.


Maka, ketika sebuah ormas terus aja dimonsterisasi, dikebiri tiada henti, di fitnah sana sini, di persekusi bahkan kifah siyasinya di subversi, semoga saja ini sebagai pertanda hakikatnya ormas ini ada di kubu pewaris thariqahnya Nabi.


Pertanyaannya sekarang, adakah hubungan tulisan ini dengan judul  Fi'il Mudhari di atas?Anggap aja ada. Biar cepat.


Menukil pada lafazh al-Qurán surah al-Anfal ayah 30, "wa idz yamkuru bika al-ladziina kafaru (Ingatlah, ketika orang orang kafir membuat konspirasi terhadapmu (Muhammad)", lafazh "yamkuru" pada ayah ini memakai fi'l mudhari. Yaitu kata kerja akanan, alias kata kerja futuristik. 


Ini menunjukkan bahwa peristiwa (konspirasi/yamkuru) tersebut akan terulang lagi di masa yang akan datang. Sebagai informasi politik (ma'lumat siyasiyyah) bagi Nabi dan ummatnya bahwa, makar (konspirasi) kaum kafir dan musuh Islam itu kepada Islam dan ummatnya berlangsung terus menerus, baik dulu, kini, dan yang akan datang. 


Allaahu Ta'ala A'lam bish-shawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak