Komunisme dan Kapitalisme, mana lebih Eksis?

Oleh : Ana Fras

(Mahasiswa Pascasarjana IPB)


Setiap menjelang bulan september terutama tanggal 30, hampir di semua platform  media sosial diramaikan dengan tagar G30S/PKI , hal ini tak terlepas  dari  sejarah kelam yang dialami bangsa Indonesia yang mengingatkan kita kepada berbagai peristiwa kekejaman dan kebrutalan PKI terutama kepada para santri dan ulama, belum lagi peristiwa tahun 65 yang ditengarai sebagai peristiwa paling mencekam, berdasarkan catatan sejarah di masa tersebut, PKI telah melakukan pembunuhan kepada para  jenderal yang kemudian kita kenal sebagai pahlawan revolusi.


Namun sebuah sejarah memang tak terlepas dari sebuah dinamika, termasuk dalam peristiwa ini selalu muncul sebuah narasi yang dibangun oleh kelompok yang secara tidak langsung meragukan keotentikan sejarah yaitu ada semacam opini yang digulirkan kepada masyarakat bahwa PKI dan orang-orang yang terlibat didalamnya yang menjadi target penumpasan di masa orde baru sesunguhnya adalah korban, mereka menganggap pengkhianatan dan peristiwa G30S/PKI adalah hoax yang sengaja dibuat oleh rezim Orde Baru dalam meraih kekuasaan bahkan mereka masih mempertanyakan siapa dalang sesungguhnya atas peristiwa tersebut.


Hal ini menimbulkan polemik baru, generasi milenial yang kurang melek sejarah seakan terbawa opini bahwa keberadaan PKI bukanlah sesuatu yang berbahaya, bahkan diantara mereka dengan bangga memakai simbol palu arit yang merupakan simbol komunis, begitu pula timbul pro kontra tentang wajib tidaknya pemutaran film G30S/PKI, ada himbauan untuk tetap menonton dengan tujuan sebagai pengingat kepada masyarakat  ada pula tokoh yang mengatakan nonton atau tidak dikembalikan pada pilihan masing-masing orang.


Di luar dinamika sejarah dan polemik serta pro kontra yang mengiringinya, bagi seorang muslim menyikapi pemikiran komunis maka semua dikembalikan kepada perspektif hukum syara, bagaimana pandangan islam tentang ideologi ini teramat jelas, semua agama dan bentuk metafisika ditolak oleh faham ini, Engels dan Lenin setuju bahwa agama adalah obat atau candu spiritual dan harus dilawan, maka faham komunis tidak mengenal agama dan itu artinya menafikan keberadaan Tuhan, meniadakan adanya al-khalik sebagai Sang pencipta dan semua dinamika kehidupan sekedar refleksi dari materi. Dari satu sisi ini saja sudah sangat jelas Ideologi komunis tidak sesuai dengan fitrah manusia, bertentangan dengan naluri bertuhan yang pasti dimilikki setiap insan, tidak sesuai dengan akal dan tentu berpegang pada faham ini tak akan memberi ketentraman jiwa bagi penganutnya.


Lalu bagaimana kedudukan sosialis terhadap komunisme, secara mudahnya bisa dikatakan komunisme adalah bentuk yang lebih ekstrem dari sosialisme, “Sosialisme” kadang digunakan bergantian dengan “komunisme” tetapi keduanya memiliki  beberapa perbedaan filosofi yang mencolok. Yang terutama, sementara komunisme merupakan sistem politik, sosialisme utamanya merupakan sistem ekonomi yang ada dalam berbagai bentuk di bawah rentang yang lebar dari sistem politik. Pasca runtuhnya Uni Soviet tahun 1991 yang terpecah menjadi negara-negara yang berdiri sendiri , sekaligus menandai berakhirnya perang dingin antara pemerintah Amerika dengan Uni Soviet, hal ini menunjukan bahwa idelogi komunis yang diemban oleh sebuah Negara telah runtuh, praktis kemudian ideologi kapitalislah yang dominan berkembang diberbagai belahan dunia.


Namun meski demikian, pergulatan ideologi sesungguhnya tidak pernah berhenti baik Sosialisme, Kapitalisme maupun Islam akan terus bergesekan diopinikan oleh para pengembannya di tengah-tengah masyarakat dunia. Pada masa ini saat kapitalisme dominan memimpin peradaban kita bisa melihat dan merasakan bagaimana keadaan masyarakat yang rusak dalam berbagai tatanan kehidupan, prinsip kebebasan atau liberalisme menggiring manusia untuk bebas berbuat apa saja berdasarkan hawa nafsunya dengan alasan hak azasi manusia, kebebasan individu sangat dijunjung tanpa memperdulikan sebuah perbuatan itu dibolehkan tidak dalam pandangan islam contohnya mengenai LGBT yang semakin hari semakin berani menunjukan eksistensinya, kehidupan masyarakat semakin materialistis, kepuasan jasadiah dianggap sebagai sumber kebahagiaan bahkan politik bukan lagi soal melayani rakyat tapi tak lebih dari politik transaksional untuk melanggengkan kekuasaan yang merupakan perpanjangan tangan para kapitalis yang semakin mengukuhkan hegemoni mereka untuk menguasai sumber daya alam terutama di negeri-negeri muslim.


Lalu dengan semua fakta tersebut, masihkah dapat diyakini bahwa ideologi sosialisme- komunisme  dan atau ideologi kapitalisme sekuler mampu memberikan perubahan yang lebih baik bagi kehidupan manusia bahkan alam semesta, tentu jawabannya tidak, kedua ideologi ini merupakan produk yang lahir dari akal pemikiran manusia yang terbatas, dan jika demikian secara logikapun kita dapat berpikir bagaimana mungkin produk pemikiran yang terbatas mampu menyelesaikan problematika kehidupan manusia yang komplek, bagiamana bisa mengakomodir segala permasalahan manusia hingga akhir jaman.


Sedangkan Islam, sebagai dien merupakan agama wahyu yang memberikan panduan  dan tuntunan yang lengkap bagi kehidupan manusia, dari A sampai Z, sebagaimana firman Allah yang artinya


 “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu” (QS. Al Ma’idah: 3).


Lalu apa alasan kita meragukan Islam sebagai solusi, renungkanlah ayat berikut!


“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi” (QS. Ali Imran: 85).


Islamlah yang akan membawa manusia kepada kebaikan dunia dan akhirat, yang akan menjaga akal dan aqidah manusia, membawa rahmat kepada seluruh alam, ketika semua hukum-hukum Allah diterapkan dan fikrah-fikrahnya dijadikan rujukan sebagai solusi paripurna atas segala masalah kehidupan.


Wallahu a’lam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak