Kebangkitan LGBT makin Horor

Oleh : Neng RSN


Setelah Mahkamah Agung (MA) Amerika Serikat melegalkan pernikahan sesama jenis di 50 negara bagian melalui keputusan bersejarah pada Jumat (26/6/2015) waktu setempat. (kompas.com, 26/06/15). Menandakan kebangkitan kaum sodom di jaman milenial saat ini. Kaum sodom merupakan umat Nabi Luth yang dimusnahkan oleh Allah SWT.  Kemenangan kaum sodom di Amerika itu terus menjalar ke belahan bumi lainnya, termasuk Indonesia. 


Apalagi ketika MA Indonesia sudah ketok palu untuk menolak kriminalisasi LGBT dan hubungan diluar nikah. (kompas.com, 14/12/17), kaum LGBT di negeri ini seperti mendapatkan angin segar. Zaman jahiliyah modern saat ini, tak sulit menemukan kaum lesbi, gay, biseksual dan transgender (LGBT). Semakin hari semakin bertambah pengikutnya. Berkolaborasi dengan orang-orang liberal, kaum LGBT kini semakin berani menunjukkan eksistensinya di khalayak umum, bahkan malah mendapatkan simpati dan apresiasi.


Hal ini ditandai dengan banyaknya bermunculan komunitas gay dan lesbi di kota-kota besar.  Kebangkitan kaum sodom di negeri juga ini juga ditandai dengan lahirnya komunitas gay di jejaring sosial Facebook. Pengikut komunitas ini bukan hanya orang-orang dewasa namun para pelajar termasuk diantarannya. Melalui komunitas ini, para pecinta sesama jenis mengumbar nafsu dan melakukan transaksi seks dengan bebas.  Astaghfirullah.



Hal ini dibuktikan dengan adanya pemblokiran ratusan situs yang dilakukan Kemenkominfo sejak 2016 lalu. Sebab, perilaku LGBT telah meresahkan masyarakat. Selama 2017 , Kemenkominfo telah memblokir setidaknya 71 aplikasi LGBT yang ada di aplikasi google play. Selain itu, Kemenkominfo juga telah memblokir 12 domain name system (DNS) dan situs Blued, serta 169 website LGBT. (www.republika.cio.id, 01/02/18). Walaupun Kemenkominfo telah melakukan pemblokiran ratusan situs LGBT, namun situs LGBT terus bermunculan lagi dengan alamat yang berbeda. Seperti situs group gay yang ditemukan di Kota Cilegon, jumlah anggota  group gay ini telah mencapai 767 orang. (faktabanten.co.id, 4/10/18)


Bahaya LGBT


Gerakan LGBT ini merupakan buah dari berbagai pemikiran liberalisme, sekularisme, feminisme, dan konsep kesetaraan gender yang mungkin selama ini tanpa sadar kita adopsi. Merasuk kedalam jiwa pribadi individu yang kurang memahami Islam kemudian menjalar kedalam lingkungan keluarga, masyarakat kemudian memaksa negara guna melegalkan  aktivitas kaum ini.  


Semakin banyak komunitas kaum ini dapat dipastikan  akan meningkatkan kemaksiatan, baik kemaksiatan secara seksual maupun kriminalitas. Seperti penyakit yang sampai saat ini belum ditemukan obatnya, yaitu Virus HIV/AIDS akan kian merajalela, karena memang sejauh ini ditularkan oleh kalangan gay. Peningkatan dalam Kasus kriminalitas yang  disebabkan orientasi seksual. Dan juga Angka fertilitas (kelahiran) pun akan menurun, karena perilaku menyimpang kaum ini akan mendorong memunculkan depopulasi/ pengurangan populasi.


Menurut seorang psikolog, kaum ini sangat berbahaya. Ibarat sekte seks yang terus mencari korban baru, sehingga tidak mengherankan jika kebangkitan kaum ini merupakan gerakan yang dapat mengancam sendi kehidupan, mulai dari tatanan keluarga sampai tatanan bernegara. 


Jika kondisi ini dibiarkan tanpa ada tindakan, maka bisa jadi generasi muda negeri ini akan memiliki  mentalitas yang lemah dan rusak, ditambah lagi efek penyebaran virus LGBT dilakukan secara massif dengan dukungan individu, negara dan badan dunia, menyebabkan dampak kerusakan dan destruktif menjadi ancaman nyata bagi masyarakat dan negara.  Namun yang lebih utama dari semua itu adalah perilaku menyimpang kaum itu  hukumnya haram dalam Islam dan merupakan dosa besar. 


Pandangan Islam


 Allah SWT secara tegas menjelaskan, fitrah manusia diciptakan dengan dua jenis, laki [dzakar] dan perempuan [untsa] [Q.s. al-Hujurat: 13]. Allah pun memberikan kepada masing-masing syahwat kepada lawan jenisnya [Q.s. Ali ‘Imran: 14]. Karena itu, Allah menetapkan, bahwa mereka dijadikan hidup berpasangan dengan sesama manusia, pria dengan wanita. Tujuannya, agar nalurinya terpenuhi yaitu naluri melestarikan keturunan (gharizatul nau') yang  fitrahnya ada rasa suka   terhadap lawan jenis, sehingga hidupnya sakinah, mawaddah wa rahmah [Q.s. ar-Rum: 21]. Dari pasangan ini, kemudian lahir keturunan yang banyak, sehingga eksistensi manusia tidak punah [Q.s. an-Nisa’: 1].

Itulah mengapa Allah menjadikan perempuan sebagai ladang bagi pria, agar bisa ditanami, sehingga tumbuh subur dari rahimnya, dan melahirkan keturunan [Q.s. al-Baqarah: 223]. Itulah mengapa juga, Allah memerintahkan pria untuk menikahi wanita yang dicintainya [Q.s. an-Nisa’: 3]. Melarang berzina, apalagi menikah dengan sesama jenis. Karena itu, baik zina maupun sodomi, dan sejenisnya diharamkan dengan tegas. Itu artinya, LGBT ini bukan fitrah. Bukan takdir, bukan kodrat.


Allah SWT pun menyebutkan tindakan seperti kaum Luth as itu dalam QS. Al-A'raf 80, sebagai tindakan keji. Di ayat berikutnya l, pelakunya itu disebut kaum yang melampaui batas. Pada ayat 83, mereka juga disebut sebagai para pelaku kriminal.


Gerakan LGBT yang dilakukan sangat terstruktur, sistematis dan massif yang tentunya harus diatasi oleh berbagai kalangan dari mulai pengambil kebijakan hingga di level individu dalam sebuah keluarga. Dibutuhkan usaha yang bersinergi dari 4 pilar guna membentengi dari penyimpangan perilaku LGBT, yaitu Pertama, mulai  dari diri pribadi sebagai individu yang berusaha belajar dan mengkaji guna memahami  Islam sehingga menjadi pribadi yang beriman serta bertaqwa kepada Allah SWT.  


Kedua, didalam keluarga hendaknya sejak dini anak sudah dididik dengan Islam, dan hukum-hukumnya. Orang tua pun bertanggungjawab penuh terhadap pendidikan anak-anaknya. Rumah sebagai madrasah pertama bagi mereka benar-benar diwujudkan dengan sempurna. Itu meniscayakan pasangan suami-isteri menjadi orang-orang yang paham tentang Islam, mengerti hak dan kewajibannya, termasuk hak dan kewajiban anak-anaknya. Semuanya ditunaikan dengan sempurna. Dengan begitu, celah penyimpangan perilaku pada anak, sejak dini bisa dideteksi dengan mudah, dan diatasi. Sampai hal-hal yang detail, seperti berpakaian, tutur kata, pemisahan tempat tidur, cara berjalan dan sebagainya, semuanya bisa dibentuk sesuai dengan standar hukum Islam.


 Ketiga, masyarakat yang siap melakukan amar makruf nahi Munkar. Masyarakat yang sepakat dengan aturan-aturan Islam tidak akan membiarkan individu di lingkungannya melakukan kemaksiatan yang akan berdampak buruk bagi yang lainnya baik keburukan di dunia (seperti penularan penyakit, bencana, dsb) maupun di akhirat (dosa karena membiarkan kemaksiatan terjadi).


Keempat, Negara merupakan pelaksana guna menerapkan hukum Syariat. Ketika penyimpangan itu terjadi, Negara pun dengan tegas menghukum pelakunya. Sanksi-sanksi yang dijatuhkan dalam Islam kepada pelaku tindak kriminal berfungsi sebagai “zawajir” (pencegah) sangat efektif mencegah orang-orang yang hendak melakukan perbuatan dosa dan kejahatan dan akan menjadi “jawabir” (penebus) atas dosa dari siksaanya di akhirat kelak.

Dalam Syariat Islam, banci/waria atau pelaku LGBT mendapatkan sanksi berat, tak main-main, sanksi bagi banci dari mulai ta’zir  hingga hukuman mati bila ia melakukan perilaku seks yang menyimpang seperti homo seksual. Lelaki banci yang sengaja bertingkah seperti wanita (pura-pura) tidak lepas dari dua keadaan:

Pertama: Pelaku LGBT atau laki-laki yang sengaja bertingkah sebagai banci tanpa terjerumus dalam perbuatan keji, ini tergolong maksiat yang tidak ada had maupun kaffaratnya. Sanksi yang pantas diterimanya bersifat ta’zir (ditentukan berdasarkan pertimbangan hakim), sesuai dengan keadaan si pelaku dan kelakuannya. Dalam hadits disebutkan, Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa sallam menjatuhkan sanksi kepada orang banci dengan mengasingkannya atau mengusirnya dari rumah. Demikian pula yang dilakukan oleh para Sahabat sepeninggal beliau.

Dari Ibnu Abbas, katanya, “Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa sallam melaknat para lelaki mukhannats dan para wanita mutarajjilah. Kata beliau, ‘Keluarkan mereka dari rumah kalian’, maka Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa sallam mengusir Si Fulan, sedangkan Umar mengusir Si Fulan” (HR. Bukhari).

Adapun ta’zir yang diberlakukan meliputi:

1. Ta’zir berupa penjara.

Menurut madzhab Hanafi, lelaki yang kerjaannya menyanyi, banci, dan meratapi kematian pantas dihukum dengan penjara sampai mereka bertaubat. (Al-Mabsuth, 27/205)

2. Ta’zir berupa pengasingan

Menurut madzhab Syafi’i dan Hambali, seorang banci hendaklah diasingkan walaupun perbuatannya tidak tergolong maksiat (alias ia memang banci asli). Akan tetapi pengasingan tadi dilakukan untuk mencari kemaslahatan.(Mughnil Muhtâj, 4/192; al-Fatawa al-Kubra, 5/529)

Ibnul-Qayyim rahimahullâh mengatakan,

“Termasuk siasat syar’i yang dinyatakan oleh Imam Ahmad, ialah hendaklah seorang banci itu diasingkan; sebab orang banci hanya menimbulkan kerusakan dan pelecehan atas dirinya. Penguasa berhak mengasingkannya ke negeri lain yang di sana ia terbebas dari gangguan orang-orang. Bahkan jika dikhawatirkan keselamatannya, orang banci tadi boleh dipenjara” (Badai’ul Fawaid 3/694).

Kedua: banci yang melakukan praktik homo seksual dan lesbi atau pelaku LGBT

Sebagian Hanabilah menukil ijma’ (kesepakatan) para shahabat bahwa hukuman bagi pelaku gay atau homo harus dibunuh. Mereka berdalil dengan hadits:

“Siapa saja di antara kalian mendapati seseorang yang melakukan perbuatan kaum Luth maka bunuhlah pelakunya beserta pasangannya.“ (HR. Ahmad)

Abdullah bin Abbas berkata,

“Ia (pelaku gay) dinaikkan ke atas bangunan yang paling tinggi di satu kampung, kemudian dilemparkan darinya dengan posisi pundak di bawah, lalu dilempari dengan bebatuan.”

Sedangkan Imam Abu Hanifah rahimahullâh berpendapat, 

“Hukumannya adalah ta’zir yang bisa sampai ke tingkat eksekusi, (seperti:) dibakar, atau dilemparkan dari tempat yang tinggi. Sebab para sahabat juga berbeda pendapat tentang cara menghukumnya.” (Al-Mabsuth 11/78).

Ketiga, para wanita pelaku lesbi.

Sementara bagi pelaku lesbi, berbeda dengan homo seksual alias gay. Lesbi adalah perbuatan yang haram. Para ulama menggolongkannya sebagai dosa besar. Para ulama sepakat bahwa pelaku lesbi tidak dihukum had. Karena lesbi bukan zina. Hukuman bagi pelaku lesbi adalah ta’zir, dimana pemerintah berhak menentukan hukuman yang paling tepat, sehingga bisa memberikan efek jera bagi pelaku perbuatan haram ini.

 

Ulama sepakat bahwa tidak ada hukuman had untuk pelaku lesbi. Karena lesbi bukan zina. Namun wajib dihukum ta’zir (ditentukan pemerintah), karena perbuatan ini termasuk maksiat. (Mausu’ah Fiqhiyah, 24: 252).

“Tidak ada hukuman had untuk pelakunya, karena lesbi tidak mengandung jima (memasukkan kemaluan ke kemaluan). Sehingga disamakan dengan cumbuan di selain kemaluan. Namun keduanya wajib dihukum ta’zir.” (Al-Mughni, 9:59). Wallahu a’lam bish shawab.

Begitulah sistem Islam dengan aturan-aturan yang detil, lengkap dan sempurna guna mengatur setiap aktivitas kehidupan manusia dan mengatasi semua problematika kehidupan manusia. Aturan yang  paripurna lagi sahih  karena berasal dari Allah SWT akan  mewujudkan lingkungan yang sehat. Tidak ada yang rusak, apalagi destruktif. Jikapun  ada, maka penyimpangan sekecil apapun menjadi mudah diselesaikan. Tentunya semua itu dapat terwujud jika Islam diterapkan secara kaffah dalam bingkai negara, bukan dalam negara demokrasi dengan sistem kapitalis dan liberal saat ini.  


Wallahu a’lam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak