Kapitalisme dan Runtuhnya Institusi Keluarga

Oleh: Fardila Indrianti, S.Pd

(The Voice Of Muslimah Papua Barat)


"Kamu semua adalah pemimpin dan akan bertanggungjawab terhadap apa yang kamu pimpin. Seorang imam adalah pemimpin manusia dan dia akan bertanggungjawab terhadap rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin bagi anggota keluarganya dan dia akan dimintai bertanggungjawab terhadap mereka. Seorang istri adalah pemimpin rumah tangga suami dan anak-anaknya, dia akan bertanggungjawab terhadap mereka. Seorang hamba adalah penjaga harta tuannya dan dia juga akan bertanggungjawab terhadap harta yang dijaganya. Ingatlah, kamu semua adalah pemimpin dan akan bertanggungjawab terhadap apa yang kamu pimpin." (HR. Bukhari dan Muslim)

Sabda Rasulullah SAW ini adalah pengingat bagi manusia khususnya kepada kaum muslim. Tapi ibarat panggang jauh dari api, yang terjadi pada umat saat ini sangat jauh dari harapan. Hal ini terlihat dari berbagai permasalahan dan fitnah silih berganti yang menimpa kaum muslimin, segala aspek kehidupan telah diserang oleh berbagai pemikiran kufur. Serangan pemikiran-pemikiran ini telah terbukti menjauhkan kaum muslim dari pemahaman Islam. Pemikiran-pemikiran kufur seperti nasionalisme, liberalisme, kapitalisme, gaya hidup hedonisme telah menjadi konsumsi umat akhir jaman. Hal ini tidak hanya masuk di dalam sistem pemerintahan dan masyarakat saja, bahkan institusi terkecil dalam masyarakat yakni keluarga juga tidak luput dari deraannya. Padahal pemikiran dan pemahaman inilah yang justu menghancurkan sendi-sendi kehidupan. 

Sebagai contoh, aktivitas yang dilakukan saat ini hanya didasarkan pada perasaan semata, sehingga suka dan tidaknya ia, baik buruknya aktivitas yang dilakukan tidak lagi bersandar kepada syariat Islam, melainkan diukur berdasarkan asas manfaat yang sifatnya materi belaka. Tidak heran, umat muslim saat ini memilah milah syariat Allah yang sesuai dengan kebutuhan, dan jika tidak sesuai dengan kebutuhan dan perasaan akan ditinggalkan.

Sistem kapitalisme sejatinya menjadi akar permasalahan yang timbul di berbagai negara termasuk Indonesia. Pada kenyataannya sistem ini paling bertanggungjawab atas ketimpangan sosial yang terjadi, ini terlihat jelas antara si kaya dan si miskin, hingga tercipta masyarakat kelas atas dan kelas bawah. 


Dampak kapitalisme terhadap Institusi Keluarga

Keluarga sejatinya merupakan satuan terkecil dalam masyarakat pun tak luput dari kerusakan sistem ini. Di dalam sistem kapitalisme, seorang wanita yang sejatinya adalah istri dan ibu dari anak-anaknya telah beralih fungsi menjadi mesin ekonomi demi mengeluarkan dan menjauhkan keluarga dari kemiskinan. 

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2017, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pekerja perempuan meningkat sebesar 2,33 persen menjadi 55,04 persen dari sebelumnya yaitu, 52,71 persen pada Februari 2016. 

Bahkan, menurut riset dari Grant Thornton tahun 2017, Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai peningkatan terbaik dalam hal jumlah perempuan yang menduduki posisi senior di perusahaan dengan peningkatan dari 24 persen di tahun 2016 menjadi 28 persen di tahun 2017. (Jawapos.com/30/11/2017)

Wanita yang notabene sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya, yang menjadi penenang bagi keluarganya, pengatur dan pengurus rumah tangga pada akhirnya diberikan amanah lain demi membantu perekonomian keluarga, tidak sedikit yang menjalaninya sebagai bagian dari kesetaraan gender yang terus menerus di gaungkan oleh kelompok feminisme. Maka tak pelak, fungsi ibu sebagai madrasah uula' tidak dapat berjalan dengan baik. Penanaman aqidah, syariah, akhlaq serta pembentukan kepribadian anak yang seharusnya diakukan oleh ibu tidak terjadi. 

Banyak faktor yang menyebabkan timbulnya sikap apatis masyarakat saat ini terhadap nilai-nilai keluarga. Padahal sikap tersebut sangat jauh dari sikap dasar manusia. Bagaimana tidak, kesibukan diluar rumah menyebabkan para orang tua rela menitipkan anak-anak mereka kepada orang asing, yang tak jarang terjadi kekerasan fisik dan seksual terhadap anak tersebut. Yang terjadi adalah pengontrolan intensif yang seharusnya dilakukan orang tua tidak lagi diperoleh oleh anak, sehingga tak jarang anak menjadikan lingkungan pergaulan, narkoba, dan seks bebas sebagai pelampiasan berbagai problem yang dihadapinya, sungguh ironis.

Para orang tua pun rela meninggalkan keluarga demi mengejar karir, bagi sebagian perempuan mendapatkan kesuksesan berupa materi dan kedudukan tinggi menjadi kebanggaan besar, namun tidak jarang untuk memperoleh semua itu mereka rela mengorbankan waktu dan kesempatan berkumpul dengan keluarga. 

Sejatinya semua kesuksesan itu jauh dari fitrah seorang ibu yang kebahagiaan bersama keluarga tidak dapat diukur dengan materi. Tidak jarang kesibukan suami dan istri diluar rumah mengakibatkan timbulnya pertengkaran hingga berujung perceraian, bahkan tidak sedikit yang disebabkan karena orang ketiga.

Berdasarkan data dari Dirjen Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung pada periode 2014-2016 perceraian di Indonesia trennya memang meningkat. Dari 344.237 perceraian pada 2014, naik menjadi 365.633 perceraian di 2016. Rata-rata angka perceraian naik 3 persen per tahunnya. 

Menurut Dirjen Bimas Islam Kemenag, Prof Muhammadiyah Amin, tingginya angka perceraian tersebut didasari oleh berbagai latar belakang. Berdasarkan penelitian, meningkatnya permasalahan perkawinan dan keluarga salah satunya disebabkan karena ketidakmampuan suami-istri dalam mengelola kebutuhan maupun membangun hubungan satu sama lain. (Republika.co.id/21/1/2018)

Dampak lain yaitu fungsi kepemimpinan seorang suami akan terkikis bahkan semakin lama akan hilang. Ketaatan terhadap suami tidak lagi dijadikan sebuah kewajiban dan penghormatan seorang istri tetapi justru dianggap sebagai sebuah pengekangan. Di sisi lain suami pada akhirnya tidak memiliki perhatian lagi terhadap istrinya karena menganggap sang istri sudah sanggup mandiri dalam menghidupi dirinya sendiri. Maka yang banyak terjadi adalah ikatan yang seharusnya kuat dan sakral antara suami istri berubah menjadi ikatan yang sifatnya formalitas belaka. Struktur keluarga berjalan tidak seimbang, ayah yang seharusnya berkewajiban menafkahi dan menjadi pemimpin di dalam keluarga pun seolah tergeser dengan dominasi istri di dalam keluarga. Posisi yang seharusnya ditetapkan syariah berada di pundak laki-laki dipaksa beralih ke pundak perempuan. Ini adalah sesuatu yang sangat bertentangan dengan fitrah manusia. 

Anak-anak korban perceraian tak lebih baik keadaannya. Fakta yang terjadi adalah anak menjadi frustasi, masalah yang seharusnya dapat dibagi kepada keluarga tidak dapat lagi dilakukan. Akibatnya anak mencari pelampiasan masalah di luar rumah, yang justru menimbulkan problem yang lebih besar hingga tidak jarang pelampiasannya berujung pada narkoba, seks bebas, dan sebagainya. Jika sudah seperti ini maka fungsi keluarga akan runtuh. Rumah tidak lagi menjadi tempat yang nyaman bagi anggota keluarga. Bahkan fungsi dan kontrol orang tua terhadap anak tidak lagi ada. Sehingga wajar jika kenakalan remaja semakin meningkat.


Kembali Kepada Sistem Islam

Dari fakta-fakta yang ada maka jelas bahwa sistem kapitalisme adalah candu yang merusak tatanan kehidupan manusia, menjauhkan manusia dari fitrahnya sebagai hamba Allah Ta'ala hingga meruntuhkan fungsi keluarga. Kapitalisme terbukti gagal menyelesaikan persoalan yang dihadapi manusia bahkan menimbulkan berbagai kerusakan dan permasalahan baru. Dapat kita lihat, kaum perempuan saat ini tak ubahnya seperti perempuan pada masa sebelum Islam hadir. Dari semua fakta pahit ini, apa kita masih ingin berada pada sistem yang rusak ini? 

Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengingatkan kita dalam surah Al-Ma'idah ayat 50 yang artinya, "Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang telah yakin?" (TQS. Al-Ma'idah[5]: 50)

Islam hadir sebagai sebuah sistem dan solusi tuntas dalam menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi umat saat ini. Persoalan mendasar yang harus dilakukan adalah membuang sistem kufur yang rusak dan mengembalikan kepada sistem yang mampu memberikan solusi tuntas dan adil, sistem yang berasal dari Allah Ta'ala, yaitu sistem Islam. Sistem Islam telah terbukti membawa umat kedalam kemuliaan, sistem yang mampu menghantarkan peradaban manusia menjadi lebih baik serta membawa rahmat bagi manusia secara menyeluruh. 

Sebagai sebuah sistem, Islam memiliki aturan yang komprehensif yang mampu menjamin dan memberikan keadilan bagi siapapun termasuk kaum perempuan. Islam memandang perempuan sebagai sosok yang mulia, yang memiliki tanggung jawab besar dalam mendidik generasi dan menjadi penanggungjawab dalam mengatur dan mengurus rumah tangga. Kedudukannya sebagai istri dan ibu seharusnya menjadikan ia tidak boleh bersusah payah dalam membantu perekonomian keluarga. Dengan begitu hak dan kemuliaannya sebagai perempuan dapat terjaga serta tanggungjawabnya sebagai istri dan ibu dapat berjalan dengan baik. 

Dalam pandangan Islam, laki-laki memiliki kewajiban untuk menafkahi keluarganya sehingga perempuan dapat fokus mengurusi keluarga. Negara juga punya andil besar sebagai pusat sentral dalam menjamin kelangsungan hidup setiap keluarga, yang artinya negara menyediakan lapangan pekerjaan bagi laki-laki. Negara bertanggungjawab dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya terkait masalah kesehatan, pendidikan, pekerjaan dan keamanan.  

Oleh sebab itu hendaknya kita menyadari bahwa segala kesulitan dan kerusakan yang terjadi saat ini bersumber dari rusaknya keluarga yang menjadi dasar sebuah peradaban, peradaban yang menerapkan sistem-sistem rusak buatan manusia, serta mengabaikan aturan-aturan Allah Ta'ala. Sudah saatnya umat sadar bahwa jalan terbaik untuk memperbaiki segala kerusakan ini adalah kembali kepada jalan Islam, jalan yang akan memuliakan dan mengembalikan fitrah manusia. 

Semua itu dapat terjadi jika manusia mau menerapkan segala aturan Islam secara menyeluruh dalam naungan sistem pemerintahan Islam. Melalui sistem ini, penguasa dan rakyat akan saling menjaga. Penguasa menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pengatur urusan umat, sedangkan rakyat termasuk didalamnya keluarga memiliki peran dalam menasehati dan mengoreksi penguasa sehingga semua dapat berjalan bersinergi sesuai syariat Allah. Jika sistem kapitalisme telah nyata meruntuhkan institusi keluarga, maka sudah saatnya sistem ini kita buang, dan berganti dengan sistem yang berasal dari Al Khaliq yakni Allah Subhana wa Ta'ala, yaitu sistem pemerintahan Islam yang akan menerapkan aturan-aturan Islam secara menyeluruh.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak