Jarah-menjarah Dibalik Musibah, Siapa Yang Salah ?

Merli Ummu Khila 


Musibah beruntun menimpa negeri ini, seperti nya tuhan masih mau menguji hambanya. Belum pulih lombok berbenah, kini Kota Palu, Sigi dan Donggala di timpa bencana gempa dan tsunami. 


Terjadi gempa susulan yang lebih besar dengan 7,7 skala ritcher kemudian direvisi 7,4 SR dengan kedalaman 10 kilometer. Pusat gempa berada di jalur sesar Palu Koro.Tsunami menerjang Palu, Sulawesi Tengah. Kawasan tersebut merupakan kawasan permukiman padat, selain banyak warga yang beraktifitas di pantai.


Di tengah duka yang menyelimuti warga Palu , media dihebohkan oleh berita memalukan, bahkan berita nya sampai ke mancanegara. Aksi penjarahan dimana - mana. Seperti nya banyak warga yang memanfaatkan situasi. Hal ini berawal ketika ada media yang mengabarkan bahwa pemerintah seolah memperbolehkan warga "menjarah" swalayan.


Ketika pengungsi banyak yang kekurangan makanan dan minimal, pemerintah atas nama Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo memberikan statement : "Alfamart-alfamart itu tolong dibuka, dijaga, diinventarisir ngambil apa,ngambil apa, nanti dibayar. Pokoknya toko-toko kelontong yang jual air minum, jual supermi, ambil dulu saja, termasuk bahan bakar," kata Tjahjo, 30 September seperti dikutip dariKompas TV . Ucapan Tjahjo yang kemudian tersebar luas itu kemudian diartikan sebagai izin dari pemerintah untukmelakukan penjarahan.


Tapi kenyataannya banyak sekali toko elektronik, showroom, bahkan ATM pun di bobol. Lalu siapa yang mau di salah kan?. Dalam situasi apapun yang nama nya mengambil barang tanpa izin itu bukan lah sesuatu yang bisa di benarkan. Mereka menjarah bukan lagi untuk menghilangkan rasa lapar, tapi yang muncul sifat ketamakan dan kebrutalan dengan mengambil yang bukan hak nya. 


Bencana di Palu seharusnya menjadi perhatian pemerintah,jika statement pemerintah seperti itu seolah terlihat sekali bahwa pemerintah tidak siap dalam menanggulangi bencana. harus ada upaya maksimal dari pemerintah sebagai pelayan rakyat. 

Melihat kondisi pengungsi yang menyedihkan, mayat yang masih bergelimpangan,minimnya relawan dan lamban nya penyaluran bantuan memperparah keadaan, membuat masyarakat kehilangan akal sehat, dan aksi penjarahan pun menjadi berita dunia. Betapa caruk maruk nya negeri ini. Tapi masyarakat tidak bisa berbuat  banyak, sebatas memberi donasi yang mereka bisa, pemerintah lah yang mempunyai kewenangan penuh menanggulangi bencana. 


Presiden mempunyai kekuasaan penuh memberikan perintah pada menteri, bukankah banyak badan negara terkait yang bisa bergerak, Petugas BPBD, TNI, Polri, Basarnas, SKPD, dan relawan siap diterjunkan dengan menaikan status nya menjadi bencana nasional. 

Beginilah Jadi nya jika sistem nya sudah salah. Demokrasi yang menuhankan jumlah suara yang membuat terpilihnya pemimpin – pemimpin yang tidak amanah. Bagaimana tidak,akhlak seorang calon pemimpin atau calon wakil rakyat tidak dijadikan persyaratan untuk menjadi seorang pemimpin. Hanya dengan merekrut suara terbanyak dua bisa mengepalai sebuah daerah atau negara, dan itu perlu modal. Dan kebanyakan dari mereka yang terpilih cenderung tidak berpihak pada rakyat. 


Harus nya ketika mendapat musibah, sebagai hambanya hendaknya kita muhasabah atas apa yang sudah kita perbuat dan bertaubat seperti di perintah kan Rasulullah, Suatu kali di Madinah terjadi gempa bumi. Rasulullah SAW lalu meletakkan kedua tangannya di atas tanah dan berkata, “Tenanglah … belum datang saatnya bagimu.” Lalu, Nabi SAW menoleh ke arah para sahabat dan berkata, “Sesungguhnya Rabb kalian menegur kalian … maka jawablah (buatlah Allah ridha kepada kalian)!”


Dan sebagai pemerintah harusnya berusaha sekuat  tenaga menanggulangi bencana seperti yang di contohkan khalifah Umar bin Khattab RA pada saat daerah Hijaz benar-benar kering kerontang akibat musibah paceklik pada akhir tahun ke 18 H, tepatnya pada bulan Dzulhijjah, dan berlangsung selama 9 bulan yang diceritakan dalam At-Thabaqâtul-Kubra karya Ibnu Sa’ad. Penduduk-penduduk pedesaan banyak yang mengungsi ke Madinah dan mereka tidak lagi memiliki bahan makanan sedikitpun. Mereka segera melaporkan nasib mereka kepada Amîrul Mukminîn Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu.

Umar Radhiyallahu ‘anhu cepat tanggap dan menindaklanjuti laporan ini. Dia segera membagi-bagikan makanan dan uang dari baitul mâl hingga gudang makanan dan baitul mâl kosong total. Dia juga memaksakan dirinya untuk tidak makan lemak, susu maupun makanan yang dapat membuat gemuk hingga musim paceklik ini berlalu.

Adanya bencana alam pada suatu tempat adalah bagi an dari qadha-NYA yang tidak ada seorang pun yang mampu mencegahnya. Namun ada upaya untuk mengantisipasi jika bencana terjadi. 

Manajemen penanganan bencana alam disusun dan dijalankan dengan berpegang teguh pada prinsip “wajibnya seorang Khalifah melakukan ri’ayah (pelayanan) terhadap urusan-urusan rakyatnya”. Pasalnya, khalifah adalah seorang pelayan rakyat yang akan dimintai pertanggungjawaban atas pelayanan nya terhadap rakyat nya. 


#PenulisIdeologis

#PegiatDakwah

#MuslimahNegarawan

#MemberAmk5



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak