Oleh Yury Purnama Indah S.Pd
Guru merupakan pahlawan tanpa tanda jasa. Banyak jasa yang dilakukan oleh para guru untuk mendidik dan mencerdaskan siswa-siswanya tanpa mereka meminta sebuah penghargaan dari pemerintah. Banyak guru yang ikhlas hanya menerima upah alakadarnya untuk menjadikan murid mereka seorang dokter, polisi, tni, dan orang-orang hebat lainnya. Peran guru dalam pendidikan sangatlah penting terutama agar terciptanya pendidikan yang berkualitas. Namun, sayangnya peran yang penting ini seolah-olah dipandang sebelah mata, hingga banyak sekali guru yang tidak dihargai pengorbanannya dalam mendidik siswa. Salah satunya dengan tidak terjaminnya kehidupan guru, terutama guru honorer. Di tengah persaingan zaman, para guru honorer harus bersaing agar bisa mendapatkan kesempatan untuk mengikuti seleksi CPNS dengan tujuan agar hidup mereka jauh lebih baik dan terjamin.
Pada tanggal 17 september 2018 kemarin, para guru honorer kategori dua (K2) di Karawang, Jawa Barat menggelar aksi gerakan penolakan atas rekrutmen CPNS 2018 (jpnn.com). Hal ini terjadi karena banyaknya guru honorer yang meminta untuk dihapuskannya syarat usia dan tingkat pendidikan yang dinilai menyulitkan mereka untuk mengikuti seleksi tes CPNS. Kebanyakan guru honorer kategori dua ini telah memasuki usia di atas 35 tahun, tetapi masa pengabdian mereka sudah cukup lama dan seharusnya mereka layak menjadi kandidat peserta CPNS.
Sayangnya pemerintah seolah-olah sangat menyulitkan para pahlawan tanpa tanda jasa tersebut untuk menjadi PNS. Padahal menjadi seorang PNS adalah dambaan hampir seluruh guru. Mereka merasa hidupnya akan lebih terjamin apabila telah mampu menjadi seorang guru PNS. Sehingga saat bertugas dalam mencerdaskan bangsa mereka tidak lagi akan khawatir dengan kesejahteraan mereka dan keluarga. Para guru honorer cukup berkonsentrasi dan fokus dalam mendidik siswanya. Namun, keinginan itu sepertinya sangatlah sulit terwujud pada sistem saat ini. Di mana pemerintah seharusnya mempermudah rakyat agar hidup sejahtera dengan menjamin kehidupan setiap rakyatnya, tetapi yang terjadi malah sebaliknya.
Kesejahteraan guru yang minim tidak akan pernah terjadi lagi apabila sistem yang diterapkan saat ini adalah sistem yang berasal dari Allah Swt. Karena Allah Swt.lah yang Maha ADIL, Maha Tahu atas kebutuhan hamba-hambaNya. Terbukti pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab setiap guru/pengajar sangat dihargai jerih payahnya dan dicukupkan kebutuhannya. Saat itu guru mendapat gaji sekitar Rp 33.870.000/bulan (jendela-infokom.blogspot.com). Masya Allah sungguh berbeda jauh dengan pendapatan guru saat ini. Apabila sistem islam diterapkn saat ini, niscaya kesejahteraan rakyat serta para guru akan jauh lebih terjamin. Maka marilah kita terapkan sistem yang dibuat oleh Rabb kita, Rabb yang Maha Mengetahui setiap diri kita, insya Allah bila kita hidup sesuai dengan pedomannya (Al-Quran dan Sunnah) niscaya hidup ini jauh lebih berkah dan indah. Wallahu A’lam..