Oleh : Nafisah Mumtazah
Guru, pelita didalam gelap gulita jasamu sungguh tiada Tara. Kata - kata manis wujud penghormatan ini mungkin sudah tak asing lagi ditelinga kita karena waktu di sekolah sering mendegar atau menyanyikan lagu ini. Untuk mengenang jasa - jasa mereka.
Dari sini maka label yang disematkan kepada para pendidik sebagai pahlawan tanpa tanda jasa memang sangatlah pantas. Bagaimana tidak ? Begitu luar biasa jasa seorang guru dalam mecerdaskan anak - anak bangsa. Tanpanya, pendidikan hanya berakhir menjadi slogan muluk. Guru adalah pekerjaan mulia. Tugasnya adalah mendidik, bukan hanya satu atau dua orang saja, tapi lebih dari itu.
Bisa dikatakan masa depan generasi yang akan datang bergantung pada para pendidik ini. Karena guru memiliki peran yang cukup besar didalam membentuk generasi yang akan datang.
Guru, bukanlah suatu pekerjaan yang mudah bisa dikatakan para pendidik ini sebagai orang tua kedua bagi anak didiknya. Mereka rela mencurahkan ilmunya baik formal maupun non formal, kepada para siswa supaya bermanfaat, pada saat mereka terjun ke masyarakat nanti.
Tak hanya sekedar mencurahkan ilmu saja, tapi juga waktu, harta, tenaga, pikiran untuk para siswanya, supaya jadi generasi yang mumpuni dan berkualitas. Karena para guru ini sadar bahwa pendidikan adalah tonggak bagi kemajuan sebuah bangsa.maka dari situlah, mereka bekerja keras walau gajinya tak seberapa.
Sungguh kontras ternyata tugas berat seorang guru tak sebanding dengan fasilitas yang di terimanya. Selama ini kita sering dengar bahwa gaji guru, apalagi guru honorer, sangat kecil tak bisa mencukupi kebutuhanya sehari - hari. Bahkan mereka ada yang terpaksa mencari pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhannya itu.
Dilansir dari m.detik.com (2/5 ), seorang guru honorer yang bernama Fristy, Kabupaten Bekasi, beliau mengaku, gajinya sebagai guru honorer paling tinggi sebesar Rp 1,2 juta / bulan. Itupun bisa dia dapat bila mengajar hingga 24 jam pelajaran dalam satu bulan.
Fristy, mengatakkan gajinya tersebut tidak mencukupi untuk kebutuhan hidupnya. Untuk mengakalinya, Fristy juga harus bekerja di tempat lain untuk bisa menutupi kekurangan dari gajinya sebagai guru honorer. " Karena kalu mengandalkan ( penghasilan ) dari guru honorer nggak cukup. Jadi kalau saya kan ada jaam ( kerja ) diluar, nggak ( hanya ) harus kerja di sini ( jadi guru honorer ) ",kata Fristy kepada detik Finance Jakarta.
Bahkan pengangkatan untuk menjadi pegawai negeri pun senantiasa terhambat bagi guru honorer, mereka hanya bisa gigit jari menerima kenyataan pahit ini. Masalah pembatasan usia pengangkatan guru honorer, regulasi yang tidak mendukung, sampai masalah mengangkat ratusan guru honorer dalam waktu bersamaan akan menjadi beban tersendiri bagi anggaran negara, semua inilah yang menjadi hambatan untuk mensejahterakan pehlawan tanpa tanda jasa ini
Sistem sekuler menempatkan sistem pendidikan hanya sebagai komponen ekonomi, yakni sebagai bagian pencetak mesin industri bukan pembangunan peradaban sehingga kental dengan hitungan untung dan rugi. Jika pemerintah masih berpikir panjang dalam mengangkat guru honorer, terus kemana lagi mereka menggantungkan harapanya ? Harus kemana lagi mereka meminta keadilan kesejahteraan untuk dirinya ? Apa pemerintah tidak berfikir betapa besarnya jasa para pendidik ini untuk kemajuan sebuah bangsa ? Ini tidak mungkin terjadi kalau semua masalah ini diselesaikan bukan dengan aturan buatan manusia tapi dengan aturan Allah yang sempurna.
Posisi Guru Dalam Islam
Didalam Islam tak ada kata - kata regulasi tidak mendukung. Tak ada juga hukum harus revisi atau tambal sulam aturan dan bahkan harus menunggu bertahun - tahun untuk menggolkan rancangan sebuah undang - undang. Islam memandang pendidikan adalah hak dasar rakyat yang harus di penuhi negara. Sehingga negara memperhatikan penuh mulai dari tim pengajar hingga fasilitas yang menunjang pendidikan, misalnya perpustakaan, laboratorium dan sarana lainnya.
Sejarah telah mencatat bahwa guru dalam Daulah Islam mendapatkan penghargaan yang tinggi dari negara termasuk pemberian gaji yang melampaui kebutuhannya. Gaji tersebut di ambil dari pendapatan negara ( Baitul Mal ) yang berasal dari jizyah, kharaj ( pajak tanah ), dan usyur ( pungutan atas harta non muslim yang melintasi tapal batas negara ).
Di riwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah dari Sadaqoh Ad-Dimasyqi, dan Al- Wadl-iah bin Atha, bahwasanya ada tiga orang guru di madinah yang mengajar anak - anak dan khalifah Umar bin Khattab memberi gaji lima belas dinar ( 1 dinar = 4,25 gram emas, 15 dinar = 63,75 gram emas, bila saat ini 1gram emas Rp 500 ribu, berartu gaji gury pada saat itu setiap bulannya sebesar 31.875.000 ).
Subhannallah......
Sungguh luar biasa, dalam Daulah Islam kesejahteraan para guru benar - benar terjamin, sehingga mereka bisa memberi perhatian penuh kepada anak didiknya tanpa harus di pusingkan lagi membagi waktu dan tenaga untuk mencari tambahan pendapatan. Selain mendapatkan gaji yang besar mereka juga mudah mengakses sarana dan prasarana untuk meningkatkan kualitas mengajarnya. Hal ini tentu akan membuat guru bisa fokus untuk menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pencetak SDM berkualitas yang dibutuhkan negara untuk membangun peradaban yang agung dan mulia.
Dengan demikian kesejahteraan para guru akan di dapat ketika Syariat Islam di terapkan.Dan tidak ada lagi pahlawan tanpa tanda jasa yang jasa - jasanya terabaikan. Wallahu' alam bi as shawab.[]