Oleh: Nani Salna Rosa (Aktivis Dakwah Islam Kaffah tinggal di Kabupaten Bandung)
Festival Pesona Palu Nomoni III menyisakan kesedihan. Ratusan orang yang bersiap mengisi acara festival di pantai palu sebagian hilang terbawa tsunami. Sebelum tsunami datang kota palu terlebih dahulu di goncang gempa dengan kekuatan 7,4 skala Richter pada hari jum’at (28/9) pukul 18.02 WITA dan meluluhlantakkan ibu kota sulawasi tengah itu.
Bertepatan dengan hari ulang tahun kota tersebut yang ke-40, Jembatan Ponulele atau yang dikenal Jembatan Kuning yang menjadi kebanggaan pemkot palu. Tidak lagi bisa dibanggakan bahkan dipamerkan.
Sekarang yang terbentang hanyalah penderitaan. Karena musibah yang terjadi di kota itu, ribuan mayat bergelimpangan dimana-mana. Gedung-gedung megah roboh, jalan-jalan terbelah. Dan yang paling parah adalah, beberapa kawasan hilang di telan bumi, bagaikan tidak pernah ada kehidupan sebelumnya.
Dari pengamatan seorang pakar Amerika menyebut, ini adalah fenomena likuifaksi yang paling mengerikan yg pernah ia lihat. Tanah seperti hilang kekuatan untuk menahan beban diatasnya dan menelan bangunan-bangunan itu. Dari citra satelit menunjukan tiga kawasan yang tadinya padat dengan penduduk rata dengan tanah, bak hilang ditelan bumi.
Para korban yang selamat menggambarkan betapa mengerikannya gempa yang disertai tsunami dan likuifaksi ini. Sampai-sampai pada saat kejadian, mereka tidak dapat lagi berfikir apa yang harus mereka perbuat untuk menyelamatkan hidup diri dan keluarganya.
Sebagian lagi mengaitkan kejadian ini sebagai azab Allah, karena mereka menyadari bahwa dikota mereka banyak yang bermaksiat. Bahkan LGBT kian marak, perjudian kelas atas dengan omset besar, dan yang paling dianggap bertentangan dengan agama ialah ritual Balia, ritual kemusyrikan yang sudah lama tidak ada itu di adakan kembali oleh pemkot yang akan diadakan sebagai acara utama di Festival Nomoni itu.
Padahal para ulama telah mengingatkan pemkot agar tidak mengadakan acara Balia itu. Tapi pemkot seolah tidak mendengar peringatan itu, mereka sama sekali tidak menggubris. Padahal sudah dua kali berturut-turut, setiap akan di adakan acara tersebut alam seolah marah dan tidak setuju, dengan menurunkan angin topan dan hujan besar untuk membatalkan acara tersebut.
Warga Palu dan Donggala kini tinggal di pengungsian. Namun pengayoman dari negara belum jua didapatkan. Banyak warga masih mengeluh tak mendapatkan bantuan. Bahkan ada yang kesal, sampai menggelar aksi unjuk rasa memasak batu ketika ada media internasional ke tempat mereka.
Kini rakyat Palu dan Donggala hanya bisa pasrah. Karena negara yang mereka harapkan, saat ini masih berkonsentrasi untuk pencitraan. Alokasi anggaran bagi mereka masih kalah jauh bila dibandingkan dengan jamuan IMF dan Bank Dunia.
Terbukti Negara terlihat gagap dalam menghadapi kondisi darurat ini. Rakyat saat ini hanya bisa bersabar dan berintropeksi diri. Memohon ampunan kepada Ilahi serta memohon kepada-Nya agar diberi jalan terbaik bagi mereka. Karena hanya itu yang dapat mengobati duka mereka.
Kembali ke jalan Allah adalah jalan yang terbaik, sebagai mana firman Allah yang tertera pada Surat Al-Baqaroh Ayat 208 : “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian kedalam islam secara kaffah (menyeluruh). Dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu”.
Allaahu a'lam bi ash-showwab