Eksploitasi Perempuan dalam Dunia Kerja



Oleh : Andriyani (Mahasiswi UHO)


Dalam pertemuan IMF dan World Bank kemarin yang diselenggarakan Indonesia sebagai tuan rumah, ekonomi Indonesia disorot dalam kaca global. Salah satunya terkait pemberdayaan  perempuan dalam dunia kerja. Dalam acara seminar bertajuk “Empowering Women in the Workplace”, dijabarkan mengenai gambaran pusat pasar komoditi dalam memajukan ekonomi. Khususnya dalam era ekonomi digital saat ini, yakni dengan menjadikan perempuan sebagai agen komersial di pasar global.

Seperti yang diungkapkan menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati, perempuan berhak keluar rumah bekerja seperti halnya laki-laki yang dapat menghasilkan pundi-pundi rupiah. “Mereka juga berhak keluar rumah untuk bekerja seperti hal kaum laki-laki, kalau mereka punya anak maka skala untuk bekerja jadi terhambat” ungkapnya (finance.detik.com, 9/10/2018).

Data Badan Pusat Statistik (BPS) PADA Februari 2017, Tingkat Pertisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pekerja perempuan meningkat sebesar 2,33 persen menjadi 55,04 persen dari sebelumnya yaitu 52,71 persen pada Februari 2016. Data tersebut adalah fakta jika semakin hari  para perempuan berbondong-bondong untuk menunjukkan eksistensinya di dunia kerja. 

Eksploitasi Berujung Negatif

Banyak pihak yang menilai positif mengenai eksistensi yang ditunjukkan oleh kaum perempuan di ranah kerja. Namun, tanpa sadar sebenarnya hal itu merupakan ekploitasi berujung negatif bagi kaum perempuan. Bagaimana tidak, kita tentu mengetahui jika dunia kerja saat ini memiliki berbagai standar yang harus dipenuhi oleh pekerjanya. Dimulai dari kostum yang telah ditentukan  hingga jam kerja yang harus ditaati. 

Tak jarang, poin “Berpenampilan Menarik” menjadi pelengkap  syarat untuk kerja. Dalam versi jaman sekarang, berpenampilan menarik bagi perempuan identik dengan menampakkan aurat mereka. Pada sebagian besar kasus bahkan pelarangan menggunakan hijab tatkala sedang bekerja menjadi hal yang biasa.  Jika pun boleh menggunakan, maka dapat dipastikan tidak akan sesuai dengan tuntutan syariat, seperti ketat misalnya, sehingga menampakkan lekuk tubuh mereka.

Jam kerja yang telah ditetapkan juga menjadi salah satu poin yang harus ditaatinya. Akibatnya, waktu buat keluarga menjadi berkurang. Bagi yang sudah berkeluarga tentu saja ini akan menimbulkan dampak negatif bagi suami maupun anaknya. Wajar, berbagai kasus menyedihkan yang terjadi pada generasi saat ini, seperti tersandung kasus narkoba ataupun tawuran antar pelajar misalnya, sedikit banyak diakibatkan oleh berkurangnya pengawasan dari keluarga, termasuk sang Ibu.

Berbagai dampak negatif tersebut tidak menyurutkan mereka untuk berkiprah dalam dunia kerja demi mendapat pundi-pundi rupiah. Menjadi hal yang wajar sekarang, jika semakin banyak materi yang didapatkan, maka kebahagiaan itu juga semakin besar.

Itulah dampak dari diterapkannya konsep ekonomi ala Kapitalisme saat ini, yang mengagungkan materi (uang) untuk mencapai kebahagiaan dengan berlandaskan asas manfaat sebagai tolak ukurnya. Perihal itu telah berhasil menjerumuskan perempuan di lembah kehinaan dengan menghilangkan fungsi kodratinya sebagai ummu warobbatul bait (ibu sekaligus pengatur rumah tangga), dan menghilangkan kemuliaan mereka.  

Islam Memuliakan Perempuan

Islam sangat memuliakan perempuan, berbeda dengan pandangan sistem Kapitalisme. Islam memandang perempuan yang memutuskan untuk terjun ke ranah kerja merupakan hal yang mubah. Tentu saja dengan tetap menjaga kemuliaannya. Seperti tidak diperbolehkan mengumbar aurat, atau pun tidak mengabaikan peran utamanya sebagai ibu rumah tangga.

Telah terbukti, saat Islam diterapkan secara kaffah (menyeluruh) oleh negara, kedudukan perempuan begitu diperhatikan. Peran mereka sebagai ummu warobbatul bait juga sangat maksimal. Wajar, pada masa itu lahir ulama ataupun ilmuwan sekaliber Imam Syafi’i dan  Ibnu Sina. Pengeksploitasian mereka dalam ranah kerja seperti sekarang juga tidak ada. Tentu saja, hal tersebut hanya ada ketika sistem Kapitalisme sekarang yang menggiring perempuan untuk melupakan peran utamanya diganti dengan aturan yang lebih baik. Maka Islam menjadi pilihan satu-satunya. Wallahua’alam. 





Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak