Dalam Islam, Guru Honorer Dijamin Sejahtera

Oleh: N. Vera Khairunnisa


Saat ini, dunia pendidikan di Indonesia sedang dihadapkan pada problem seputar guru honorer.  Sebagian guru honorer melakukan protes atau unjuk rasa. Hal ini dilatarbelakangi adanya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan PNS dan Pelaksanaan Seleksi CPNS 2018. 


Merasa tidak setuju atau keberatan dengan aturan tersebut, maka para guru honorer kategori dua (K2) di berbagai daerah pun melakukan protes. Di Karawang, Jawa Barat, bentuk protes ditunjukkan para guru honorer dengan tidak mengajar pada tanggal 17 September.


Koordinator Daerah (Korda) Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I) Karawang Ahmad Gojali mengungkapkan, sekitar 4.000 koleganya melakukan aksi mogok mengajar sebagai bentuk protes atas penerimaan CPNS 2018. (jpnn. com, 17/09/2018)


Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko meminta pekerja honorer tak memaksakan kehendak untuk mengikuti seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2018. Pasalnya, ada aturan yang harus dipatuhi untuk menjadi PNS.


Diketahui, ratusan guru honorer mendadak mogok kerja di beberapa daerah. Mereka meminta syarat usia dan tingkat pendidikan dihapuskan agar dapat mengikuti seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2018. (okezone. com, 20/09/2018)


Untuk menyelesaikan sebuah problem, maka harus diketahui penyebabnya terlebih dahulu. Sehingga akan tepat dalam menyelesaikan atau mencari jalan keluarnya. Begitu pula dalam menyelesaikan problem guru honorer.


Tak bisa dipungkiri, keinginan guru honorer untuk menjadi PNS adalah karena untuk memperjuangkan gaji yang lebih layak. Seorang guru honorer, gajinya paling besar hanya satu juta. Dengan uang segitu, tentu saja sangat sulit untuk bisa memenuhi seluruh kebutuhan pokok.


Sedangkan untuk PNS, gaji yang akan diterima bisa sampai tiga atau empat juta. Meski tidak terlalu besar jika melihat kondisi saat ini yang serba mahal, namun jauh lebih baik dibanding gaji guru honorer.


Jika diteliti lebih dalam, sebagaimana pendapat para ideolog muslim, penyebab utama munculnya problem terkait guru honorer ini adalah karena Indonesia menerapkan sistem kapitalisme. Sistem ini meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendidikan.


Dalam sistem kapitalisme, pendidikan dijadikan sebagai komponen ekonomi, yakni sebagai pencetak mesin industri, sehingga sangat kental dengan hitung-hitungan untung rugi.


Sehingga wajar jika dalam sistem ini, aturan yang ada tidak akan sanggup memberi keadilan semua pihak, termasuk dalam hal ini adalah aturan CPNS yang tidak menjamin kesejahteraan para guru honorer. Padahal status mereka adalah guru. Mereka menjalankan kewajiban dalam mendidik generasi, sama halnya dengan guru PNS. Sehingga mereka pun layak untuk mendapatkan kesejahteraan.


Dalam Islam, pendidikan merupakan hal yang sangat vital. Islam betul-betul serius memperhatikan masalah pendidikan. Hal ini bisa dilihat dari dalil-dalil yang menjelaskan tentang keutamaan ilmu, keutamaan para penuntut ilmu, dan juga pahala berlimpah bagi mereka yang mengajarkan ilmu.


Salah satu bentuk keseriusan Islam dalam memperhatikan pendidikan adalah dengan menyiapkan anggaran pendidikan dari Baitul Mal yang akan dipakai untuk membiayai seluruh kebutuhan di dunia pendidikan, termasuk untuk membayar gaji guru.


Sistem Islam menetapkan dua sumber pendapatan Baitul Mal yang dapat digunakan untuk membiayai pendidikan. Pertama, pos fa'i dan kharaj, ghanimah, khumus, jizyah dan dharibah. Kedua, pos kepemilikan umum seperti tambang minyak dan gas, hutan dan laut.


Jika dua sumber pendapatan itu tidak cukup dan dikhawatirkan berdampak negatif bagi keberlangsungan pendidikan, sedangkan pendidikan merupakan kebutuhan vital, maka negara wajib segera mencukupinya dengan cara berhutang. Bukan utang ribawi seperti sekarang tentunya.


Jadi, sebegitu tanggung jawabnya negara (Islam) terhadap kebutuhan pendidikan. Tidak akan membiarkan para pendidik atau guru terdzalimi atau tidak terpenuhi haknya. Bahkan ketika negara tidak memiliki anggaran pun, akan berusaha memenuhi hak mereka, meski harus dengan berhutang.


Hari ini, nasib guru honorer sangat memprihatinkan. Mereka dibayar dengan gaji yang sangat jauh dari layak. Hanya sekitar 500 ribu -1 juta saja perbulan. Bahkan ada yang lebih rendah dari itu. Dengan uang sekecil itu di jaman yang serba mahal, tentu tidak akan cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan pokok.


Jika kebutuhan pokok masih sangat jauh dari kata cukup, maka sikap serius dan fokus dalam mendidik akan sulit dilakukan. Konsetrasinya terbagi-bagi. Antara melakukan proses pengajaran, dengan sibuk memikirkan penghasilan tambahan.


Bandingkan dengan Islam. Imam ad-Dimasyqi melaporkan riwayat dari al- Wadl-iah bin Atha, bahwasanya ada tiga orang guru di Madimah yang mengajar anak-anak dan Khalifah Umar bin Khattab memberi gaji lima belas dinar (1 dinar = 4,25 gram emas; 15 dinar = 63,75 gram emas; bila saat ini 1 gram emas Rp. 500 ribu, berarti gaji guru pada saat itu setiap bulannya sebesar 31.875.000).


Gaji tersebut berkali-kali lipat dibanding dengan gaji para PNS hari ini. Dengan gaji sebesar itu, para guru tidak akan dipusingkan dengan kebutuhan hidup. Di samping itu, sistem Islam menjamin bahwa biaya pendidikan, kesehatan dan kemanan secara murah atau bahkan gratis. Sehingga gaji di atas betul-betul bersih, untuk kebutuhan hidup di rumah.


Begitulah Islam dalam memberikan penghargaan bagi para guru. Sebab tugas mereka adalah untuk melahirkan dan mencetak generasi yang akan membangun sebuah peradaban. Untuk mewujudkan itu, tentu harus dilakukan dengan fokus dan serius. Dan hal ini tidak akan bisa dijalankan kecuali jika para guru sudah terpenuhi segala kebutuhannya.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak