oleh: Tuti Rahmayani, dr
praktisi kesehatan di Surabaya
Jagat dunia maya diramaikan dengan perbincangan tentang film bioskop berjudul "Crazy Rich Asians". Film bergenre komedi romantis itu diangkat dari novel dengan judul yang sama di tahun 2013.
Ya, Ilusi cinderela tak pernah basi. Sebut saja Meteor Garden yang juga meledak dengan mengangkat tema ala cinderela. Begitu pula dalam film ini. Film ala cinderela masa kini, juga mengisahkan tentang seorang wanita biasa yang menjalin cinta dengan seorang pemuda, yang ternyata adalah anak tunggal dari taipan terkaya di Singapura. Kisah seperti ini pastinya menggelorakan kembali benih-benih pacaran di kalangan remaja. Syahwat yang menjelma dalam dogma "cinta" terhadap lawan jenis, seolah menjadi pembenaran logika pacaran.
Anggapan pernikahan dilandasi cinta tidaklah salah. Namun bukan semata cinta terhadap pasangan. Namun, cinta kepada Allah dan RosulNya itulah yang utama dan mendasar. Pernikahan seperti ini akan dihiasi oleh ketaatan sejak memulai proses, prosesi walimahan hingga menjalani rumah tangga nantinya.
Dari sebuah pernikahan lahirlah status-status baru. Baik sebagai seorang suami dan istri, orangtua dan anak, mertua dan menantu, ipar dsb. Setiap status tentu ada konsekuensi hak dan kewajiban. Sebagai contoh, seorang suami wajib memberi nafkah yang layak bagi istri dan anaknya. Suami wajib ditaati karena posisinya sebagai kepala rumah tangga. Sedangkan kewajiban istri adalah menjaga harta dan anaknya.
Sebagaimana dalam hadits:
"Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang pemimpin yang memimpin manusia akan bertanggung jawab atas rakyatnya, seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya, dan dia bertanggung jawab atas mereka semua, seorang wanita juga pemimpin atas rumah suaminya dan anak-anaknya, dan dia bertanggung jawab atas mereka semua, seorang budak adalah pemimpin atas harta tuannya, dan dia bertanggung jawab atas harta tersebut. Setiap kalian adalah pemimpin dan akan bertanggung jawab atas kepemimpinannya." (HR. Muslim).
Inilah yang minus dari tiap suguhan kisah romantis ala cinderela. Sehingga diakui atau tidak, generasi muda tak banyak memiliki bekal dalam menjalani peran dalam rumah tangga pasca pernikahan.
Sehingga tak jarang mengawali pernikahan dengan pacaran bertahun-tahun, namun pernikahan hanya seumur jagung. Mulai alasan himpitan ekonomi, pembagian peran, komunikasi dsb. Memang kisah cinderela berakhir dengan pernikahan yang happy ending dan seolah bahagia selamanya. Padahal pernikahan hanyalah awal menjalani kehidupan rumah tangga.
Jadi, jangan lagi terperdaya oleh ilusi cinderela masa kini atau masa yang akan datang.