Oleh: Gita Pebrina Ramadhana, S.Pd
(*Mahasiwi Magister Manajemen Pendidikan ULM Banjarmasin)
Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Purwakarta, melansir keikutsertaan petani dalam program asuransi ketenagakerjaan masih rendah. Sebab hingga saat ini belum ada data valid mengenai petani yang terdaftar di BPJS ketenagakerjaan. Padahal, jumlah petani dan buruh tani di wilayah ini sekitar 23 ribu yang tergabung dalam 740 kelompok tani (Poktan). Karena itu, Dinas menggandeng BPJS ketenagakerjaan guna mendorong para petani terdaftar dalam asuransi tersebut (republika.co.id, 10/09/2018).
Selain itu, di Mimika Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Cabang Mimika, Provinsi Papua memberikan perlindungan kepada siswa SMK di Timika yang sedang melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di sejumlah instasi swasta dan pemerintah di daerah itu. Kepala BPJS Ketenagakerjaan Mimika Dedi Mulyadi di Timika, Rabu (5/9), mengatakan untuk tahap awal BPJS baru memberikan perlindungan kepada 30 siswa dari SMK Tunas Bangsa yang pada 2018 selama tiga bulan mengikuti program PKL. Bagi siswa-siwi tersebut akan mendapatkan program jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian dengan premi Rp 16.800 per bulan dan dibayar total Rp 50.400. Selain memberikan perlindungan kepada siswa PKL, pihaknya juga akan memberikan perlindungan kepada pegawai non-ASN di lingkungan sekolah sehingga terlindungi oleh BPJS Ketenagakerjaan. Kartu peserta khusus siswa PKL berlaku hanya pada saat siswa melakukan PKL karena berkaitan dengan dunia pekerjaan. Setelah selesai PKL, kepesertaanya berhenti dengan sendirinya (republika.co.id, 05/09/2018).
Berbicara mengenai BPJS, BPJS merupakan lembaga yang dibentuk berdasarkan UU No 24 Tahun 2011 tentang BPJS, yang merupakan amanat dari UU yang ada sebelumnya, yaitu No 40 Tahun 2004 Tentang SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional). UU BPJS ini menetapkan ada dua jenis layanan BPJS, yaitu BPJS kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan.
Konsep BPJS yang ada saat ini, berasal dari WTO (Word Trade Organization), institusi perdagangan global bentukan Barat pimpinan Amerika, yang memasukan layanan kesehatan sebagai salah satu kesepakatan perdagangan global, atau yang disebut dengan GATS (General Agreements Trade in Services) tahun 1994.
BPJS dibolehkan mengambil iuran dari rakyat setiap bulan, dengan masa pungutan yang berlaku seumur hidup, dan uang yang diambil tidak akan dikembalikan. Kecuali dikembalikan dalam bentuk layanan kesehatan menurut standar BPJS, yaitu saat sakit saja. Jika rakyat tidak bayar, akan dikenakan sanksi berupa denda. (Lihat Buku Saku FAQ BPJS Kesehatan, Jakarta: Kemenkes RI, 2013). Inilah prinsip BPJS. Maka dari itu, sakit tidak sakit maka wajib untuk membayar tiap bulannya.
Contohnya seperti di Kandangan, Hulu Sungai Selatan ada seorang warga yang tidak membayar BPJS di tiap bulannya karena merasa tidak sakit. Wallahu’alam apakah beliau tahu atau tidak dalam program BPJS ini. Lalu ketika beliau berobat kemudian menunjukkan kartu BPJS dan menginginkan mengobatan gratis namun itu di tolak oleh pihak Rumah Sakit dikarenakan belum membayar uang di tiap bulannya. Akhirnya beliau harus membayar uang sesuai golongan dengan dendanya yang jumlahnya hampir mencapai 3 juta lebih.
Dari contoh kejadian BPJS ketenagakerjaan dan BPJS kesehatan sama-sama memberikan efek kedzaliman terhadap warga negara, karena sama-sama menuntut untuk membayar di tiap bulannya. Bagi PNS dari uang gaji mereka yang ditarik. Kejadian yang menimpa di Purwakarta dan Mimika ini adalah narasi yang digaungkan agar mereka diikutsertakan untuk ikut program BPJS dan disuruh untuk membayar di tiap bulannya.
Miris sekali dengan tindakan seperti ini, narasi yang halus namun memaksa para petani di Purwakarta dan siswa-siswi SMK yang PKL di Mimika untuk membayar uang di tiap bulannya walaupun bersifat sementara. Apakah BPJS sudah bangkrut untuk mengatasi kesehatan padahal saat ini tiap individu sudah diwajibkan memiliki kartu BPJS? Namun, ternyata banyak rumah sakit belum bahkan telat mendapatkan uang ganti rugi dari BPJS.
Kalau berbicara mengenai negara, sebenarnya fungsi negara untuk apa? Harusnya Negara wajib menanggung biaya kesehatan rakyat dan menjamin kebutuhan rakyat yang tidak mampu. Karena ini sudah ada dalam undang-undang. Negara tidak hanya memberikan pelayanan kesehatan secara cuma-cuma, namun terhadap pendidikan, keadilan dan lain-lain.
Dalam konsep Islam, tidak boleh masyarakat menjamin kesehatannya sendiri. Di dalam catatan sejarah, saat zaman pemerintahan Islam, negara lah yang menanggung semua biaya kesehatan warga negaranya. Pendapatan yang didapat oleh negara sangat cukup, seperti dari pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah, ghanimah, kharaj (tanah), fa’i, dan lain-lain. Mereka yang sakit itu diberikan pelayanan yang cepat, sederhana dan efisien. Tidak membedakan antara miskin dan kaya. Malah, pada masa itu ketika pasien sudah sembuh akan diberikan uang oleh negara.
Maka dari itu, harusnya negara mengikuti bagaimana sistem ekonomi Islam yang memberikan keadilan, kenyamanan dan kemakmuran pada setiap warga Negara. Bukan seperti sekarang, yang semakin hari semakin menjerit rakyat dengan tanggungan hidup yang cukup banyak.[]