Oleh: Iit Oktaviani P
Mahasiswi Pendidikan Biologi
Mengahadapi Pilpres 2019 yang akan datang, nampaknya akan menjadi pertarungan 2 kubu yang cukup menarik untuk diperhatikan. Dimulai dari pemilihan wakil bakal calon yang penuh drama dan spekulasi, hal ini tak luput dari sorotan media baik yang pro maupun yang kontra terhadap kedua pasangaan calon. Begitu pun berbagai elit politik, tidak sedikit diantara bersiteru demi membela pasangan calon yang masing-masing partai usung. Namun yang lebih menarik perhatian, dalam pilpres kali ini kedua paslon memiliki strategi baru dalam meraih suara ummat.
Dilansir pada media online repubkika, dilaporkan bahwa Ijtima Ulama II secara resmi menyatakan dukungan kepada pasangan bakal calon presiden-wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, setelah ditandatangani Pak Taintegrita soleh mantan Danjen Kopassus tersebut. Prabowotiba sekitar pukul 13.00 WIB saat sidang pleno Ijtima Ulama II masih berlangsung, Ahad (16/9), dan menandatangani Pak Taintegrita tersebut sekitar pukul 14.30 WIB.
Tidak ingin kalah dari Prabowo-Sandi, paslon lawan berusaha berburu suara ulama. Alhasil yang terlihat adalah seolah kedua paslon saat ini menjadikan suara ulama sebagai legitimasi politik yang mereka perebutkan. Sayang seribu sayang, ulama hanya dijadikan alat legitimasi. Padahal, peran ulama sangatlah penting dalam kehidupan politik suatu negri. Ulama berperan juga dalam memberikan pendidikan politik islam yang sebenarnya.
Oleh karena itu, sudah seharusnya ulama tidak hanya dijadikan alat legitimasi semata. Namun dijadikan seorang 'alim yang memberikan pendidikan islam terhadap ummat secara menyeluruh, baik pendidikan aqidah, fiqih, mu'amalah atau ilmu dalam ranah kesehatan, pendidikan akademik, ekonomi termasuk perpolitikan suatu negeri.
Wallahu’alam bi shawab.