(source: islam.co)
Oleh:
Fatimah Azzahra, S.Pd
"Manusia sering memusuhi apa yang tidak mereka
ketahui" (Ali bin Abi Thalib)
Sakit hati, marah, sedih. Semua bercampur menjadi
satu kala menyaksikan oknum ormas islam yang membakar bendera tauhid. Hingga bendera tauhid itu pun ikut membara karena api yang menjilatnya. Sambil
jingkrak-jingkrak menyanyikan mars, mereka terlihat puas saat membakar bendera
dan ikat kepala yang bertuliskan kalimat tauhid. Apapun alasan mereka, tidak
lantas menjadi pembenaran untuk membakar bendera tauhid.
Mari kita lihat dalil tentang bendera tauhid.
Hadisnya shohih, paling tidak derajatnya hasan. Salah satunya, Ibnu 'Abbas
menuturkan, "Ar Rayah saw berwarna hitam dan Al Liwaa' beliau berwarna
putih" (HR. Tirmidzi, Al Baihaqi, Ath Thabrani dan Abu Ya'la)
Fix, jika ar rayah adalah panjinya Rasul. Bendera
milik kaum muslim bukan milik ormas tertentu.
Karena terdapat kalimat tauhid di dalamnya. Ia harus
dimuliakan. Tidak boleh diinjak-injak, ditaruh atau dibawa ke tempat yang hina.
Apalagi dibakar.
Sejarah mencatat perjuangan Rasul, para sahabat, dan
penerusnya dalam menegakkan kalimat tauhid. Dikisahkan Mush'ab bin Umair, dalam
perang Uhud, ialah yang memegang ar rayah dengan perkasa. Ketika sebagian kaum
muslim pergi meninggalkan posnya dan terhembus kabar Rasul sudah tiada. Mush'ab
memekikan takbir, dan berteriak, "Muhammad itu tiada lain adalah seorang
Rasul, yang sebelumnya telah didahului beberapa orang Rasul". Sebilah
pedang menebas tangan kanannya hingga putus. Mush'ab tetap meneriakkan takbir
dan kalimat tersebut sambil memeluk ar rayah dengan tangan kirinya. Hingga
akhirnya tangan kirinya pun ditebas sampai putus. Tak ingin bendera tauhid itu
jatuh ke tanah. Mush'ab bin Umair memeluk ar rayah dengan kedua pangkal
tangannya. Musuh pun menikam Mush'ab dengan tombak hingga ia syahid.
Kisah yang serupa kita dapati kala perang Mu'tah.
Rasul menunjuk langsung tiga panglima. Zaid bin Haritsah yang jika gugur akan
digantikan Ja'far bin Abi Thalib. Jika Ja'far gugur akan digantikan Abdullah
bin Rawahah. Saat peperangan pecah, Zaid bin Haritsah pun sang pemegang bendera
tauhid pertama, jatuh syahid. Kemudian bendera diambil oleh Ja'far bin Abi
Thalib. Kedua tangannya ditebas oleh musuh hingga putus. Untuk melindungi
kemuliaan bendera tauhid agar tidak jatuh ke tanah. Ia pun merengkuhnya dengan
kedua pangkal lengannya. Hingga akhirnya Ja'far pun syahid. Tangan Ja'far yang
hilang, dikabarkan Rasul akan diganti oleh Allah dengan sayap di surga-Nya
kelak. Abdullah bin Rawahah pun gugur di medan jihad. Hingga akhirnya bendera
tauhid dipegang oleh Khalid bin Walid.
Luar biasa perjuangan para sahabat untuk memuliakan
bendera tauhid. Tak rela jika ia jatuh ke tanah. Entah apa yang akan Rasul dan
para sahabat katakan kala menyaksikan saat ini justru ada bagian dari umat
muslim yang membakar bendera tauhid?
Inilah kenyataan pahit yang harus kita dapati kala
pemahaman asing telah merasuk di tengah umat muslim. Umat muslim menjadi asing
dengan benderanya sendiri. Bahkan phobia terhadap agamanya. Semakin jauhlah
muslim dari agama. Semakin senanglah para musuh Islam. Karena akhirnya dari
ketidaktahuan umat tentang agamanya justru menjadi celah perpecahan di antara
sesama muslim. Saling merasa paling benar. Paling merasa berkontribusi dalam
kebaikan.
Sungguh kita sudah lelah berpisah. Lelah bermusuhan
dengan sesama. Saling sikut dengan sesama saudara seiman.
Ya, kita harus marah dengan perilaku pembakaran
bendera tauhid ini. Tapi, jangan lupakan musuh kita yang sesungguhnya. Mari
kembali kepada agama Islam. Kenali islam secara detail. Ikuti kajian-kajian.
Jaga ukhuwah diantara sesama kita. Bersama berjuang tegakkan bendera dan
kalimat tauhid di penjuru negeri.
Boleh jadi kemarin ada satu bendera tauhid yang
dibakar. Tapi, akan tiba saatnya berjuta-juta bendera tauhid berkibar di
penjuru negeri. Tegak tinggi di Bumi Allah. Allahu akbar!!
Wallahu’alam bish shawab
Tags
Opini