Bencana Berulang, Negara Lalai Mengantisipasi dan Menangani

Oleh: Vio Ani Suwarni, S.Pd 

(Guru Sejarah Indonesia dan Sejarah Peminatan SMAN 1 Rengasdengklok)


TRIBUNSTYLE.COM - Gempa dan tsunami yang melanda Kota Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah telah menelan 832 korban jiwa.


Informasi itu diperoleh dari Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Nugroho pada Minggu (30/9/2018) siang.


Total korban jiwa ada 832 orang. 821 orang menjadi korban gempa dan tsunami di Kota Palu. Sedangkan sisanya atau 11 orang tewas di Donggala akibat bencana alam tersebut. Korban tewas akibat tertimpa bangunan dan diterjang tsunami.


Walaupun tidak ada badan yang dapat memperkirakan kapan bencana alam dapat terjadi serta menimpa daerah mana. Setidaknya itu semua dapat diantisipasi dengan pemasangan alat pendeteksi bencana, mengingat negara Indonesia rawan bencana alam. Alat pendeteksi itu disebut dengan "Buoy".


DETIKNEWS.COM Buoy merupakan sistem peringatan dini tsunami (sistem pelampung) yang dipasang Indonesia di tengah laut. Buoy merupakan salah satu opsi teknologi pendeteksi dini tercepat mengenai potensi tsunami. 


"Ya kalau menurut saya memerlukan, sangat memerlukan wilayah Indonesia itu yang rawan tsunami. Kejadian tsunami sering terjadi dan menimbulkan banyak korban, disatu sisi pengetahun masyatakat sikap prilaku antisipasi tsunami masih sangat minim kita memerlukan deteksi tsunami yang ditempatkan di laut," ujar Sutopo Purwo Nugroho.


BNPB menyebut alat deteksi tsunami Indonesia atau tsunami buoy sudah tak beroperasi sejak 2012. 


"Jadi enggak ada buoy tsunami di Indonesia, sejak 2012 buoy Tsunami sudah tidak ada yang beroperasi sampai sekarang ya tidak ada," Kepala Pusat Data dan Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho di kantor BNPB, Jl Pramuka, Jakarta Timur, Minggu (30/9/2018).


Diperkirakan buoy tidak beroperasi lagi karena keterbatasan anggaran. Namun untuk informasi lebih detail ia mengaku tidak tahu karena itu adalah kewenangan BMKG. 


Ia mengaku khawatir karena anggaran penanggulangan bencana BNPB setiap tahunnya terus menurun. Sementara itu ancaman bencana selalu ada. 


"Mengapa dari 2012 sampai sekarang belum diadakan ya mungkin sangat terkait dengan asal pendanaan. Kalau kita melihat ya pendanaan apalagi turun setiap tahun. Dulu sempat hampir mendekati Rp 2 triliun, tahun ini hanya Rp 700," ungkap Sutopo.


Berbanding terbalik dengan pendanaan yang dikeluarkan pemerintah untuk Pertemuan IMF World Bank di Bali. Alih-alih berkonsentrasi untuk penanggulangan bencana alam di NTB dan Sulawesi, pemerintah justru lebih berfokus pada pertemuan tersebut. Kenapa demikian?


Anggota Komisi XI DPR RI Eva Sundari menyampaikan, kegiatan IMF harus tetap berjalan terus dan tak mungkin dibatalkan. Sebab Indonesia telah menganggarkan data yang cukup besar untuk persiapan acara tersebut.


Tentu saja masalahnya bukan di pertemuan IMF World Bank ataupun buoy yang sudah tidak beroperasi. Akan tetapi bagaimana negara mampu mengelola alam dan mampu mengayomi masyarakatnya dengan baik. Negara sebagai fasilitator utama yang mampu mensejahterakan rakyat, mampu mengantisipasi dan menangani segala bentuk bencana yang terjadi.


Wallahu alam Bishowab.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak