Oleh Ammylia Rostikasari, S.S. (Komunitas Penulis Bela Islam)
Tauhid. Ya kata ini kian hari kian menggema saja. Banyak yang semakin mencintainya, tetapi ada juga yang berupaya melecehkannya. Seperti, insiden tak berkenan yang dilakukan oknum Banser (Barisan Serba Guna) Gerakan Pemuda Anshar dalam peringatan Hari Santri Nasional.
Berbicara tauhid, maka sebagai seorang Muslim semestinya kita perlu memahami esensinya. Lafadz “Laa Ilaaha Illallaah” bermakna tiada Tuhan selain Allah. Lafadz ini yang menjadikan kita beriman kepada Allah Subhanahu wata’ala sebagai satu-satunya sesembahan, sebagai Sang Pencipta, Sang Pembuat Hukum, juga Sang Pelindung.
Sementara lafadz “Muhammadur rasulullaah” bermakna Muhammad ialah utusan Allah. Sosok mulia yang telah menyampaikan risalah mulia (Islam). Suri teladan sejati yang tulus hati menuntun manusia dari kondisi jahiliyah kepada tatanan hidup yang indah dengan ajaran Islam yang kaffah (menyeluruh).
Dua pernyataan yang memiliki formulasi serupa dengan kalimat syahadat. Adanya tauhid dalam kehidupan seorang Muslim adalah akar atau pondasi yang menegakkan kehidupannya.
Mencintai tauhid bukan hanya dilafalkan dalam lisan, tetapi juga terpancar dalam amal perbuatan seorang hamba. Adanya terpancar dalam shalatnya, dalam dakwahnya, juga ketaatan paripurna kepada-Nya.
Dengan tauhid, seorang Muslim akan tunduk patuh dengan rambu-rambu syariat Islam. Ia senantiasa melakukan apa yang diperintahkan Allah dan berupaya keras untuk menjauhi larangan-Nya.
Perlulah pembelajaran tauhid ini dilakukan sedari dini. Bahkan sedari janin masih di kandung badan. Seorang ibu yang senantiasa membacakan ayat-ayat cinta dari Ilahi kepada calon buah hati. Yang demikian merupakan bentuk edukasi dini.
Saat anak lahir, sang ayah mengumandangkan azan di telinga kanannya dan iqamat di telinga kirinya. Ayah memberikan figur yang baik. Anak dirawat, dididik diayomi sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
Orang tua senantiasa memberikan pengasuhan dan pengajaran yang mencerminkan ketauhidan. Dipilihkannya lingkungan yang baik, sekolah yang memiliki kurikulum berbasis tauhid. Di sanalah, ia terus ditempa oleh pengajaran yang berlandaskan Al-Quran juga As-Sunah setelah pengajaran di rumah dilakukan.
Seperti halnya Sekolah Tahfidz Plus Khoiru Ummah yang senantiasa menanamkan ketauhidan. Santri-santri dipahamkan akan pentingnya memahami tauhid supaya kelak dapat menjadi seorang mujahid (orang yang berjihad di jalan Allah). Santri-santri dipahamkan Islam secara paripurna. Islam yang meliputi hubungan hamba dengan Khaliknya. Islam yang mengatur hubungan dengan sesamanya. Juga Islam yang mengatur hamba dengan dirinya.
Hasilnya tentu akan berbeda dengan sekolah pada umumnya. Meskipun, semuanya butuh proses yang amat panjang, yang tak berkesudahan. Hal demikian karena pembentukan pola pikir dan pola sikap Islam tidak didapat secara instan. Semua haruslah dijalani dengan penuh perjuangan dan kesabaran.
Walhasil dengan tauhid, adab akan diindahkan dalam perilaku. Dengan tauhid pula ilmu akan dituntut tak kenal jemu. Dengan tauhid pula kejayaan juga kesuksesan dunia akhirat akan ada dalam genggaman.
Dengan tauhid pula, cita-cita mulia menjadi mujahid terbentang di depan mata. Mujahid yang menolong agama Allah. Mujahid yang bersungguh-sungguh menghafal dan mengamalkan Al-Quran untuk diterapkan dalam kehidupan. Mujahid yang mampu menaklukkan dunia untuk akhiratnya.
Insyaallah, semua jeri payah dalam mendidik anak sedari dini dengan tauhid akan menjadi peluang mendapatkan pahala investasi bagi orang tua dan gurunya. Merekalah calon-calon mujahid, generasi tangguh yang akan membuahkan kebangkitan umat. Semoga rintisan jalan menanamkan tauhid sebagai bekal mencetak para mujahid ini dapat berlangsung Istiqomah walau kita tengah menghirup nafas di zaman fitnah.
Suatu hari Nabi SAW pernah dimintai seseorang: “Ya Rasulullah, ajarkan kepadaku sebuah ajaran Islam yang setelah itu aku tidak bertanya lagi!” Nabi menjawab: “Katakanlah, aku beriman, kemudian beristiqamahlah” (HR. Muslim). Oleh sebab itu, “Sebaik-baik amal adalah yang konsisten/terus-menerus walaupun hanya sedikit.” (HR. Abu Dawud)
Wallahu’alam bishowab