Balas Jasa Harus Segera

Bayarlah sebelum keringat kering. Begitulah Islam mengajarkan sikap terbaik dalam hal pembayaran gaji/upah/bonus. Hal tersebut diimplementasikan pada para atlit yang telah berlaga di Asian Games baru-baru ini. Pencairan bonus yang diklaim tercepat sepanjang sejarah olahraga ini banyak diapresiasi publik. Peraih medali mendapat uang tunai hingga ratusan juta, bonus rumah dan juga pengangkatan sebagai abdi negara, yang berarti masa depan terjamin. Untuk setiap perjuangan dan pengorbanan memang layak ada penghargaan. Manusiawi sekali. 


Sikap bersegera dalam memberikan balas jasa seharusnya pun diberikan bagi mereka yang juga nyata perjuangan dan pengorbanannya. Siapa? Merekalah para guru dan tenaga medis di pelosok negeri ini. Mereka hadir memberikan pelayanan pendidikan dan kesehatan bagi rakyat. Pendidikan dan kesehatan adalah kebutuhan vital bagi masyarakat. Karena itu mutlak harus ada di setiap wilayah berpenduduk. Mereka mengisi pelayanan yang menjadi kewajiban sebuah negara terhadap rakyatnya sendiri. Mereka di garda terdepan di daerah dengan medan lapangan yang tidak mudah. Mereka bekerja tiap hari, tak sekedar meninjau 1-2 hari. 


Ironisnya, tak jarang dari mereka yang bahkan tak mendapatkan haknya. Jangankan gaji 13 dan THR, kadang gaji bulanan pun sering telat. Jangankan sebelum keringat kering. Bahkan sampai tetesan keringat berganti air mata kesedihan karena himpitan kebutuhan. Dan hanya mengandalkan belas kasihan warga yang belum tentu didapat. Bila mereka menuntut, argumen yang sering dilontarkan adalah mengajar dan melayani itu adalah bentuk pengabdian, jadi harus ikhlas. 


Ikhlas adalah perkara individu dengan Allah SWT. Namun, Islam juga mengajarkan ketika seseorang sudah bekerja dan mencurahkan tenaga, maka dia pun berhak atas upah. Bekerja, ikhlas dan berhak digaji sebagai bentuk penunaian hak dan kewajiban masing-masing. Inilah keadilan pada sesama manusia. Para atlit tadi, semua yakin mereka ikhlas berjuang. Namun, bonus kan juga tetap diberikan. 


Seharusnya pemerintah bisa lebih memperhatikan nasib para pendidik dan tenaga medis yang berjuang agar warga bangsa ini bisa pintar dan sehat. Agar negara ini kuat dan tidak goyah. Apalah arti nama harum mendunia, bila warga sendiiri terabaikan kebutuhannya akibat ketimpangan dalam hal balas jasa? 

Ini bisa menjadi bentuk kelalaian negara dalam pengaturan urusan rakyatnya. 


Atau, kemungkinan lain. Memang sulit untuk tidak mengkaitkan dengan pencitraan 2019 mengingat even olahraga ini sedang banyak disorot media. Sementara yang di pelosok, nyaris tak ada kabar beritanya.


oleh: Tuti Rahmayani

45Zahra

Ibu, Istri, Anak, Pribadi pembelajar yang sedang suka menulis.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak