Oleh : Ayuratna Sari (Akademi Menulis Kreatif)
Saat ini, mahasiswa datang ke kampus hanya titip absen, dengerin dosen, maen game di kelas, setelah itu pulang. Sejatinya mahasiswa adalah agent of control, yang memiliki peran besar terhadap masa depan bangsa. Begitulah kiranya penggambaran seorang mahasiswa.
Dilansir oleh media Bnpt.com (12/09/2018). Kalau tantangan berprofesi itu di butuhkan knowladge and skill, tapi jangan lupa akhlak yang baik. Akhlak yang baik, moral, rasa nasionalisme dan kearifan lokal, lebih baik lagi dalam membentengi diri menghadapi ancaman seperti radikalisme dan terorisme. Ini nyata jangan di anggap remeh, ujar kepala bnpt.
Ketua pelaksana harian yayasan mengatakan, saya rasa apabila mahasiswa bisa fokus menyelesaikan kuliah tepat waktu dan fokus pada kinerja mengajar dan karya jurnal internasional, tidak akan punya waktu untuk menanggapi infiltrasi radikalisme dan terorisme.
Akhir-akhir ini kata radikal selalu di sematkan kepada mahasiswa. Mahasiswa yang kritislah yang di lebelin sebagai radikal, maka dari itu jangan sampe menjadi mahasiswa yang kritis tapi akhirnya di persekusi. Mending menjadi mahasiswa yang biasa-biasa ajalah. Apalagi isu radikal selallu di perbincangkan di kampus-kampus seperti diperbincangkan di seminar-seminar, diskusi antar mahasiswa dan juga tak luput dosen memberikan arahan kepada mahasiswa agar tidak menjadi mahasiswa yang radikal. Seakan-akan radikal adalah monster yang mengerikan bagi seseorang yang mengidapnya.
Inilah yang membuat pemerintah mewaspadai mahasiswa agar tidak terkena ide radikal yang sangat membahayakan negri ini. Lalu mengapa harus mahasiswa yg di waspadai? Karena sejatinya kampus adalah tempat dimana seseorang akan lebih mudah mempelajari ilmu-ilmu baru. Dan mahasiswa memiliki potensi yang luarbiasa. Ketia mahasiswa berbicara suaranya akan selallu di dengar. Dan ketika ia melakukan perubahan tidak ada seorangpun yang mampu menghentikan aksinya.
Namun kini suara mahasiswa dibungkam dengan isu recehan yaitu radikalisme. Tak cukup sampai di situ saja mahasiswa juga disibukkan dengan perkuliahan yang padat, praktikum, tugas dan lain sebagainya. Akhirnya mahasiswa menjadi sosok yang praktis dan pragmatis dalam mensolusi permasalahan. Sehingga mahasiswa menjadi orang-orang yang praktis dan pragmatis, dan juga menjadi leader of silent. Karakternya sebagai aktivis untuk membela kebenaran pun telah luntur.
Ide radikal ini di munculkan bagi mahasiswa yang menyuarakan Islam. Lalu mengapa hanya aktivis atau mahasiswa muslim saja yang di katakan radikal? Karena pemerintah tahu ketika mahasiswa menjadikan Islam sebagai jalan perubahan maka pemerintah pun tak kuasa untuk mencegahnya. Maka dari itu pemerintah menyebarkan isu radikal kepada aktivis muslim agar aktivis muslim tak lagi memperjuangkan Islam kembali. Bagaimana mungkin mahasiswa akan bangkit, jika isu radikal terus di sematkan kepada Aktivis muslim agar ia menjadi mahasiswa yang phobia terhadap Islamnya sendiri.
Sedangkan radikalisme menurut Wikipedia adalah paham atau aliran yang radikal dalam politik, paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis, sikap ekstrem dalam aliran politik.
Bagaimana Pandangan Islam terhadap Isu Radikalisme?
Sejatinya Islam tidak menganjurkan kaum muslimin untuk melakukan kekerasan, bahkan Islam datang sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Allah berfirman : "(Dan tiadalah Kami mengutus kamu) hai Muhammad! (melainkan untuk menjadi rahmat) yakni merupakan rahmat (bagi semesta alam)." (QS. Al-Anbiya: 107)
Dan apakah benar organisasi yang di tuding sebagai organisasi radikalisme adalah yang memaksa kekerasan? Nyatanya tidak demikian. Ia hanya menyuarakan kebenaran melalui dakwah-dakwahnya.
Lalu apa yang harus mahasiswa atau aktivis muslim lakukan untuk mengatasi isu recehan ini?
Ketika Islam di tuding tak layak untuk di terapkan di dalam sistem pemerintahan. Maka peran kita adalah menjelaskan kepada mereka bahwa Islam datang sebagai pemutus perkara yang tidak sepatutnya untuk di persekusi atau bahkan di tuding sebagai radikal.
Maka tidak pantas bagi seorang muslim mempercayai bahwa penyebab dari seseorang terkena virus radikalisme adalah seorang muslim. Bukankah Al-Quran adalah kalamullah yang tak ada kecacatan di dalamnya? Lantas mengapa masih menganggap Islam sebagai cikal bakal seseorang menjadi radikalisme. Sudah sepatutnya Islam di terapkan secara kaffah sehingga Islam menjadi rahmatan lil Alamin.