Oleh : Fitriani, S.Sos
Siapa yang tidak mengenal kata "gadget" saat ini? Tentu sudah banyak yang mengenal dan mengetahui, bahkan tidak sedikit yang memiliki. Manusia kini sudah biasa menggenggam smartphone, berada di depan layar laptop, atau merekam visual aktivitas kita dengan GoPro untuk sekedar membuat vlog (video blog). Tidak hanya menjamur di tengah orang dewasa, anak muda jauh lebih paham tentang gadget dan media digital. Ya, media digital adalah pengganti media analog yang kini sudah mulai "ditinggalkan". Anak muda kini sudah tidak berminat membaca koran, majalah, tabloid sebagaimana era 90-an, semua beralih pada gawai di tangan, bermodal kuota data atau akses WiFi maka jendela informasi pun didapatkan. Tak heran, media digital memang menghadirkan beragam aplikasi yang mudah untuk dijangkau dan diakses. Mulai dari game online yang dulu dimainkan di warnet, kini bisa dihadirkan di smartphone. Tak hanya itu, aplikasi media sosial seperti WhatsApp, Facebook, Instagram , YouTube seolah jadi aplikasi "wajib" yang harus dimiliki anak muda.
Pada dasarnya kemajuan digital sebuah keniscayaan pada era milenial ini. Namun, begitu miris apabila media digital diproduksi dan dikelola oleh sebuah ideologi yang salah. Sistem sekulerisme kapitalis untuk memenuhi kepentingannya telah berhasil menjauhkan generasi muda dengan agama. Ditambah lagi, lumpuhnya peran negara sebagai periayah masyarakat, membuat persoalan yang terjadi semakin menjamur dan menambah persoalan baru. "Maraknya pornografi dan bisnis prostitusi online dikalangan remaja merupakan bukti kerusakan generasi akibat sistem sekuler liberal. Adapun media digital sebagai produk tekhnologi dari barat merupakan produk "madaniyah" yang sarat dengan "hadlarah" barat terbukti sebagai mesin perusak dan penghancur generasi muslim. Padanya tersimpan bom waktu masalah yang siap meledak menghancurkan peradaban manusia.
Apa saja di media digital dan media sosial ini mudah didapatkan. Aplikasi untuk para LGBT saja ada, misal bernama LGBT Blued. Jejaring ini memang menjadi perbincangan di kalangan netizen sejak akhir 2017 lalu. Melalui Blued, para LGBT bisa berinteraksi dalam bentuk teks, foto, dan video. Tidak ketinggalan, di Facebook banyak grup Facebook gay yang seliweran. Dan yang baru saja membuat geger adalah terungkapnya keberadaan grup Facebook gay siswa SMP/ SMA di Garut. Screenshot laman grup FB tersebut menyebar di berbagai grup aplikasi pesan WhatsApp beberapa hari ini (Garut, Kompas.com). Selain itu, Komisi Perlindungan Anak Daerah Kabupaten Bekasi Jawa Barat mendapatkan temuan terkait tindak asusila melalui grup aplikasi mengobrol, whatsapp (WA) (3/10/2018). Ironisnya, grup tersebut berisikan para siswa di satu sekolah menengah pertama di Cikarang Selatan. Selain tindak asusila, di grup yang berisikan 24 siswa dan siswi itu, para anggota saling berbagi video porno. Pergaulan bebas pun jadi fenomena di tengah generasi saat ini. Tidak dipungkiri juga dipengaruhi media digital yang kian melaju pesat. Media yang berisi konten sarat kebebasan memang berhasil mencetak generasi untuk bebas berbuat, bebas bergaul dan bebas mengekspresikan dirinya dalam hidup. Inilah gambaran media yang dicengkeram oleh sekulerisme, yakni sebuah paham yang memisahkan antara agama dengan kehidupan.
Sekalipun, Kominfo berusaha untuk melakukan filterisasi konten, tapi terbukti masih sering kecolongan. Situs yang sudah diblok masih bisa diakses dengan kepiawaian generasi menggenggam media digital. Adanya program Internet Positif tidak mampu meng-cover banyaknya konten yang merusak. Pasalnya media diwarnai oleh sekuler, akan jadi bom waktu yang nantinya merusak pemikiran generasi. Terbukti bahwa blokir yang dilakukan oleh Kominfo pun tidak berdaya, karna yang menguasai media bukanlah kita tapi barat beserta kroninya. Negara membiarkan teknologi informasi yang menyuplai anak dengan berita-berita sampah yang meracuni otak anak. Demikian media mengepung anak dengan konten yang menyesatkan, pornografi beredar luas dimedia tanpa filter. Remaja diajarkan gaya hidup hedonis, hidup mewah yang digencarakan di televisi yang membuat mereka terhipnotis akan kemewahan dunia, makna kebahagiaan adalah materi.
Dalam media massa berbasis ideologi kapitalisme-demokrasi, maka terdapat dua hal besar yang mereka sajikan di tengah masyarakat. Pertama, arah opini yang akan memperkuat dan mempertahankan ideologi mereka di benak masyarakat. Kedua, adalah sajian yang akan memperkaya dan menaikkan rating mereka. Di era globalisasi, media massa yang berkembang hanya mementingkan uang dan hedonisme (kenikmatan ragawi). Praktisi senior media Ashadi Siregar menyebut bahwa media saat ini memiliki orientasi 3 K yakni Konflik, Kantong (uang) dan Kelamin (seks). Tak heran seluruh produk media didominasi materi kekerasan, pornografi, seks bebas dan hiburan yg melenakan demi meraup sebanyak-banyaknya uang. Sementara rakyat yang miskin ekonomi disuguhi hiburan melenakan agar tidak menuntut negara untuk menjamin kesejahteraan diri dan keluargnya. Anak-anak generasi penerus dibiarkan rusak menjadi korban kerusakan media dan mendapatkan role model dari media yang penuh racun. Tak hanya film bioskop dan sinetron, dunia entertainment lainnya sarat dengan paham yang semakin menjauhkan remaja dari nilai-nilai Islam. Akibat sistem sekular yang merusak yang diterapkan oleh negara, kalangan remaja yang jumlahnya puluhan juta tersebut juga kena dampaknya. Banyak kasus miris yang menimpa remaja saat ini, seperti remaja di Indonesia usia sekolah SMP dan SMA sudah banyak yang melakukan hubungan seksual di luar nikah dan banyak juga yang melakukan aborsi. Di sisi lain, pada tahun 2017 pengguna narkoba di kalangan remaja/pelajar dan mahasiswa sekitar 27,32 persen. Angka tersebut kemungkinan meningkat kembali karena beredarnya sejumlah narkotika jenis baru.
Dengan sekularisme, identitas keislaman yang semestinya melekat pada pemuda dan remaja menjadi hilang. Semuanya mengekor budaya barat yang sekularistik. Kondisi ini tentu berbahaya bagi masa depan remaja. Bisa dibayangkan, dalam 10 atau 20 tahun ke depan, betapa makin rusaknya kehidupan remaja kita jika sistem sekular ini terus dipertahankan.Tapi kita tidak kehabisan harapan. Penulis ingin menunjukkan bahwa masih ada jalan untuk meraih harapan-harapan yang sudah kita gantungkan. Menginginkan generasi ideal layaknya para sahabat Rasul adalah pasti, ketika kita mengambil islam sebagai solusi. Menjadikan Islam sebagai satu-satunya aturan kaffah dalam menjalani kehidupan.
Islam memiliki solusi atas kerusakan generasi saat ini. Melihat pergaulan yang kian bobrok, candu yang mewarnai generasi, maka tidak ada jalan lain selain mengambil Islam sebagai solusi. Islam tidak mengajarkan muslim untuk berprinsip kolot apalagi di era digital kini. Islam mengatur atau mengelola media, baik itu media analog maupun media digital. Untuk melindungi masyarakat dari pengaruh media yang merusak. Program media dilarang menayangkan hal-hal yang diharamkan oleh Islam, seperti infotainmen ghibah, pemujaan terhadap materi, penonjolan hal-hal yang berbau seksualitas, tabarruj, serta siaran-siaran yang merendahkan akhlak manusia, dan lain sebagainya. Siapa saja yang membuat program-program siaran yang bertentangan dengan syariat dan akhlak Islam, akan dikenai sanksi ta’zir. Program-program siaran yang mengandung unsur-unsur yang bertentangan dengan akidah dan syariah, dibekukan dan dilarang seketika, tanpa menunggu-nunggu waktu lagi. Begitu juga program-program yang menjajakan pemikiran-pemikiran kufur, seperti demokrasi, liberalisme, pluralism, nasionalisme, dan lain sebagainya, semuanya dilarang ada dalam program-program siaran media. Begitu juga program-program siaran yang ditujukan untuk meragukan kesempurnaan Islam, semuanya dilarang tanpa komentar.
Semua program media yang ada di dalam negara islam, diarahkan kepada penguatan masyarakat Islam, penjauhan masyarakat dari unsur-unsur yang bisa merusak sendi-sendi masyarakat Islam, serta penonjolan ketinggian Islam di tengah-tengah masyarakat. Dalam pandangan Islam, media berfungsi untuk menanamkan aqidah yang shahih tentang Islam. Media dalam Islam bukan memberangus agama dalam setiap kontennya, tapi untuk memperkuat aqidah umat. Tak hanya itu, media juga mengajak umat untuk taat pada syariat Islam. Bisa dibayangkan ketika media digital diwarnai dengan amar ma'ruf nahi Munkar. Isi setiap aplikasi mengingatkan pada Allah, konten yang tersebar berisi penjelasan tentang tsaqafah Islam, hingga Islam mampu tersebar di seluruh penjuru dunia.
Dengan media diharapkan umat mampu cerdas memahami Islam sebagai sebuah ideologi, bukan hanya ritualitas. Apalagi media digital sangat memungkinkan untuk bertindak massif dalam upaya pencerdasan ini. Mengemban misi penyebaran opini islam, sehingga tidak hanya muslim yang memahami tapi orang-orang kafir pun paham bahwa Islam adalah agama yang sempurna dengan paket komplit aturannya yang bisa mencetak generasi berkualitas penerus tongkat estafet kepemimpinan. Wallahu'alambishawab.