Antara Kartel Beras dan Negara, Siapa Yang Berkuasa

Oleh Isromiyah SH, 

pemerhati generasi

Jika pasokan beras cukup mampu memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat, apakah kisruh beras masih akan terjadi? Tergantung kepada para pemain kartel, sangat mungkin tetap terjadi kisruh-Nizwar Syafaat.

Beras kisruh lagi.  Setiap tahun polemik makanan pokok rakyat Indonesia ini muncul. Kementerian Pertanian (Kementan) sebelumnya menjamin stok beras cukup untuk memenuhi kebutuhan, namun Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengambil kebijakan impor 500 ribu ton dengan alasaan stok beras menipis. Mana yang benar? Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution berpendapat sama dengan Kementan, stok beras sampai musim panen Februari-Maret 2019 aman(Tempo.co,2/8/18).

"Sekarang di Bulog 1,8 juta ton yang medium kemudian yang premium 200 ribu ton, jadi hampir 2 juta ton," ujar Darmin. Produksi masih berjalan walaupun jumlahnya makin kecil, artinya produksi beras masih bisa bertambah. Lalu kalau jumlah beras masih mencukupi kebutuhan,  mengapa Kemendag mengambil kebijakan yang melukai perasaan para petani, karena impor beras dilakukan saat bersamaan dengan musim panen. Pertama, ketidaksinkronan data beras antara Kementan dan Kemendag. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS), Yuni Rusanti menegaskan data produksi beras merupakan wewenang Kementan, BPS tidak merilisnya (Liputan6.com,15/1/2018). Direktur Statistik Distribusi BPS, Anggoro Dwitjahyono menilai perbedaan data produksi beras terjadi karena Kementan melihat dari sisi produksi, sementara Kemendag memotret dari kenaikan harga beras yang terjadi di pasar. “Ini jadi warning yang menggambarkan terganggunya suplai dan demand di pasar,” tambahnya. 

Kedua, adanya perrmainan kartel produk pangan. Kartel pangan diharankan di Indonesia. Larangan itu tertampung pada Pasal 11 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam pasal tersebut jelas disebut bahwa  antarpelaku usaha dilarang membuat perjanjian untuk memengaruhi harga dengan mengatur produksi atau pemasaran suatu barang atau jasa yang dapat mengakibatkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat. Namun pelanggaran terhadap aturan tersebut tetap saja terjadi, bahkan didiamkan oleh pemerintah. “Kebijakan impor muncul di saat musim panen. Ini sistem yang kejam sekali. Para kartel menguasai seluruh komoditas terkait kebijakan impor yang muncul ini,” ujar Rizal Ramli, ekonom dan mantan Kepala Bulog(Tempo.co,20/9/18).

Ditahun 1990-an struktur oligopoly (kartel) beras sudah ada,  dimana penjualnya adalah beberapa pedagang besar sebagai pemain kartel, sedangkan monopsony untuk pasar gabah dimana pembelinya mereka juga.  Memang pedagang pembeli gabah banyak tapi mereka adalah pasukan dari pemain kartel.  Mereka pemilik stok beras sebagai penentu dan pengendali harga jual beras konsumen dan harga beli gabah petani.  Dengan struktur beras seperti ini, peran Bulog sebagai penentu dan pengendali harga beras dan gabah sangat lemah karena kemampuan BULOG beli gabah juga terbatas,  pengadaan BULOG sebagian besar dalam bentuk beras.  Sudah bisa ditebak kepada siapa BULOG beli beras. Pemain kartel dengan mudah memainkan harga sebagai sinyal kepada pemerintah  bahwa produksi kurang sehingga perlu impor.  Setiap ada peluang impor yang menguntungkan dan kondisi produksi dalam negeri pas-pasan, pasti mereka akan memainkan harga. Pada saat produksi defisit, maka pemain kartel membiarkan lonjakan  harga mencapai maksimum, tetapi sebaliknya pada saat surplus produksi mereka akan menahan anjloknya harga pada tingkat yang tetap menguntungkan mereka. Siapa yang menang dalam impor beras?  Ini pertanda kartel pangan dekat dengan penguasa lebih dari kedekatan seorang menteri kepada Presidennya, sebagaimana tudingan Rizal Ramli tentang kebijakan impor beras dari Kementerian Perdagangan, di tengah ketersediaan beras di dalam negeri adalah permainan kartel produk pangan yang selalu menempel di pemerintahan. 

Dalam pandangan Islam, adalah tugas negara dalam kondisi apapun menjamin semua kebutuhan pokok bagi rakyatnya, termasuk pangan. Politik pertanian diarahkan untuk peningkatan produksi pertanian dan kebijakan pendistribusian yang adil, sehingga kebutuhan pokok masyarakat terpenuhi. Langkah pengoptimalisasian pengelolaan pertanian dilaksanakan melalui kebijakan:

1. kebijakan pertanian: intensifikasi pertanian, yaitu meningkatkan produktivitas lahan yang sudah tersedia, dan ekstensifikasi  pertanian, yaitu mendorong pembukaan lahan-lahan baru dan menghidupkan tanah yang mati.

2. Kebijakan distribusi: cepat, pendek dan merata

3. Kebijakan ketersediaan pangan

4. Jaminan kesejahteraan negara yang meringankan mayarakat

Wallahu A’lam









Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak