Ada Peluang Surga di Setiap Peran Ibu Bangsa

oleh: Hanifah Ummu Hafiya

(Member Revowriter)

Sebagai muslimah, kita diperintahkan untuk membaca catatan amal perbuatan kita, sebelum nanti dibaca di hari penghisaban. Pada saat itu, semua amal perbuatan yang pernah kita lakukan di dunia, baik yang kita tampakkan maupun sembunyikan, semuanya tercatat. Iya, semua catatan amal perbuatan kita, tanpa terkecuali “Bacalah catatan [amal]-mu! Cukuplah kamu sendiri saat ini menjadi penghitung dirimu sendiri.” (TQS al-Isra’: 14). Ayat dalam konteks semisal juga terdapat dalam QS az-Zalzalah ayat 7-8 dan juga di QS al-Ghasyiyah ayat 3-4. Oleh karenanya, sebagai muslimah yang sekaligus berperan menjadi ibu bangsa, kita harus optimal bersemangat beramal sholih. Banyak sekali posisi amal Sholih yang bisa dioptimalkan untuk meraih surganya, antara lain:

1. Sebagai Hamba Allah

Sebagai hamba Allah kita harus bertaqorrub padaNya. "Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih aku cintai daripada melaksanakan apa yang Aku wajibkan kepadanya, dan tidaklah hamba-Ku terus mendekatkan diri kepada-Ku dengan nafilah-nafilah (nawafil) hingga aku mencintainya." Makna bertaqorrub sebagaimana  yang disebutkan oleh Ibnu Rajab Al-Hanbali dalam kitabnya Jami' Al-'Ulum wa Al-Hikam (38/9-12) dapat dipahami bahwa: orang yang melakukan taqarrub ilallah ada dua golongan/derajat. Pertama, orang yang melaksanakan kewajiban-kewajiban (ada` al-faraidh), yang meliputi perbuatan melakukan yang wajib-wajib (fi'lul wajibat) dan meninggalkan yang haram-haram (tarkul muharramat). Contohnya, mengerjakan sholat lima waktu, ilmu, berbakti kepada orang tua, membayar utang, berdakwah, dll. Kedua, orang yang melaksanakan yang sunnah-sunnah (nawafil), misalnya sholat tahajjud, sholat rowatib, baca quran, puasa sunnah, dzikir, berinfaq dll.

2. Sebagai Anak

Muslimah, siapapun itu adalah seorang anak yang memiliki kewajiban birrul walidain. “Orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya  akan berbuat apa saja yang ia kehendaki, dan niscaya dia tidak akan masuk surga. Sebaliknya, orang yang baik (pada keduanya) tidak akan masuk neraka.” (HR Ad Dailamiy). Bentuknya antara lain: Tidak berkata dan bersikap kasar kepada keduanya; memberi makanan yang terbaik; jika mereka menyuruh berbuat maksiat, maka wajib menolaknya namun tetap bergaul dengan mereka dengan cara yang ma’ruf; mendoakan keduanya; dianjurkan(mandub/sunnah) mengikuti orang tua dalam hal selain yang wajib menurut syara’, seperti urusan jodoh, pekerjaan; jika orang tua telah wafat, maka tetap diwajibkan berbakti pada keduanya; berbakti dan menyambung hubungan silaturahim, meski mereka berbeda agama; bersabar saat menghadapi kekurangan atau permintaan orang tua; wajib memperlakukan kedua orang tua dengan baik dan mematuhi segala perintahnya selama tidak bertentangan dengan syara.

Rasa kesal sekalipun kepada ortu jangan pernah kita tunjukkan dalam sikap atau kata-kata. Bersabar, itu lebih baik bagi kita. Sebagaimana disebutkan dalam QS al-Isrأra ayat 23. Namun sabar juga ada aturannya. Diantaranya kitaa tidak boleh melaksanakan permintaannya yang berupa maksiat. Dalam kitab al-’Isyrah, Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang wwsampai kepada Sa’ad bin Malik, dia berkata: “Dahulu aku seorang laki-laki yang berbakti kepada ibuku. Setelah masuk Islam, ibuku berkata: “Hai Sa’ad! Apa yang kulihat padamu telah mengubahmu, kamu harus meninggalkan agamamu ini atau aku tidak akan makan dan minum hingga aku mati, lalu kamu dipermalukan karenanya dan dikatakan: Hai pembunuh ibu!” Aku menjawab: “Hai Ibu! Jangan lakukan itu”. Sungguh dia tidak makan, sehingga dia menjadi letih. Tindakannya berlanjut hingga tiga hari, sehingga tubuhnya menjadi letih sekali. Setelah aku melihatnya demikian aku berkata: “Hai Ibuku! Ketahuilah, demi Allah, jika kamu punya seratus nyawa, lalu kamu menghembuskannya satu demi satu maka aku tidak akan meninggalkan agamaku ini karena apapun. Engkau dapat makan maupun tidak sesuai dengan kehendakmu”. (Tafsir Ibnu Katsir III/791).

3. Sebagai Istri

Ada banyak pahala bagi muslimah yang telah  istri jika taat pada suaminya, misalnya dengan mengakui serta mengerjakan hak-hak suami dalam rumah tangga. Sabda Nabi SAW.:  Seandainya aku diperintahkan untuk menyuruh seseorang bersujud kepada orang lain, niscaya aku perintahkan wanita untuk bersujud kepada suaminya, karena Allah telah menjadikan besar hak suami atas istrinya (HR. Abu Daud).

 Al Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah berpendapat bahwa seorang istri memang wajib mengerjakan tugas-tugas domestik. Beliau mendasari pendapatnya pada keputusan Nabi SAW. terhadap rumah tangga Fatimah az-Zahra dan Ali bin Abi Thalib ra.:  Sesungguhnya Nabi SAW. menetapkan terhadap anak perempuannya, Fatimah, mengerjakan pekerjaan di rumah, sedangkan kepada Ali bin Abi Thalib pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan di luar rumah. (Musnad Ibnu Abi Syaibah).

3. Sebagai Pelaku Dakwah

Dakwah adalah kewajiban bagi setiap muslim.  Dalil yang menyebutkan kewajiban ini antara lain: "Dan hendaknya ada diantara kamu segolongan umat yang mengajak pada kebaikan, menyuruh yang makruf dan mencegah yang munkar, mereka itulah orang yang beruntung" (TQS Ali Imran: 104), dan juga surat Fushillat ayat 33.

4. Sebagai Ibu

Hukum asal seorang muslimah adalah ibu dan pengatur rumah tanggaangga. Sejarah mencatat dalam tinta emas, betapa kaum ibu berkualitas telah menjadi penopang tegaknya peradaban mulia/Islam. Peran keluarga untuk mendidik anak sangatlah besar, baik yang dilakukan oleh ayah maupun ibu semuanya telah diatur dengan jelas. Hal ini digambarkan oleh Imam Al-Ghazali, "Anak itu amanah Allah bagi kedua orangtuanya, hatinya bersih bagaikan mutiara yang indah bersahaja, bersih dari setiap lukisan dan gambar. Ia menerima setiap yang dilukiskan, cenderung ke arah apa saja yang diarahkan kepadanya. Jika ia dibiasakan belajar dengan baik ia akan tumbuh menjadi baik, beruntung di dunia dan diakhirat. Kedua orangtuanya semua gurunya, pengajar dan pendidiknya sama-sama mendapat pahala. Dan jika ia dibiasakan melakukan keburukan dan diabaikan sebagaimana mengabaikan hewan, ia akan celaka  dan rusak, dan dosanya menimpa  pengasuh 

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar (TQS An-Nisa’: 9). Sabda Rasulullah SAW: “Tidak ada pemberian orangtua kepada anak yang lebih utama daripada pendidikan yang baik.” (HR.At-Tirmidzy). 

Selain Itu, ibu adalah pendidik pertama dan utama.  Upaya pembentukan generasi  mendatang yang berkualitas prima mutlak merupakan suatu keharusan bagi keluarga khususnya seorang Ibu. Disinilah pentingnya kita merenung, apakah masih tersisa ghirah dan tanggungjawab kita akan masa depan Islam dan kaum muslimin? Jika ya, maka sepatutnyalah kita pertanyakan tentang peran kita dalam mendidik anak guna menyiapkan mereka menjadi generasi terbaik di masanya.

Uraian di atas menggambarkan betapa mulia peran muslimah dalam Islam. Setiap posisi dan perannya senantiasa penting dan memiliki celah untuk mendulang pahala. Semoga kita bisa menjadikanya sebagai perantara meraih surga dengan mempersembahkan amal terbaik di setiap posisinya. 


 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak