Oleh: Hervi Lora
Pertengahan September lalu layar bioskop sempat dihebohkan oleh salah satu film berjudul “Crazy Rich Asians”. Film yang diadaptasi dari novel karya Kevin Kwan dengan judul yang sama ini sempat menjadi pembicaraan pecinta film bioskop. Film yang disutradarai oleh Jon M. Chu ini berhasil menduduki puncak teratas Box Office Amerika selama tiga minggu berturut-turut dan hingga pertengahan bulan September saja telah meraih pendapatan sekitar 136 juta dolar AS di seluruh dunia.
Film “Crazy Rich Asians” hanyalah romcom alias komedi romantis biasa. Namun yang paling disoroti di dalam film ini adalah sentuhan sejarah, kebudayaan, bahasa, kehidupan orang-orang keturunan Tiongkok. Misalnya saja tentang karakteristik yang melekat diantara masyarakat Tiongkok seperti “Orang Kaya Baru” dan “Orang Kaya Lama”, “Cina Perantauan” dan “Cina Daratan”. Pemandangan apa dan bagaimana kehidupan yang biasa kita sebut “Orang kaya tujuh turunan” akan disuguhkan disini.
Di Indonesia sendiri hastag #CrazyRichSurabayan, #CrazyRichBekasian, #CrazyRichKalimantan, dsb jadi trending topic bersamaan dengan rilisnya Film tersebut. Isinya tentu saja tentang hebohnya lifestyle ‘horang kayah’ yang bikin geleng-geleng kepala. Meski ada juga yang memakai hastag tersebut untuk bahan candaan betapa jauhnya gambaran ‘si miskin’ dan ‘si kaya’.
Di setiap zaman, kaum aghnia’ atau orang kaya selalu menjadi sorotan dan perbincangan. Kita mengenal Bill Gates, Mark Zuckerberg, dan Warren Buffett sebagai orang-orang terkaya di dunia. Di dalam sejarah Islam kita mengenal para sahabat nabi seperti Abdurrahman bin ‘Auf, Zubair bin Awwam, Utsman bin Affan, dll.
Allah berfirman: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang lebih baik (surga).” (QS. Ali Imran: 14)
Memiliki harta adalah bagian dari potensi kehidupan pada diri manusia yang berupa Naluri mempertahankan diri (Gharizatul Baqa). Penampakanya mendorong manusia untuk melaksanakan berbagai aktivitas dalam rangka melestarikan kelangsungan hidup. Berdasarkan hal ini maka pada diri manusia ada rasa takut, keinginan menguasai, cinta pada bangsa, harta, dan lain-lain. Setiap muslim yang hendak melakukan perbuatan guna memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan jasmani maupun kebutuhan naluri diwajibkan secara syar’i mengetahui hukum Allah tentang perbuatan tersebut, sehingga ia dapat berbuat sesuai dengan hukum syara’.
Itulah mengapa meskipun sahabat Utsman bin Affan adalah orang yang kaya, namun posisinya sangat berbeda di hadapan Allah daripada orang kaya di era kapitalis saat ini yang berpaham sekularis bahkan yang tidak bertuhan. Dikutip dari kitab al-Bidayah wa an-Nihayah, Juz 7, hal. 214, karya Ibnu Katsir, kekayaan sahabat Utsman bin Affan jika dirupiahkan mencapai 2.532.942.750.000 (Dua Triliun, Lima Ratus Tiga Puluh Dua Milyar, Sembilan Ratus Empat Puluh Dua Juta, Tujuh Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah) terdiri dari tarikah/tunai, Unta, dll. Itupun belum termasuk pembelian lahan untuk sumur "Rumah" senilai 20.000 Dirham, hibah 950 unta untuk perlengkapan perang Tabuk, aset tanah (dhiya’) dan kuda yang jumlahnya amat sangat banyak (Tarikh Ibn Khaldun, Jil 1).
Segala yang dimiliki di dunia ini adalah titipan dari Allah SWT. Sejatinya manusia hanya memiliki hak guna dan bukan hak milik, termasuk tubuh yang kita gunakan untuk beraktivitas sehari-hari. Maka yang manakah sesungguhnya yang akan menjadi ‘harta’ kita yang hakiki?
Dalam As Saf 10-13 Allah menyatakan penawaranNya:
Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? [yaitu] kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan [memasukkan kamu] ke tempat tinggal yang baik di dalam surga Adn. Itulah keberuntungan yang besar. Dan [ada lagi] karunia yang lain yang kamu sukai [yaitu] pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat [waktunya]. Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman.
Harta sejati manusia adalah harta yang digunakan untuk ‘berniaga’ dengan Allah. Harta yang digunakan untuk berinfak di jalanNya adalah harta sejati. Harta yang disedekahkan karena iman kepadaNya adalah harta yang diterima oleh Allah. Dan harta yang diterima oleh Allah akan berbalas surga. Belum lagi iming-iming balasan dan keuntungan berlipat atasnya.
Itulah “the real crazy rich”, orang kaya sesungguhnya yang benar-benar memiliki hartanya. Karena kehidupan dunia hanyalah sementara, dan akherat adalah kehidupan abadi. Maka, kekayaan di dunia yang tidak mampu menyeret pemiliknya menjadi ‘orang kaya’ di akherat hanyalah orang kaya semu yang akan menemui batas akhir predikatnya saat ajal menjemput. Dan cara terbaik untuk menjadi ‘orang kaya’ sejati adalah dengan memahami dan mengamalkan Islam dalam kehidupan.