Oleh: Tri S, S.Si*
Dari laman CNN Indonesia menyebutkan bahwa Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Azis Syamsuddin telah rampung diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan suap usulan dana perimbangan keuangan daerah pada R-APBN Perubahan Tahun Anggaran 2018. Dia diperiksa sebagai saksi untuk tiga tersangka kasus tersebut.
Azis menyebut ketiga tersangka dalam kasus dugaan suap dana perimbangan daerah diantaranya mantan anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Demokrat Amin Santono, mantan pejabat Kementerian Keuangan Yaya Purnomo, dan Eka Kamaluddin.
Politikus Partai Golkar itu menyatakan tak pernah ada usulan rancangan APBN Perubahan Tahun Anggaran 2018 dari pemerintah, termasuk soal dana perimbangan daerah. Karena itu, kata Azis, Banggar tak mengetahui soal pembahasan tersebut.
Azis membantah ada dugaan aliran uang dari Amin Santono kepada anggota dewan lainnya terkait dengan dugaan suap dana perimbangan daerah tersebut. Ia meminta agar dugaan aliran uang ditanya kepada penyidik lembaga antirasuah.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan mantan Kasi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Yaya Purnomo dan anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Demokrat, Amin Santono.
Selain Yaya dan Amin, lembaga antirasuah juga menjerat Eka Kamaluddin selaku perantara suap dan pihak swasta Ahmad Ghiast.
Amin diduga menerima suap sejumlah Rp500 juta dari dua proyek di Kabupaten Sumedang dengan nilai total proyek sekitar Rp25 miliar. Uang Rp500 juta tersebut diduga bagian dari total komitmen fee sebesar Rp1,7 miliar.
Sementara itu, Yaya berperan membantu Amin meloloskan anggaran dua proyek di Pemerintah Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Dua proyek tersebut yakni proyek pada Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan di Kabupaten Sumedang dan proyek di Dinas PUPR Sumedang.(m.cnnindonesia.com)
Di laman mustanir.com disebutkan bahwa akar masalah dari maraknya kasus korupsi di negeri ini adalah Demokrasi dan sekulerisme. Semakin negeri ini menuju kea rah demokratisasi maka berbanding lurus dengan meningkatnya angka korupsi. Dan dengan diterapkannya Sekulerisme dalam berbagai kehidupan telah banyak menimbulkan kerusakan diberbagai bidang termasuk diantaranya moral dan perilaku para pejabat. Idiologi sekulerisme yang memisahkan peran agama dari kehidupan menjadikan materi dan pemenuhan hawa nafsu adalah satu-satunya tujuan dalam hidup siapapun yang mengembannya, hukum yang diterapkan dalam mengatur masyarakatpun hanyalah hasil dari produk akal dicampur pesan dari para pemangku kepentingan, sama sekali jauh dari niat ingin mengikatkan diri kepada aturan syara sebagai bukti ketundukan kepada Rabb Maha Pencipta.
Dalam sistem Islam, salah satu pilar penting dalam mencegah korupsi ialah ditempuh dengan menggunakan sistem pengawasan yang ketat. Pertama, pengawasan yang dilakukan oleh individu. Kedua, pengawasan dari kelompok. Dan ketiga, pengawasan oleh negara. Dengan sistem pengwasan ekstra ketat seperti ini tentu akan membuat peluang terjadinya korupsi menjadi semakin kecil, karena sangat sedikit ruang untuk melakukan korupsi. Dengan diterapkannya syariat Islam tentu akan berefek pada tumbuhnya Spirit ruhiyah yang sangat kental, spirit yang timbul bahwa siapapun senantiasa merasa diawasi oleh dzat yang Maha Melihat dan tak pernah tidur, spirit yang membuka kesadaran bahwa akan ada hisab atas segala amal dan perbuatan manusia, bila spirit seperti ini nyang timbul tentu akan berdampak pula pada menggairahnya budaya amar ma’ruf nahi mungkar ditengah-tengah masyarakat. [Tri S]
(*Penulis adalah Pemerhati Perempuan dan Generasi)