Oleh Fitriani S Pd
( Penggagas Komunitas Smart With Islam Tomia)
Menjadi pemuda kritis terkadang dilematis. Salah satu penyebabnya lantaran suaranya kalau berbicara soal politik atau keadaan negara yang amburadul, selalu dianggap sok tahu dan sok pintar. Katanya karena usia yang masih bau kencur sehingga belum layak memberi masukan atau sekedar mengeluarkan pandangan. Padahal punya sikap kritis itu sangat penting untuk pemuda yang penuh energik. Sehingga sayang sekali kalau harus mengarantinanya dalam hati. Selain tidak kelihatan, pasti tidak akan membawa perubahan.
Sikap kritis juga bagus untuk kesehatan jiwa. Bisa memupuk jiwa sosial karena kepekaannya terhadap lingkungan sekitar. Ini juga tentu bisa membuat mereka, para pemuda bisa mengutarakan pendapat. Karena jarang-jarang pemuda yang berani mengeluarkan pendapat. Kebanyakan adem ayem sibuk dengan dunianya sendiri. Apalagi hidup di zaman yang makanannya serba Monosodium Glutamat seperti saat ini.
Kritis juga bukan berarti GU (gila urusan) dengan masalah orang lain. Karena ia dimaknai sebagai wujud kepedulian dan ekspresi cinta. Jika seandainya hidup tidak ada yang ingatkan, pasti bisa jadi kita tidak akan berubah menjadi baik. Ingat juga firman Allah yang artinya :“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran : 110)
Mengkritisi kebijakan pemerintah adalah salah satu bukti cinta terhadap negeri ini. Tanda care pada masyarakat yang tengah dilanda berbagai macam krisis kehidupan karena kebijakan-kebijakan yang dzalim.
Karena itu, sikap kritis berfungsi sebagai kontrol, baik kontrol sosial maupun personal. Dengan adanya sikap kritis, maka kita juga menjaga masyarakat agar tetap beradab. Bayangkan saja jika tidak ada yang kritis terhadap gaya hidup remaja hedonis, pendidikan materialis atau kebijakan pemerintah yang imperialis serta sistem yang sekularis, sudah tentu kemaksiatan akan kian merajalela dan murka Allah akan kian mendekat karena diamnya kita akan semua itu. Sebab sialnya, kita semua yang akan menanggung resikonya. Apalagi, manusia adalah makhluk sosial yang hidup bermasyarakat yang saling menopang satu dengan lainnya. Kehidupan mereka yang berada di dalam suatu lingkungan diibaratkan oleh Baginda Rasul Saw dengan indahnya bak berada di dalam sebuah bahtera di tengah laut lepas.
Rasulullah Saw bersabda, “Perumpamaan orang-orang yang melanggar larangan-larangan Allah dan orang-orang yang menaatinya adalah ibarat satu kaum yang bersama-sama naik ke sebuah kapal layar. Sebagian mereka berada di atas dan sebagian lagi berada di bawah (dek). Bila orang-orang yang berada di bagian bawah ingin mengambil air, maka mereka harus melewati orang-orang yang berada di atasnya. Lalu orang-orang yang berada di bagian bawah mengatakan,”Kita lubangi saja lambung kapal ini agar kita memperoleh air tanpa harus menyusahkan orang-orang yang di atas kita”. Jika mereka dibiarkan melakukan niat mereka, maka semua orang yang berada di kapal tersebut pasti celaka. Tetapi jika mereka dicegah, maka orang-orang itu bisa selamat dan selamat pula seluruh penumpang kapal itu!” (Shahih Bukhari dan Tirmidzi)
Sikap kritis yang dimaksud juga ialah memahami fakta atau peristiwa yang terjadi. Menganalisis penyebabnya dengan pemikiran yang cemerlang dan menggunakan kacamata Islam. Kemudian memberikan solusi terbaiknya yang tidak hanya sekedar solusi jangka pendek, melainkan solusi fundamentalis yang mencakup solusi atas seluruh permasalahan yang menimpa.
Sebab, pemuda sebagai agen of change di mata dunia bukanlah pemuda abal-abal yang hanya pandai mengkritik dengan cara yang tidak makruf. Namun mereka yang memiliki visi dan misi yang jelas untuk mengubah dunia yang tadinya di lingkupi kegelapan dan kedzaliman, menjadi terang benderang penuh kedamaian dan kesejahteraan.
Berani, kritis dan solutif, itulah karakter hakiki pemuda seharusnya. Tentu, kritis yang etis tetap diutamakan. Yang dibarengi dengan menguatkan hati agar tetap istikamah dalam dakwah sebagai ekspresi jiwa. Karena dengan dakwah, nilai kritis kita punya nilai tambah dan bikin eksis. Dalam artian eksis yaitu diakui keberadaannya sebagai pemuda yang ideologis dan bertaqwa, bukan ketenaran yang lainnya yang malah buat dada tersayat-sayat, seperti eksis narkoba, seks bebas, maksiat dan lain-lainnya.
Imam Syafi'i memberikan nasehat "Demi Allah, hidup seorang pemuda itu tergantung ilmu dan takwa. Bila keduanya tidak ada, keberadaannya tidak dianggap..”. Dan tentu, menyertakan ideologi Islam sebagai solusi dari masalah yang dikritisi menjadi hal yang diutamakan. Sehingga sikap kritis tetap etis, tidak pakai anarkis, dan solusi yang ditawarkan juga ideologis. Inilah pemuda kritis yang eksis. Wallahu a’lam bissawab