Oleh : Agus Susanti ( aktivis dakwah/ anggota #Amk3 )
Indonesia adalah sebuah Negara hukum, dan semua sudah di atur dalam sebuah UU. Kemudian sebagai pengamanan terhadap tindakan kriminal yang mungkin terjadi di masyarakat maka di setiap masing-masing wilayah sudah disiapkan pengamanan yakni kepolisian. Hidup bertetangga dengan beberapa oknum polisi ternyata tidak menjamin kita akan merasa aman disana. Bahkan sekalipun dekat dengan kantor Polsek rasa was-was tetap menghantui. Tindak kriminal bukan hanya bila terjadi pencurian atau pembunuhan. Bebasnya warga dalam melaksanakan perjudian serta leluasanya mereka dalam menikmati minuman yang memabukkan adalah pemandangan yang sudah biasa saya hadapi dalam keseharian.
Meskipun hal ini tidaklah merugikan saya secara langsung, tetapi hal ini tentu menjadi ancaman bagi masyarakat terutama remaja yang seharusnya menjadi harapan bangsa yang apabila meniru perbuatan tersebut akan rusaklah masa depannya. Banyak istri yang mengeluh karena suaminya sehari-harinya menghabiskan uang untuk nongkrong di meja perjudian dan di temani dengan minuman yang haram itu. Tak jarang sang suami pulang dengan kekalahan di meja judi dan dalam posisi mabuk kemudian di rumah istrilah yang menjadi sasaran amarah kekesalan suaminya. Bukan hanya kata kasar yang akan di lontarkan bila seseorang sedang dalam pengaruh minuman beralkohol, tetapi kekerasan fisik kerap di rasakan. Terlebih lagi apabila istri tidak mau memberikan uang untuk menjadi modal perjudiannya lagi.
Perjudian di perkampungan ini marak di sebabkan banyaknya para kepala rumah tangga yang tidak memiliki pekerjaan atau yang hasil dari pekerjaannya minim. Bertaruh di meja perjudian di harapkan akan membuat mereka meraih keberuntungan sehingga dapat memenangkan sejumlah uang yang nantinya dapat memenuhi kebutuhan di rumah. Minimnya lapangan kerja bagi warga dan cerewetnya sang istrilah yang awalnya membuat hal seperti ini terus mewabah. Di tambah besarnya biaya yang harus di keluarkan, mulai sekolah, kesehatan, listrik,air dan kebutuhan pokok lainnya.
Dan yang paling menyedihkan adalah saat kita menjadikan aparat kepolisian sebagai harapan untuk menghentikan praktik perjudian dan penjualan minuman beralkohol tetapi justru mendiamkan bahkan terkadang ia pun turut bergabung dalam lingkaran yang sama, ada pula yang malah menjadi pemodal bagi para penjudi yang kehabisan uang(modal). Dimana marwah seorang aparat penegak hukum saat ini?, mengapa mereka tidak tergerak untuk memberantas hal semacam ini!. Semua seakan menutup mata dan telinga, sehingga praktik haram ini pun tetap berdiri tegak dan terus manjalar bahkan tak lagi ada rasa malu atau berdosa walaupun praktik ini terjadi tepat di sebelah bangunan mesjid tempat kaum muslimin beribadah.
hal serupa juga pernah terjadi di Belu, NTT, dimana oknum polisi berpangkat aipda yang seharusnya mengamankan praktir perjudian justru diam dan terlibat langsung dalam lingkaran perjudian yang di temukan saat penggrebekan aparat kepolisian Resor Belu pada 6 februari 2010. http://kompas.com
Ini adalah dampak dari penerapan sistem kapitalis yang berbiaya mahal dan juga akibat penerapan paham sekulerisme yang memisahkan urusan kehidupan dengan agama. Alhasil tidak ada perasaan berdosa ketika melakukan sesuatu yang di haramkan Allah. Serta tidak ada rasa takut melakukan aktivitas yang melanggar hukum di sebabkan tidak ada tindakan yang cukup membuat mereka jera dari pihak aparat.
Kapitalis-sekuler menjadikan sebuah pangkat atau jabatan hanya sebagai status sosial dan sarana menghasilkan uang tanpa memperhatikan inti dari tugasnya. Jabatan itu artinya seseorang di berikan amanah, dan seseorang ketika tidak menjalankan amanahnya pasti akan di mintai pertanggungjawaban baik di dunia oleh atasannya dan di akhirat oleh sang kholiq. Dalam sistem saat ini aparat hanya akan bergerak ketika ada perintah dari atasan, dan atasan hanya akan mengerahkan anggotanya ketika ada laporan dari warga. Sementara warga tidak ada yang berani mengadukan hal ini di karenakan tidak memiliki biaya untuk membuat pengaduan. Tidak ada yang gratis di Indonesia yang menerapkan sistem kapitalis, jadi ketika ingin membuat laporan ke kantor kepolisian tanpa biaya atau gratis yang di dapat hanyalah penolakan ataupun jika di terima berkas laporan itu hanya akan tersimpan rapi menjadi sebuah arsip.
Jika Indonesia masih terus mempertahankan sistem warisan kafir penjajah ini, maka hal-hal di atas akan terus terjadi. Maka bila kita ingin agar hal serupa tidak lagi terjadi yakni di bersihkan, caranya adalah dengan mencampakkan sistem kuffur ini dan menggantinya dengan sistem islam yang bersumber dari sang kholiq. Dengan begitu bukan hanya kesejahteraan yang akan kita rasakan tetapi juga rahmat dan keberkahan. Dan hal ini akan dirasakan oleh semua orang tanpa membedakan ras, suku, agama dan kasta. Karena islam sudah mengatur semuanya secara menyeluruh.
Wallahu a’lam bishawab