Oleh: Arin RM, S.Si
(Member TSC)
Umat Islam korban gempa di Lombok rawan menjadi target pemurtadan. Di Dusun Loloan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB) ditemukan buku-buku Kristen yang siap dibagikan kepada masyarakat (voa-islam.com, 25/08/2018). Para relawan dari berbagai organisasi masyarakat Islam menemukan berbagai bukti kuat yang mengarah kepada ajakan untuk murtad dari agama Islam. Bukti-bukti berupa buku-buku kerohanian yang diselipkan di tengah-tengah tumpukan logistik dan diduga disebarkan melalui bantuan tingkat kecamatan lalu kelurahan. Bukti lain yang ditemukan relawan adalah rekaman yang menunjukkan sekelompok wanita yang mengajarkan kalimat-kalimat doa. Salah satu dari mereka terlihat jelas mencipratkan air dari sebuah wadah dengan tangan kananya (tarbawia.net, 25/08/2018).
Menyikapi hal tersebut, Bupati Lombok Barat, Fauzan meminta semua pihak, termasuk para tuan guru dan penyuluh agama Islam, memperhatikan hal tersebut. Dia menilai, kristenisasi tidak pantas dilakukan karena mayoritas masyarakat Lombok Barat beragama Islam dan sebagian kecil lainnya beragama Hindu. Dia meminta para relawan tidak mendompleng kegiatan distribusi bantuan dan penyembuhan trauma dengan maksud lain. Terlebih, kata dia, hal ini menyangkut persoalan keyakinan yang dianut warga. Beredar di media sosial tentang aksi yang diduga rentan pemurtadan di sebuah pos pengungsian di Lombok Utara (republika.co.id, 28/08/2018).
Dalam kondisi fisik yang belum stabil, perekonomian yang carut marut, memanglah dipandang sebagai ladang empuk untuk misi pemurtadan. Pemurtadan disini adalah pemurtadan yang dilakukan kepada pemeluk Islam agar meninggalkan keyakinannya. Tentu ini adalah perbuatan tidak benar, mengingat mayoritas warga Lombok (94%) adalah muslim. Mengajak seseorang untuk memeluk keyakinan baru kepada orang yang sudah memiliki agama merupakan perbuatan yang melanggar aturan. Hal tersebut mengacu pada Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1979 tentang Tata cara Pelaksanaan Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia.
Pada Bab III tentang Tata Cara Pelaksanaan Penyiaran Agama, Pasal 4 berisi: “Pelaksanaan penyiaran agama tidak dibenarkan untuk ditujukan terhadap orang atau kelompok orang yang telah memeluk/menganut agama lain dengan cara: a. Menggunakan bujukan dengan atau tanpa pemberian barang, uang, pakaian, makanan dan atau minuman, pengobatan, obat-obatan dan bentuk-bentuk pemberian apapun lainnya agar orang atau kelompok orang yang telah memeluk/menganut agama yang lain berpindah dan memeluk/menganut agama yang disiarkan tersebut. b. Menyebarkan pamflet, majalah, bulletin, buku-buku, dan bentuk-bentuk barang penerbitan cetakan lainnya kepada orang atau kelompok orang yang telah memeluk/menganut agama yang lain. c. Melakukan kunjungan dari rumah ke rumah umat yang telah memeluk/menganut agama yang lain.” Keputusan itu mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. “Ditetapkan di: Jakarta. Pada tanggal: 2 Januari 1979. Menteri Dalam Negeri H. Amir Mahmud dan Menteri Agama H. Alamsjah Ratu Perwira.”
Dalam kacamata Islam pun, pemurtadan tidak dibenarkan. Islam menempatkan negara sebagai bagian yang vital dalam mengatur ekspresi keberagamaan warga negaranya. Hal ini karena negara di dalam Islam ditegakkan atas dasar Aqidah Islam. Konsekuensinya segala sesuatu yang berhubungan dengan institusi negara, hak dan kewajiban negara dan warga negaranya didasarkan pada Islam. Negara Islam akan menerapkan berbagai kebijakan yang saling mendukung bagi terciptanya aqidah yang bersih, kuat dan berpengaruh pada diri kaum muslimin.
Negara akan melarang setiap bentuk penyebaran dan propaganda ide-ide dan prilaku yang bertentangan dengan aqidah Islam. Oleh karena itu, individu dan organisasi apapun dilarang untuk menyebarkan ide-ide pemikiran dan ideologi kufur seperti program kristenisasi, kapitalisme, sosialisme, pemikiran yang meragukan kebenaran risalah Islam, serta pemikiran yang dapat mengakibatkan kemunduran ummat. Pelakunya tak akan dibiarkan melenggang namun akan diseret ke meja hijau dan dikenakan sanksi ta’zir yang kadarnya ditetapkan oleh kepala negara.
Pemurtadan fisik di Lombok dapat dicegah juga jika menejemen bencana terlaksana dengan baik. Jika secara teknis untuk pendistribusian bantuan ini internal pemerintah kekurangan tenaga, maka koordinasi dengan relawan bisa dilakukan. Meskipun di lapangan relawan dari ormas yang tidak mendapatkan hati pemerintah, setidaknya koordinasi akan mencegah “penilepan” bantuan oleh pendompleng keadaan untuk agenda pemurtadan. Perlu pantauan serius dalam hal pendistribusian bantuan yang terbebas dari misi membahayakan aqidah umat. Upaya berlapis di atas adalah rangkaian penjagaan bencana dari misi permutadan yang pada faktanya suka menunggani keadaan. Dan memang, jika tanpa ketegasan sistem Islam aktivitas seperti itu sangat sulit diperkarakan. Umatlah yang harus sadar dan waspada sendiri membela aqidah saudaranya. Maka, sangat tak heran bagi mereka yang paham dan sadar, hadirnya sistem Islam adalah sebuah kerinduan. [Arin RM]