Oleh: Tri S, S.Si
Pengadilan Agama Manna, Kabupaten Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu, mencatat angka perceraian hingga pertengahan tahun ini mencapai 447 kasus, dan sebagian besar di antara nya dipicu penggunaan media sosial yang kurang bijak. ANTARA News (7/7/2018).
Namun angka ini lebih rendah bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 775 kasus perceraian, kata Panitera Pengadilan Agama Manna Sairun di Manna.
Sairun mengungkapkan, penyebab terjadinya kasus perceraian di Kabupaten Bengkulu Selatan didominasi faktor perselisihan dan pertengkaran dengan persentase 80 persen yang berujung pada gugatan cerai. Kemajuan teknologi menyebabkan perkara perceraian dalam hubungan rumah tangga.
Peningkatan kasus perceraian diduga dampak dari media sosial, lantaran pasangan suami-isteri menggunakan media sosial hingga melupakan tugas dan kewajiban masing-masing. Hal itulah yang menyebabkan pertengkaran dan perselisihan dalam pernikahan. Mereka belum bijak menggunakan media sosial.
Ia juga menjelaskan, ketika salah satu pasangan menggunakan media sosial maka akan rentan terjadi salah paham. Kehadiran media sosial sering menimbulkan ketidakharmonisan dan keretakan hubungan pernikahan karena diduga adanya pihak ketiga. Status dan komentar romantis, serta komunikasi secara sembunyi-sembunyi menjadi pemicu kecemburuan dan pertengkaran yang akhirnya berujung cerai. Dia berharap masyarakat bisa bijak menggunakan media sosial, terutama untuk kegiatan positif yang justru bisa menimbulkan keharmonisan rumah tangga.
Saat ini media sosial memiliki dampak besar pada kehidupan kita. Seseorang yang tadinya tak dikenal bisa seketika menjadi besar dan sangat populer. Demikian juga terhadap lembaga perkawinan dan rumah tangga media sosial saat ini punya peran besar untuk meruntuhkan atau sebaliknya mengokohkan. Media sosial yang tren saat ini facebook, twitter, whatsapp, instagram, line dan lain sebagainya telah menjadi bagian hidup dunia modern.
Lembaga perkawinan saat ini menjadi tak lagi begitu sakral, akibatnya perceraian bukan sesuatu yang tabu lagi, bahkan terkadang menjadi cara menaikkan popularitas seseorang. Perkawinan tidak lagi sesakral orang tua kita dahulu yang memelihara dan menjaganya agar tetap utuh. Kebaikan yang ada di dalam rumah tangga saat ini semakin memudar karena semua anggota keluarga mencari kebahagiaannya sendiri-sendiri di luar. Suami menjadi tidak betah berlama-lama di rumah dan memilih kumpul bersama kawan-kawan menjadi hobi sehari-hari daripada menjadi teladan mengimami kehidupan di rumah tangga.
Para suami banyak terkena penyakit “suka selingkuh” dan tidak bertanggung jawab soal nafkah apalagi sekarang akibat media sosial ini mulai dari facebook, sms, whatsapp, bbm, dan lain sebagainya telah menjadi kawan akrab setiap saat. Masing-masing anggota keluarga lebih sering ngobrol di media sosial daripada dengan istri dan anak-anak. Membawa smartphone kemana saja bukan karena hal penting seperti untuk meningkatkan pengetahuan dan keimanan tetapi untuk senantiasa terkoneksi, bisa chatting atau ngobrol yang tak jelas manfaatnya kecuali hanya untuk senda gurau semata.
Sebelum adanya kemajuan teknologi informasi seperti sekarang, antara anggota keluarga banyak saling berbicara dan bertatap muka, ada kontak fisik hingga ikatan kasih-sayang benar-benar terasa indah. Tetapi sekarang kemajuan teknologi handphone, smartphone, tablet dan lain sebagainya semakin melemahkan komunikasi antara keluarga. Bertemu saudara atau orang-orang yang dikasihi tidak sepenting dulu, cukup bertemu melalui sms, whatsapp, bbm apalagi bisa video call. Smartphone telah menjadi segalanya, dimana saja, kapan saja senantiasa dalam genggaman. Bahkaan ditempat-tempat ibadah, dalam acara ibadah sekalipun ada sebagian orang yang tetap asyik berchatting tanpa menghiraukan orang lain. Mungkin ini gejala permisif memudahkan dan menggampangkan semua sehingga etika dan tatakrama, adat istiadat menjadi luntur karena terkontaminasi dengan budaya hidup modern.
Pengadilan Agama telah menjadi saksi mata berapa banyak masalah rumah tangga menjadi hancur berawal dari kesalahpahaman akibat sms, koment atau foto instagram, whatsapp atau facebook. Ada istri atau suami mendapatkan laki-laki atau wanita idaman lain akibat banyak berchatting melalui FB, whatsapp dan medsos lainnya sehingga akhirnya menimbulkan pertengkaran yang berujung pada perceraian. Terkadang berawal dari kesalahpahaman dan kecemburuan akibat salah chatting yang terbaca oleh pasangan dan akhirnya menimbulkan pertengkaran yang dalam.
Sebuah perkawinan atau rumah tangga memang idealnya menjadi tempat paling aman dan tenteram di seluruh muka bumi bagi semua anggota yang ada di dalamnya. Keluarga menjadi tempat paling nyaman bagi suami yang baru bekerja seharian penuh banting tulang mencari nafkah di luar rumah. Keluarga menjadi tempat menenangkan diri dari hiruk pikuknya kesibukan duniawi yang melelahkan dan menjemukan. Bagi seorang istri, rumah tangga menjadi tempat termulia menyemaikan kasih sayang seorang ibu yang tidak terkira bagi anak-anak dan suami. Besarnya kelembutan dan kasih sayang seorang istri dan ibu dari anak-anak menjadi obat yang mujarab penawar rasa kecewa, kegalauan dan kesedihan akibat pergaulan di dunia luar. Dekapan seorang ibu menjadi penyejuk hati bagi anak-anak. [Tri S]
(Penulis adalah Pemerhati Perempuan dan Generasi)