Oleh : Fitriani ( Aktivis Islam Ideologis/ anggota #AMK3)
“ Dan diantara tanda-tanda kekuasaannya ialah dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan di jadikan di antaranya rasa kasih sayang” ( TQS.Ar-Rum ayat 21). Keluarga muslim adalah keluarga yang bahagia sebagaimana firman Allah yang tertuang dalam al-qur’an surah ar-rum 21 tersebut. Karena pernikahan itu menjadikan seorang suami merasa tentram dan damai di sisi istrinya, begitu pula sebaliknya. Ketentraman dan kedamaian adalah awal dari kebahagiaan gambaran sosok suami yang memenuhi hak istrmi secara ma’ruf bukanlah khayalan , sebagaimana yang telah Rasulullah contohkan. Beliau menjadi suami dan pemimpin rumah tangga .
Kesakinahan rumah tangga menafikkan adanya riak-riak rumah tangga yang siap menghadang. Maka biduk rumah tangga haruslah di arahkan sesuai ketetapan syara’ , bahwa “ kaum lelaki adalah pemimpin kaum wanita” ( TQS.An-nisa ). Maka amanah kepemimpinan ada di pundak suami . saling menghargai dan memenuhi hak dan kewajiban suami istri haruslah di sesuaikan sebagaimana islam mengaturnya. Begitu juga dalam hal mendidik anak yang bukan hanya kewajiban istri tapi juga kewajiban suami. Karena anak yang salih tidak akan terlahir begitu saja, perlu proses pendidikan dan panutan baik dari orang tuanya. Yang ini semua membutuhkan kerja sama dari keduanya.
Maka hubungan antara suami/istri dalam keluarga muslim bukanlah seperti pimpinan dan bawahan, namun laksana persahabatan yang saling menghormati , menyayangi, saling memperhatikan dan bersinergi dalam membangun rumah tangga harmonis sebagaimana yang Rasulullah contohkan dalam bingkai ketaqwaan. Di tambah peran negara yang sangat mendukung keberlangsungan kehidupan ideologis. Tapi, kemana perginya gambaran kehidupan muslim saat ini? Sebagaimana saat islam di terapkan di seluruh penjuru dunia. Kini fakta berbicara lain, gambaran keluarga yang sesungguhnya hilang bahkan tak ada di benak kaum muslim. Berbagai kasus yang mendera keluarga muslim saat ini, angka perceraian tinggi, perkosaan, perselingkuhan, dan sebagainya. Semua mala petaka ini terjadi akibat islam tidak di jadikan sebagai aturan hidup manusia.
Nilai-nilai islam luntur di tengah keluarga, di tambah derasnya arus globalisasi dan liberalisasi yang memperparah musnahnya nilai-nilai islam di dalam keluarga dan masyarakat akibat kejahatan kapitalisme. Akibat racun kapitalisme, manusia berlomba-lomba meraih penghidupan yang layak dengan dalih takut miskin dan memperkaya diri, mendorong setiap individu untuk mencurahkan segenap tenaga tanpa mempertimbangkan halal/haram dan aturan syariah. Akibatnya, elemen keluarga pun terkena imbasnya yang menghantarkan kepada pelalaian tugas/fungsi keluarga dan orang tua, saling berganti peran. Ibu bekerja mencari nafkah sedangkan ayah berdiam di rumah mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Peran ibu sebagai madrasah utama sirna sudah. Anak-anak yang seharusnya di lindungi dan di berikan pendidikan yang layak oleh orang tua, tak jarang kini di pekerjakan mencari nafkah dengan alasan kemiskinan. Itu di jadikan sumber persoalan sehingga menjadi fokus perhatian, maka banyak pihak yang berupaya untuk menyelesaikan persoalan itu , yang sebenarnya permasalahan keluarga bukan hanya kemiskinan. Namun karena hancurnya nilai-nilai keluarga dan pelalaian fungsi/tugas suami istri tersebut.
Dan suburnya ideologi kapitalis dan sekulerisme yang menjauhkan peran agama dalam mengatur kehidupan, maka kebusukan kapitalisme akan terus merebak keseluruh penjuru kehidupan keluarga muslim. Maka kemiskinan bukan menjadi alasan hilangnya fungsi keluarga muslim. Sesungguhnya persoalan utama adalah menuntaskan akar masalahnya yaitu kapitalisme dan menggantinya dengan penerapan syariat islam kaffah yang dapat mensejahterakan dan mengembalikan fungsi keluarga yang sesungguhnya. Wallahu a’lam bishawab….