Oleh : Ammylia Rostikasari, S.S.
(Komunitas Penulis Bela Islam)
Sesuatu yang membuat masyarakat menggaruk kepala yang sebenarnya tidaklah gatal. Di saat tahun pemilu dengan gempita segala sesuatunya dipersiapkan, di sanalah semua macam cara dilancarkan.
Sebelumnya sempat heboh peristiwa penganiayaan terhadap ulama juga persekusi atas aktivitasnya dakwahnya. Kini justru rezim seolah getol ingin merangkul ulama untuk diajak partisipasi dalam kompromi demokrasi.
Beberapa Ulama alumni 212 tidak sedikit yang ikut partisipasi dalam partai peserta pemilu. Bahkan diberi posisi nyaman sehingga diharapkan dapat menjadi kawan setia pihak pemangku kekuasaan. Padahal, sebelumnya lisannya berkoar-koar untuk mengkritisi kebijakan yang cenderung menyudutkan ulama dan ajaran Islam.
Kala ulama dibujuk rayu agar ikut partisipasi dalam kompromi demokrasi, sesungguhnya para imperialis Barat tengah memasang ranjau di sana. Itu sebagai cara untuk mengesankan bahwa negara menjunjung prinsip dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat mampu bersatu padu dengan ulama dan ajaran Islam.
Namun, seribu sayang. Bagi Muslim yang berpikir cemerlang, hendaklah kita dapat berpikir dengan cermat dan mendalam. Bagaimana jika ulama yang diamanahi membimbing umat agar mendekat pada maslahat dan menjauh dari mudharat, kini dimintai untuk menjadi perpanjangan suara dari pihak yang jelas anti syariat.
“Ulama adalah pewaris nabi” (HR At-Tirmidzi dari Abu Ad-Darda radhiallahu ‘anhu). Adanya bukanlah untuk kompromi dengan demokrasi. Sebuah sistem pemerintahan yang jelas-jelas tidak mengindahkan aturan Ilahi. Isi logika manusia seolah dewa yang dijadikan sumber aturan kehidupannya.
Ulama adalah teladan. Langkahnya haruslah senantiasa terpaut dengan aturan Sang Pencipta. Lisannya kerap jadi rujukan. Sehingga keberadaannya benar-benar melanjutkan perjuangan dalam menolong agama Allah, sebagaimana jejak perjuangan Rasulullaah saw. Dan para sahabat.
Ulama hanya akan mau ikut andil dalam kekuasaan jika perjuangannya semata untuk menerapkan Islam secara kaffah. Ulama akan rela hati semata berjuang untuk melanjutkan kehidupan Islam dalam menegakkan institusi negara Khilafah ‘ala minhaji nubuwwah.
Sebuah negara yang telah berjaya lebih dari 13 abad lamanya. Adanya menghasilkan peradaban mulia. Terbentang dari berbagai negara, lintas benua. Tak menjadikan suku, ras, budaya sebagai penghalangnya. Tersebab Islam hadir di muka bumi untuk menyatukan manusia dengan keagungan aturan-Nya.
Islam yang Allah turunkan sebagai agama sekaligus pandangan hidup yang mulia. Adanya menjadi solusi komprehensif dari setiap masalah yang dihadapi. Wujudnya mengundang berkah. Penerapan kaffah nya menjadikan rahmat bagi semesta. Wallahu’alam bishowab