Oleh; Zakiyah Almanaf
Pusaran kekuasaan dan syahwat berkuasa menarik siapapun yang memiliki sumbu putar sejalan dengan kepentingan penguasa. Tak terkecuali ulama. Ulama dengan segala keistimewaannya memiliki daya tarik yang luar biasa, sehingga menjadi mangsa yang mempesona. Betapa tidak, dengan keilmuannya dan kekuatan jamaahnya ulama menjadi sasaran seksi untuk dimainkan di hajatan lima tahunan. Seperti penomena yang terjadi saat ini, aroma berebut kaum sarungan kembali terasa. Salah satu caranya adalah dengan menggaet ulama. Simpul umat ini seakan menjadi kunci kemenangan dalam perebutan susksesi pilpres 2019.
Sayangnya aksi gaet menggaet ulama ini begitu terkesan memaksakan, aroma memperalat ulama begitu nyata terasa. Ulama hanya dijadikan sebagai alat untuk mendompleng simpati dan popularitas semata. Pertarungan dan perebutan ulama saat ini menunjukan seolah-olah kedua paslon begitu peduli dengan pendapat dan ilmu dari ulama tersebut. Padahal kenyataan selalu bicara lain. Berkali-kali pemilihan presiden berkali kali juga ulama dan umat harus menelan kekecewaan akan sikap penguasa atas pelaturan yang diterapkannya.
Ulama Jadilah panutan Umat
Melihat fungsi ulama cukuplah kita berkaca kepada ulama salaf, yang lahir dimasa tabiin. Beliau ada Atha bin Abi Rabbah, seorang ulam yang tidak silau dengan kemewahan. Beliau juga memliki keilmuan yang luar biasa, dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa Atha bin Abi Rabbah ini pernah bertemu dan belajar kepada lebih dari dua ratus sahabat.
Riwayat lain mengisahkan ketika Ibnu Umar datang ke Mekah lalu orang-orang pun datang dan mengitarinya untuk meminta fatwa, maka Ibnu Umarpun berkata; "Kalian mengumpulkan pertanyaan-pertanyaan dan mengitariku sedangkan di sisi kalian ada Atha bin Abi Rabbah."
Perkataan senada pernah diucapkan oleh ibnu Abbas, tatkala ada seseorang yang diutus untuk mengajukan pertanyaan kepadanya, lalu sepupu Nabi saw ini menjawab, "Wahai penduduk Mekah, kalian berkumpul dan meminta fatwa kepadaku padahal ditengah-tengah kalian ada Atho bin Abi Rabbah".
Selain dari sisi keilmuan, Atho bin Abi Rabbahpun memiliki amal yang yang patut diikuti. Dalam sebuah kisah Atho bin Abi Rabbah diundang oleh khalifah ke istananya. Ketika dipersilahkan duduk diatas kasur mewah yang terbentang indah. Ulama rabbani yang rendah hati ini justru malah menolaknya dan memilih duduk diatas dipan. Atho bin Abi Rabbahpun hanya mau menghadap penguasa demi kepentingan ummat. Beliau tidak segan-segan menyampaikan apa yang harus disampaikan bukan apa yang ingin didengar penguasa.
Atho adalah ulama yang mampu menjalankan perannya. Yaitu peran pertama sebagai panutan Ilmu. sebagimana pengertian dari kata ulama. kata ulama berasal dari bahasa arab bentuk jama dari kata aalim. Dalam Al Qur'an Allah menegaskan peran ini; "Allah meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang berilmu (ulama) beberapa derajat." (QS. Al mujadalah 11)
Dengan keilmuannya ulama bertugas membina masyarakat dan membimbing penguasa dalam penerapan aturan Islam dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Sehingga dalam hal ini ulama harus melepaskan jerat-jerat kepentingan yang akan menumpulkan ilmu. Ulama juga dengan keilmuannya harus memiliki idealisme sehingga tidak terpedaya dan menjadi mangsa kekuasaan.
Peran kedua ulama sebagaimana dicontohkan Atho bin Abi Rabbah adalah beramal dan menjadi teladan. Senantiasa memberikan teladan amal dalam perbuatannya. Beramal dengan ilmu yang dimilikinya, beramal untuk umat, beramal dalam menasehati penguasa. Karena sesungguhnya Ilmu tanpa amal adalah zonk, beramal tanpa ilmu bisa keliru. Berbuat menyalahi ilmu yang dipahaminya adalah kemunafikan. Untuk itu sebaik-baik ulama adalah yang mampu menyelaraskan amalnya dengan ilmu yang dimilikinya.
Bukan malah mengkhianati ilmunya dengan kesediannya diperalat sama penguasa. Karena sejatinya penguasa saat ini, mendekati dan merangkul ulama hanya untuk menjadikan ulama sebagai legitimasi atas pencitraan dan kebijakan-kebijakannya. Supaya terkesan seolah-olah paslon yang didukung ulama adalah paslon yang sudah sesuai dengan syariat Islam dan memenuhi kriteria untuk menjadi pemimpin umat Islam. Padahal sejatinya ulama hanya dijadikan sebagai mangsa untuk menerkam umat Islam.