Islam Di Lombok Menuju Punah ?

Oleh : Aulia Fiddien (Pemerhati Sosial)

Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Mungkin peribahasa itulah yang paling pas menggambarkan nasib umat Islam di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). saat ini. Setelah dilanda gempa dengan 7 skala richter pada 5 Agustus 2018 yang lalu dan masih terus bersusulan hingga saat ini, perhatian dari pemerintah pusat pun terkesan kurang maksimal. Karena dana untuk bantuan pengungsi belum merata dan masih banyak  yang kekurangan. Sehingga masih terus menerima bantuan dari swasta. Bahkan sekarang mereka menghadapi bencana yang lebih besar, yakni ancaman pemurtadan di balik bantuan kemanusiaan.


Seperti dilansir dari hidayatullah.com, adanya kasus dugaan penyebaran misi agama tertentu di Lombok. Dewi Handayani, Muslimah berusia 23 tahun, mengakui sebagai perekam video dugaan bantuan berkedok misi agama tertentu. Dewi yang rumahnya di Lombok Utara, juga rata dengan tanah akibat gempa itu, telah diperiksa kepolisian terkait viral-nya video tersebut di media sosial.


Dewi, mahasiswi STIKES Yarsi Mataram, yang sebentar lagi akan diwisuda itu, mengakui, video tersebut direkam saat kegiatan trauma healing berlangsung di kampungnya di Dusun Onggong Lauk, Desa Teniga, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara, Jumat (24/08/2018) lalu.Dewi merekam lantaran penasaran dengan tata cara trauma healing yang relawan lakukan kepada para korban gempa bumi.


“Saya heran dan bertanya-tanya karena trauma healing itu menggunakan cara percik-percik air kepada warga. Lalu saya rekam dan lempar ke grup WhatsApp kampus mempertanyakan hal itu,” ujarnya kepada tim investigasi Forum Arimatea, di kantor MUI NTB, Kota Mataram, Kamis (30/8/2018) kemarin.


Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Prof Din Syamsuddin mengaku sudah dua-tiga kali ke sana, tapi belum menyaksikan langsung adanya kegiatan itu. Din sedang mencari fakta dan informasi apakah betul ada kalangan agama tertentu yang berusaha secara sistematis memanfaatkan keadaan pengungsi yang sedang susah untuk ditarik ke agama lain. Meski demikian, ia mengingatkan kelompok keagamaan untuk tidak melakukan pemurtadan.


“Karena itu bertentangan dengan etika kerukunan umat beragama yang disepakati pada musyawarah besar pemuka agama untuk kerukunan bangsa Februari lalu,” pesan Din belum lama ini kepada para wartawan di kantor pusat MUI, Jakarta.


Kentalnya Islam di Lombok, Kota Seribu Masjid


Masyarakat Lombok, sebagian besar adalah muslim. Mereka sangat menjunjung tinggi agama Islam. Bahkan cadar dan jilbab (Rimpu) adalah pakaian adat muslimah Lombok. Pulau Lombok sendiri, dijuluki Pulau Seribu Masjid. Tak terlalu berlebihan, karena berdasarkan data, ada 9.000 lebih masjid besar dan kecil di pulau seluas 5.435 km² ini.


Salah satu putra Sasak, yang kini menjadi dosen di Fakultas Seni Rupa Desain Institut Teknologi Nasional Bandung, Taufan Hidjaz, menjelaskan, penyebutan Pulau Seribu Masjid ini bermula dari kunjungan kerja Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama, Effendi Zarkasih, pada tahun 1970 silam.Kala itu, Effendi meresmikan Masjid Jami’ Cakranegara. Saat meresmikan, Effendi terkesan sekali dengan banyaknya masjid di Lombok.


“Sebutan Lombok sebagai Pulau Seribu Masjid itu diberikan Dirjen Bimas Islam Pak Effendi Zarkasih,” kata Taufan dalam Seminar Wisata Halal yang digelar di Islamic Center, Mataram, NTB, baru baru ini. Menurut Taufan, masjid merupakan representasi budaya Sasak di Lombok. Dalam catatannya, terdapat 3.767 masjid besar dan 5.184 masjid kecil di 518 desa di Lombok.


“Lombok dijuluki Pulau Seribu Masjid. Julukan ini bermakna di Lombok sangat banyak masjid sehingga menjadi karakter khas yang membedakan dengan daerah lain,” lanjut Taufan.


Selanjutnya, tutur Taufan, masjid merupakan artefak penting yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan kolektif masyarakat di Lombok dalam semua aspek. Masjid menjadi tanda bagi keberadaan kolektif masyarakat Sasak, dari tingkatan dusun, desa, dan kota sebagai umat Muslim.


Taufan menceritakan, Islam datang di Pulau Lombok dan diterima oleh masyarakat Sasak Lebung, karena dianggap kompatibel dengan ideologi Lomboq (lurus) dan pencarian kebenaran Sak Sha (yang satu) yang selama ini mereka cari. Tentunya tidak serta merta, tetapi melalui proses transformasi bertahap yang sangat damai.


Mengapa etnis Sasak Lombok seluruhnya identik dengan Islam? Padahal di daerah lain yang jauh lebih dahulu Islam tidak demikian. Penelusurannya bisa dari aspek budaya, juga dari nama Lomboq (lurus) dan Sasak (sak sha=yang satu).


Konon, cikal bakal orang Lombok dulu adalah para pendatang dari luar berideologi Lomboq (lurus), yang senantiasa berupaya untuk menemukan kondisi ideal dimana satu kebenaran yang paling benar untuk pedoman kehidupan mereka. Melihat pada adat istiadat yang masih ada, artefak budaya, cerita-cerita, dan peninggalan yang masih ada, sebelum orang Sasak menganut Islam, mereka adalah penganut mistis-animisme.


Pada kesempatan yang sama, Ketua Badan Pimpinan Daerah (BPD) Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) NTB, H Lalu Abdul Hadi Faishal, menjelaskan rahasia mengapa di Lombok berdiri ribuan masjid. Mayoritas masjid-masjid yang dibangun masyarakat itu besar dan indah. “Karena masyarakat Lombok menyisihkan lima puluh persen penghasilannya untuk membangun masjid. Biar rumahnya sendiri biasa-biasa saja, tetapi masjid-masjid mereka indah,” ungkap Faishal. (www.hidayatullah.com) 


Mencegah Punahnya Islam Pasca Gempa


Suatu kali di masa Rasulullah di Madinah terjadi gempa bumi. Rasulullah SAW lalu meletakkan kedua tangannya di atas tanah dan berkata, "Tenanglah … belum datang saatnya bagimu.'' Lalu, Nabi SAW menoleh ke arah para sahabat dan berkata, "Sesungguhnya Rabb kalian menegur kalian … maka jawablah (buatlah Allah ridha kepada kalian)!"


Sepertinya, Umar bin Khattab RA mengingat kejadian itu. Ketika terjadi gempa pada masa kekhalifahannya, ia berkata kepada penduduk Madinah, "Wahai Manusia, apa ini? Alangkah cepatnya apa yang kalian kerjakan (dari maksiat kepada Allah)? Andai kata gempa ini kembali terjadi, aku tak akan bersama kalian lagi!"


Seorang dengan ketajaman mata bashirah seperti Umar bin Khattab bisa, merasakan bahwa kemaksiatan yang dilakukan oleh para penduduk Madinah, sepeninggal Rasulullah dan Abu Bakar As-Shiddiq telah mengundang bencana.


Umar pun mengingatkan kaum Muslimin agar menjauhi maksiat dan segera kembali kepada Allah. Ia bahkan mengancam akan meninggalkan mereka jika terjadi gempa kembali. Sesungguhnya bencana merupakan ayat-ayat Allah untuk menunjukkan kuasa-Nya, jika manusia tak lagi mau peduli terhadap ayat-ayat Allah.


Imam Ibnul Qoyyim dalam kitab Al-Jawab Al-Kafy mengungkapkan, "Dan terkadang Allah menggetarkan bumi dengan guncangan yang dahsyat, menimbulkan rasa takut, khusyuk, rasa ingin kembali dan tunduk kepada Allah, serta meninggalkan kemaksiatan dan penyesalan atas kekeliruan manusia. Di kalangan Salaf, jika terjadi gempa bumi mereka berkata, 'Sesungguhnya Tuhan sedang menegur kalian'.''


Apakah gempa Lombok juga suatu teguran? Banyak yang menduga gempa Lombok adalah bentuk peringatan Allah karena Gubernur NTB yang semula mendukung umat Islam dianggap merubah haluan mendukung Jokowi dalam pencalonan presiden berikutnya. ”Gempa di gunung Rinjani itu di Lombok itu, merupakan peringatan Tuan Guru Bajang (TGB) dan Jokowi, dari Yang Maha Kuasa”Ungkap Ki Cagak Gagak Lumayung Pamungkas (CGLP). Senin sore (30/7/18). (bukti.id)


Terlepas dari semua itu, di negeri seribu masjid ini juga banyak kemaksiatan yang dilakukan di tempat-tempat wisata. Gili Trawangan adalah tempat wisata yang biasa didatangi turis-turis mancanegara. Mereka terbiasa hedonis dan hidup bebas tanpa terikat aturan agama. Tentu saja hal ini akan menodai Islam yang ada di Lombok.


Bukannya bertaubat dan memperbaiki tanggung jawab terhadap umatnya, para pemimpin di negeri ini justru kurang maksimal menangani korban gempa dan membiarkan adanya gerakan pemurtadan terselubung di Lombok. Bahkan yang berusaha mencari bukti kasus ini, Dewi Handayani, malah yang diperiksa polisi. Jika dibiarkan, umat Islam dalam ancaman kepunahan !


Islam adalah agama yang menjaga aqidah umatnya. Seorang Muslim tidak boleh meninggalkan Islam alias murtad. Orang Islam yang murtad, mengaku sebagai nabi, atau menistakan Islam dan syariahnya akan dihukum bunuh. Nabi saw. bersabda:


Siapa saja yang murtad dari agamanya, bunuhlah! (HR at-Tirmidzi).


Cara Islam ini menjadi semacam imunitas bagi seluruh kaum Muslim. Dengan cara ini pula pemurtadan akan menghadapi tembok tebal. Virus kemurtadan yang ingin ditularkan oleh orang-orang murtad seperti saat ini tidak akan terjadi. Mengapa? Karena tak akan ada orang murtad yang hidup dan menjadi misionaris. Karena ancaman hukuman mati. Bersamaan dengan itu, negara dalam Islam akan mengajarkan akidah Islam kepada seluruh warga negara melalui jalur pendidikan dan media massa.


Penjagaan negara yang luar biasa terhadap agama ini tidak akan memungkinkan munculnya aliran-aliran sesat, seperti yang terjadi di negeri ini. Penjagaan negara atas agama ini pun tidak akan memungkinkan munculnya orang-orang liberal yang merusak Islam dari dalam. Penistaan terhadap Islam, al-Quran dan Nabi saw. juga tidak akan muncul. Syariah Islam telah memiliki sejumlah sanksi keras atas penistaan ini.


Kita tidak menginginkan umat Islam punah di Lombok karena adanya pemurtadan terselubung lewat bantuan kemanusiaan. Mencegah punahnya Islam di Lombok, tidak cukup dilakukan individu dan ormas-ormas tertentu (masyarakat). Negara harus turun tangan langsung memberi sanksi terhadap pihak-pihak yang memancing di air keruh ini dengan menerapkan sanksi yang tegas dan segera melindungi aqidah dan memulihkan kondisi pengungsi agar tidak mudah dimurtadkan. Wallahu a’lam bisshowab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak