Ironi di Negeri Demokrasi

Ratna Munjiah (Pemerhati Sosial Masyarakat)

Sedih, miris, menggelikan,saat ini rasanya susah bagaimana harus menggambarkan kondisi Indonesia, dimana kondisi saat ini penuh kerusakan ,sejauh ini, persoalan yang mendera rakyat Indonesia semakin kompleks, nampak kesenjangan hidup mewarnai kehidupan rakyat Indonesia, dimana yang kaya semakin kaya dan yang miskin kondisinya semakin menyedihkan.

Banyak kelompok yang kaya dari golongan para pejabat, carut marut pengaturan kehidupan telah terjadi disemua lini . Semakin nyata bahwa semua yang terjadi akibat dari penerapan ideologi sekuler dan pengabaian terhadap aturan Allah SWT. Saat yang dipakai hukum buatan manusia, tentu tidak akan pernah membawa pada kebaikan, bisa kita saksikan bersama pemerintah salah dalam menetapkan atau mengelola negara, dan yang baru saja terjadi bagaimana korupsi di kota Malang menambah gambaran malangnya nasib negeriku.

Inilah gambaran negeri yang menerapkan sistem demokrasi, menyanjung-nyanjung demokrasi, berharap terlalu tinggi dengan demokrasi, salah satunya ada anggapan bahwa dengan penerapan demokrasi maka akan terwujud kesejahteraan masyarakat. Ini merupakan salah satu utopia dari demokrasi.

Mengapa? karena tidak ada hubungannya sama sekali antara demokrasi dan kesejahteraan, bagaimana manusia salah dalam menentukan jalan untuk mencukupi kebutuhan hidup, yang dilakukan jauh bertentangan dengan aturan islam, banyak yang pada akhirnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mengambil jalan pintas,  prinsipnya yang penting bahagia, apakah sesuai aturan Allah atau tidak ya itu belakangan.

Bisa kita saksikan bagaimana kondisi yang terjadi dinegeri kita, banyak pejabat terjerat kasus korupsi. Demokrasi adalah implementasi dari ideologi kapitalis, dimana modal kekuasaan adalah uang, sehingga membuka peluang untuk korupsi, kecintaan pada dunia membuatnya lupa, bahwa dia dipilih oleh rakyat untuk menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat dengan menjalankan amanah-amanah yang rakyat berikan kepadanya. 

Seperti berita terbaru. JAKARTA, KOMPAS.com- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang melihat inti permasalahan dari korupsi massal anggota DPRD Kota Malang adalah lemahnya integritas mereka. KPK telah menetapkan 41 dari 45 anggota DPRD Kota Malang sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap pembahasan APBN-P Pemkot Malang Tahun Anggaran 2015.

Menurut Saut, konflik kepentingan para anggota muncul dalam proses penganggaran tersebut sehingga meruntuhkan integritas 41 anggota DPRD itu. “Jadi kalo Anda tanya, persoalan integritas, mau sistemnya kayak apa pun, pengawasannya kayak apa pun, KPK nungguin kayak apa pun, ya akan bisa terjadi karena ini persoalan integritas,”ujar Saut di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Rabu (5/9/2018).

Sejatinya apa yang terjadi di Indonesia saat ini,  karena Indonesia menerapkan sistem Kapitalis-Demokrasi, asas manfaat lebih diutamakan. Dalam sistem demokrasi hukum menjadi penuh dengan kepentingan. Lihat saja bagaimana keberadaan hukum-hukum yang penuh dengan kepentingan ekonomi, hukum dan aturan diperjual belikan sesuai dengan keinginan personal dan kelompok tertentu.

Sebenarnya sebelum kasus korupsi di kota Malang ini, banyak pejabat tertangkap oleh KPK, dari kasus Idrus, Zumi Zola, Setya Novanto, , dan masih banyak kasus  lainnya.

Melihat maraknya pejabat yang terlibat kasus korupsi , membuktikan bahwa kekuasaan atau jabatan yang diberikan dalam sistem demokrasi merupakan jalan mulus bagi mereka untuk meraup kekayaan, merupakan jalan pintas untuk mengumpulkan materi, dimana dalam demokrasi yang membuat hukum adalah manusia yang  didasarkan pada hawa nafsu, dalam sistem demokrasi hukum menjadi penuh dengan kepentingan.

Demokrasi yang merupakan turunan dari Kapitalisme adalah cara legal yang menjadi justifikasi atas perampokan harta rakyat. Dengan berdalih pada keputusan wakil rakyat, muncullah berbagai perundangan yang isinya justru merampas dan menguras kekayaan rakyat.

Hal ini terjadi karena para wakil rakyat yang seharusnya menjadi wakil rakyat justru ketika menyusun perundang-undangan malah menjadi wakil kaum kapitalis yang sedari awal menanam sahamnya di dunia politik agar kepentingannya tetap terjaga. Jadilah melalui demokrasi aset dan kekayaan negara terkuras habis, diputuskan untuk diprivatisasi dan dikuasai oleh swasta. Anggaran negara menjadi bancakan proyek-proyek yang minim dalam mensejahterakan rakyat, namun justru menjadi sarana untuk memupuk kekayaan swasta yang bermain disana.

Demokrasi adalah sistem paganis, sistem yang menjadikan manusia sebagai sumber hukum, bukan sang Pencipta. Melalui sistem demokrasi, hawa nafsu manusia senantiasa mendapatkan salurannya dan pembenarannya. Bagaimana bisa membangun masyarakat bertakwa ketika negara menyerahkan ketakwaan hanya menjadi persoalan personal dan individual, saat kebenaran dan kebatilan dibiarkan bertarung secara bebas, maka individu-induvidu jauh dari nilai-nilai ketuhanan sehingga negara abai terlibat untuk menjaga rakyatnya.

Melihat kenyataan sistem demokrasi seperti itu, sudah saatnya rakyat mencampakan sistem demokrasi dan beralih ke sistem Islam. Karena demokrasi dan Islam adalah dua sisi yang saling bertolak belakang. Demokrasi menjadikan manusia sebagai Tuhan, sedangkan Islam mengajarkan bahwa manusia adalah makhluk yang harus tunduk pada sang Pencipta alam semesta, Allah SWT.

Konsep demokrasi telah gagal, rusak dan menyesatkan karena demokrasi memberi manusia/rakyat kedaulatan atau hak mutlak untuk membuat hukum. Kekufuran demokrasi dari segi konsep kedaulatan tersebut sangat jelas. Sebab, menurut akidah Islam, yang berhak membuat hukum hanya Allah SWT bukan manusia (QS al-An’am [6]: 57).  Itulah titik kritis dalam demokrasi yang sungguh bertentangan secara frontal dalam Islam. Memberi hak kepada manusia untuk membuat hukum adalah sebuah kekufuran (QS al-Ma’idah [5]: 44) Ketetapan ini didasarkaan pada dalil-dalil yang qath’i (pasti).

Ini dari segi kedaulatan. Adapun dari segi kekuasaan, Islam menetapkan bahwa kekuasaan berada di tangan rakyat (as-sulthan li al-ummah), hampir sama dengan demokrasi. Namun, diantara keduanya ada perbedaan. Dalam demokrasi kekuasaan diberikan kepada wakil-wakil rakyat untuk membuat hukum. Sebaliknya, dalam islam, kekuasaan diberikan oleh rakyat kepada penguasa untuk menjalankan hukum, yakni hukum-hukum Allah SWT atau syariah Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan as-sunnah. Wallahua’lam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak