Oleh: Fitri Adetia Setiawati
Momentum 1 Muharram merupakan tonggak sejarah bagi umat Islam, dan dijadikan sebagai perhitungan awal kalender Hijriah. Sebagaimana kita ketahui bahwa penetapan 1 Muharram sebagai tahun baru Hijriah dikenal pada masa Khalifah Umar bin Al-khaththab, ditandai dengan peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah.
Sejarah pun mencatat, pembangunan tatanan sosial masyarakat Islam secara total, serta perkembangan Islam sangat pesat itu terjadi setelah hijrah terjadi. Maka seringkali para Ahli selalu menghubungkan antara hijrah dan kebangkitan Islam. Dengan begitu kita perlu menggali nilai filosofi dari hijrah itu sendiri.
Hijrah juga dapat diartikan sebagai penanaman komitmen untuk melaksanakan Islam secara Kaffah.
Namun pada faktanya, umat Islam pada saat ini hanya memahami Islam hanya sebatas aspek Ibadah ritual saja. Sehingga Islam dikotomi, Islam terpenjara, seakan-akan islam hanya mengatur urusan ibadah ruhiah tidak dalam hal lain. Padahal Islam adalah agama yang sempurna mengatur seluruh aspek kehidupan, bukan hanya ibadah ruhiah saja, politik, ekonomi, pendidikan, kebudayaan sampai pengaturan negara semua diatur oleh Islam.
Kenapa bisa terjadi demikian? semua ini diakibatkan dari bercokolnya pemikiran barat kafir penjajah yakni Sekulerisme yang memisahkan agama dari negara serta memisahkan agama dari kehidupan. Alhasil masyrakat ada dalam pemahaman Islam yang sempit dan dalam kejumudan.
Sehingga dalam momen hijrah ini, kita jadikan sebagai momen untuk berjuang merubah keadaan masyarakat yang fasad menuju masyarakat yang beradab. Merubah keadaan masyarakat yang jumud menuju masyarakat yang lebih baik dan dinamis.
Doktor Ahmad Aid ‘Athiyyah berkata:
“Sesungguhnya manusia tidak (akan) berfikir tentang perubahan kecuali jika dia memahami bahwa disana (di dalam kehidupannya) terdapat realitas yang fasid, atau buruk atau paling tidak sesuai dengan yang seharusnya. Untuk didapatkan pemahaman tersebut (disini) maka adalah suatu keharusan adanya ihsas atas realitas yang fasid tersebut.” (Ahmad Athiyyat, Ath-thariq: dirasatun fikriyyatun fii kayfiyyah al-amal litaghyiri waqi’ al-ummah wa inhadhiha, hal 21)
Alhasil untuk merubah suatu masyarakat ke arah yg lebih baik kita sebagai pengemban dakwah harus trus memahamkan Islam secara kaffah agar masyarakat pada saat ini tidak terpengaruh dengan pemikiran kapitalis yang ada saat ini, dengan begitu penerapan sistem Khilafah akan terwujud, jika pemahaman kapitalis sekuler sudah lenyap di tengah-tengah masyarakat, karena mereka akan mengetahui bahwa sistem yang akan menyejahterakan hanyalah sistem Islam, yaitu Khilafah Islamiyah.
Wallahu a’lam bish-shawwab.