Mulyaningsih S. Pt
Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat serta salam semoga tercurah dan terlimpa kepada Nabi kita Muhammad SAW, keluarga, sahabat serta umat beliau yang teguh memegang Islam. Tak terasa waktu begitu cepat berputar, sekarang kita telah memasuki bulan dan tahun baru. Muharram, itulah bulan pertama dalam penanggalan hijriyah yang akan kita lewati. Banyak kisah serta cerita yang dapat kita laksanakan serta amalkan dalam kehidupan ini. Termasuk pula proses hijrah yang dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabat. Peristiwa tersebut adalah salah satu fakta sejarah yang seharusnya kita laksanakan bersama. Tak hanya sekedar acara-acara perlombaan dan pawai saja, namun perlu edukasi serta penjabaran detail terkait dengan hal tersebut. Yang terpenting adalah bagaimana kita mensikapi, mengambil serta melaksanakan makna dari peristiwa penting yang telah lama berlalu selama 14 abad.
Hijrahnya Rasul dan para sahabat adalah berpindah tempat dari Mekah menuju Madinah. Kejadian tersebut sangat jauh dari masa kita. Lantas yang menjadi persoalan adalah mampukah kita meneladani tanda penduduk peristiwa tersebut dan menerapkannya dalam kehidupan. Itu adalah pertanyaan yang penting, sebab di masa sekarang ini Islam jauh sekali dari pemeluknya. Faktanya adalah Islam hanya dijadikan sebagai penghias di kartu saja. Hanya sebatas pada ranah ibadah ritual saja. Mengatur sholat, puasa, zakat, nikah, talak, dan waris. Sementara pada hal yang lain Islam belum atau bahkan tidak boleh ikut campur di dalamnya. Sehingga akhirnya Islam-pun tak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari manusia.
Berkaca dari peristiwa hijrahnya Rasul, sebenarnya ada maksud atau pengertian dari kata hijrah tersebut. Menurut bahasa hijrah berarti berpindah dari suatu tempat ke tempat lain, dari suatu keadaan ke keadaan lain. Menurut Rawas Qalah ji dalam Mujam Lughah al-Fuqaha, hijrah berarti keluar atau berpindah dari satu negeri ke negeri yang lain untuk menetap disana.
Mengutip dari buku Fath al-Bari bi Syarh Shahih al-Bukhari karya Ibnu Hajar al-Asqalani serta kitab Awn al-Mabud karya al-Alqami dijelaskan bahwa kata hijrah tersebut ada dua macam. Yaitu lahir (zhahirah) dan batin (bathinah). Pengertian dari hijrah batin adalah meninggalkan seluruh apa saja yang diperintahkan oleh hawa nafsu yang mengarah pada keburukan (nafsu al-ammarah bi as-su) serta seruan setan.
Seseorang yang melakukan taubat sungguh-sungguh kepada Allah SWT, menaati segala perintahNya dan menjauhi segala yang dilarangNya maka orang tersebut sejatinya telah melakukan proses hijrah. Sebagaimana penjelasan Nabi SAW saat ditanya, Wahai Rasulullah, siapakah orang yang berhijrah (muhajir) itu? beliau menjawab: Dialah orang yang meninggalkan perkara yang telah Allah larang atas dirinya (HR Ahmad).
Hijrah batin ini adalah sebuah perkara yang memang harus dilakukan oleh setiap muslim. Ketika dia mau menggapai ridha Allah maka satu-satunya jalan adalah dengan patuh serta melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Segala aktivitas yang dia lakukan harus bersandar pada hal tersebut diatas. Sebagai contoh, meninggalkan budaya suap-menyuap, bisnis barang haram, muamalah ribawi, berbuat zalim, membela LGBT, persekusi dakwah dan yang lainnya. Segala aktivitasnya bersandar pada islam semata, giat melakukan amar maruf, beribadah, mencari rejeki yang halal, menutup aurat dan sebagainya. Allah SWT berfirman: Bersegeralah kalian menuju ampunan Tuhan kalian dan surga seluas langit dan bumi yang disiapkan bagi orang-orang yang bertaqwa (TQS Ali Imran: 133).
Hijrah lahir (zahirah) yang diterangkan oleh Ibnu Hajar adalah lari menyelamatkan agama dari fitnah. Sama halnya dengan penjelasan al-Jurjani dalam At-tarifat, bahwa makna hijrah adalah meninggalkan negeri yang berada di tengah kaum kafir berpindah ke Dar al-islam. Artinya adalah meninggalkan segala apa yang Allah larang termasuk didalamnya berpindah dari negeri syirik untuk tinggal di Darul Islam (Negara Islam).
Darul Islam adalah suatu wilayah (negara) yang menerapkan syariah Islam secara kaffah (menyeluruh) dalam segala lini kehidupan manusia serta keamanan berada penuh di tangan kaum muslim.
Hijrah lahir inilah yang kemudian menjadi peristiwa besar dalam sejarah kaum muslim. Semua kaum muslim berpindah dari Mekkah menuju Madinah agar Islam dapat diterapkan secara menyeluruh dalam kehidupan manusia. Dengan adanya peristiwa tersebut maka hukum-hukum Islam dapat diterapkan dalam segala lini kehidupan bahkan tak hanya di Madinah saja tetapi menyebar sampai ke seluruh penjuru dunia. Tepatnya hampir dua pertiga dunia mau menerapkan Islam secara totalitas tadi.
Yang terjadi sekarang ini hijrah lahir belum bisa terealisasi bahkan cenderung diabaikan. Kaum muslim sudah merasa puas dengan perbaikan ibadah mahdah serta perbaikan pribadi saja. Belum ada usaha keras untuk dapat menyelamatkan Islam dari segala fitnah yang ada. Sejatinya lontaran fitnah-fitnah sudah sangat jelas tertuju pada Islam. Islam dituduh macam-macam, mulai dari terorisme, radikalisme bahkan sampe pemecah persatuan. Tak hanya hal itu, persekusi para mubalig dan ulama kerap kali terus mewarnai di negeri ini. Padahal sejatinya mereka hanya ingin menyelamatkan negeri ini dengan petunjuk agama dari Allah SWT.
Itulah sedikit fakta kegelapan yang telah menyelimuti negeri ini. Kondisi tersebut tak jauh berbeda dengan kondisi pada saat Rasulullah dan para sahabat berada di Mekkah. Jahiliyah melanda setiap aspek kehidupan manusia. Beruntunglah Islam datang dan memberikan pertolongan dengan tegaknya Islam di Madinah. Yang membawa manusia keluar dari kegelapan menuju cahaya terang benderang.
Oleh sebab itulah, peristiwa Tahun baru Hijrah ini hendaklah kita ambil maknanya dengan baik. Hal tersebut hanya bisa terealisasi dengan cara menerapkan Islam secara kaffah sebagai aturan yang komprehensif, mengatur individu, masyarakat serta negara. Semoga kita mampu bersegera untuk melakukannya. Wallahu Alam. [ ]
Mulyaningsih, S.Pt
Ibu Rumah Tangga
Pemerhati masalah Anak, Remaja dan Keluarga
Anggota Akademi Menulis Kreatif (AMK) Kalsel