Oleh : Sri Purweni, SP
(Pemerhati Masalah Sosial)
Bertahun-tahun tak beroperasi, kegiatan pertambangan intan di Kota Banjarbaru akan kembali menggeliat. Pemainnya masih saja wajah lama, PT Galuh Cempaka. Perusahaan yang mengantongi Keppres Nomor B.53/Pres/I/1998 dan izin Kontrak Karya (KK) dari Kementerian ESDM ini akan menambang intan hingga tahun 2034 mendatang(PROKAL. CO. 05/04/2018)
Memang pertambangan Galuh Cempaka yang dulunya dilakukan dengan cara penambangan terbuka atau open pit hingga meninggalkan banyak lubang-lubang besar seperti danau Caramin, Danau Seran dan Danau Galuh Cempaka yang sekarang dijadikan sebagai objek wisata oleh masyarakat setempat, dan sekarang mereka berjanji untuk lebih baik dalam menambang karena itu akan menggunakan sistem pengeboran agar lebih ramah lingkungan.
Diharapkan bangkitnya perusahaan tambang yang mendapat izin langsung dari kementrian ESDM itu akan membawa keuntungan bagi kota Banjarbaru.
Hingga masyarakat setempat mengharapkan untuk dapat dipekerjakan pada perusahaan tambang tersebut.
PT Galuh Cempaka yang dulunya milik BUMN (Badan Usaha Milik Negara) kini setelah beberapa kali pindah kepemilikan akhirnya mayoritas saham diambil alih PT Pribumi Citra Megah Utama pada tahun 2017.
Dalam sistem yang sekuler kapitalis yang berlaku saat ini tak dapat dipungkiri bahwa kesejahteraan yang didapat dari bahan tambang tentu saja dikuasai oleh pemilik modal hingga tidak semua golongan masyarakat dapat merasakannya.
Sesuai dengan cita-cita luhur UUD 1945 pasal 33 "Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat."
Jika mengacu pada bunyi pasal itu maka tambang sebagai aset negara seharusnya tidak dikuasai oleh swasta seperti saat ini.
Sesuai dengan pandangan Islam bahwa barang tambang adalah milik umum dan dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan pada rakyat baik dalam bentuk barang murah untuk kebutuhan primer seperti, pendidikan, kesehatan dan fasilitas umum lainnya.
Sistem ekonomi Islam yang mencatatkan sejarah kemakmuran bagi rakyatnya, melarang milik umum seperti sumber daya alam (SDA) dikuasai individu (swasta).
Sesuai dengan hadits Rasulullah:
"Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan menjalankan hukum-hukum Allah dan mereka memilih-milih apa yang diturunkan Allah (sebagian diambil, sebagian dibuang), kecuali Allah akan menjadikan bencana di antara mereka.” (HR. Ibnu Majah no. 4009 dengan sanad hasan)
Akibat enggannya menerapkan hukum Allah berkaitan dengan kepemilikan umum ini, negeri yang gemah ripah loh jinawi ini, bukan hanya harus kehilangan sebagian besar SDAnya, namun masih lagi harus menanggung utang yang senantiasa meningkat, akibat tambang yang tidak dapat diusahakan oleh negara. Hingga negara memerlukan biaya besar dalam penyelenggaraannya.
Andai saja kepemilikan tambang-tambang yang ada di negeri ini dapat diusahakan negara, tentunya tak perlu kita menanggung utang untuk pembiayaan belanja negara.
Sementara lebih dari 30 juta penduduk negeri ini hidup dibawah garis kemiskinan, padahal kemiskinan bisa memicu orang untuk melakukan kekufuran.
Sungguh keberkahan hidup hanya ada ketika kita menjadikan syari’ah Allah sebagai aturan hidup keseharian kita, aturan yang mengatur individu, masyarakat maupun bangsa. Sebaliknya kedurhakaan manusia kepada-Nya tidak mengurangi kemuliaan-Nya, justru kedurhakaan akan berakibat buruk bagi pelakunya, baik di dunia maupun di akhirat. Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang selalu punya kekuatan tekad, semangat dan keseriusan dalam upaya untuk menta’ati Allah dalam setiap aspek kehidupan kita, tidak merasa cukup telah melaksanakan satu kewajiban namun abai terhadap kewajiban yang lain.