Oleh: Fita Erviana Sinta S.Pd
Asian games telah usai, namun euforianya masih dirasakan hingga hari ini. Mengenai hal itu, Erick mengungkapkan faktor utama yang membuat euforia Asian Games 2018 begitu terasa adalah kemegahan dari opening ceremony yang dilakukan di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK),18 Agustus 2018."Saya rasa ada key factor yang penting.Opening kita yang luar biasa, membuat masyarakat kita sangat percaya bahwa kita bangsa besar. Karena memang diopening itu kita selebrasi Indonesia untuk dunia, kita menunjukkan identitas kita untuk dunia," kata Erick saat "Konser Terima Kasih Indonesia untuk Para Juara" di Studio 5 Indosiar, Selasa (4/9/2018). Liputan6.com (Kamis 6/8/2018).
_Opening ceremony_Asian Games 2018 memang menghadirkan banyak pujian dari banyak pihak, bahkan dari luar negeri. Kemeriahan dan efek kejut dalam _ceremony_ tersebut dianggap sudah setara dengan level dunia, bahkan disebut yang terbaik sepanjang sejarah
Asian Games.
Untuk _Opening_ dan _closing ceromony_ yang megah pemerintah tak tanggung-tanggung merogoh kocek dengan jumlah yang fantastis. dilansir dari Indosport.com (Senin 20/08/18)
biaya _Opening_ dan _Closing Ceremony_ Asian Games 2018 menelan biaya sebesar 32 juta USD (sekitar Rp467 miliar). Hal ini dikonfirmasi langsung oleh Direktur Media dan Public Relations INASGOC
,Danny Buldansyah.
Biaya ini sedikit lebih mahal dari Opening Ceremony Olimpiade 2016 di Rio de Jeneiro, yang dilansir dari Fox Business hanya menelan biaya 21 juta USD (sekitar Rp306 miliar).
Kemenangan Indonesia Bonus Besar untuk Atlet
Indonesia sebagai tuan rumah menduduki peringkat ke-4, terbanyak meraih emas dalam sejarah mengikuti Asian Games yakni 31 emas. Peraknya 24 dan 43 perunggu. Pencapaian ini, menempatkan Indonesia sebagai satu-satunya negara di Asia Tenggara yang peringkatnya berada di level papan atas. Rival terdekat di kawasan Asean, Thailand, jauh berada di bawah, peringkat ke-12.
Saat memberikan keterangan pers di Media Press Center di Jakarta Convention Center, Sabtu sorer (1/9/2018), Ketua Panitia Pelaksana Asian Games 2018 (INASGOC), Erick Thohir menyampaikan terima kasih kepada seluruh rakyat Indonesia, Pemerintah Indonesia, 17.000-an atlet dan ofisial serta 11.000-an wartawan peliput dari seluruh platform atas dukungan dan kerja samanya sehingga menjadikan Indonesia sukses segalanya: Sukses Penyelenggaraan, Sukses Prestasi dan Sukses Ekonomi. Bisnis.com (sabtu 1/09/18)
Untuk kemenangan Indonesia ini, pemerintah langsung mengucurkan uang bonus untuk para atlet dan pelatih yang telah bertarung di ajang Asian Games 2018. Total dana yang dikucurkan mencapai Rp 210 miliar. Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi mengatakan, bonus tersebut tidak hanya diberikan untuk atlet yang meraih medali. Namun, bonus juga didapat oleh pelatih, asisten pelatih atlet berprestasi dan juga para atlet yang tak meraih medali. Dikatakan Imam, anggaran bonus tersebut berasal dari APBN dan Belanja Anggaran Bendahara Umum Negara yang diserahkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. DetikNews.com (Minggu 2/9/2018)
Untuk diketahui, di Asian Games 2018, para peraih medali emas akan mendapat bonus Rp 1,5 miliar untuk nomor tunggal, Rp 1 miliar untuk masing-masing pemain ganda, dan Rp 800-900 juta untuk tim beregu.
Sebelumnya
Presiden Jokowi menegaskan pemerintah sedang menyiapkan bonus bagi para atlet peraih medali Asian Games 2018. Jokowi ingin bonus cepat diberikan ke atlet.
"Kita siapkan segera. Ini kan ada prosedur, kalau bisa sebelum keringat mengering bonus sudah diberikan," ujar Jokowi di Padepokan Pencak Silat TMII, Rabu (29/8/2018). Detik.com (Jumat 31/8/2018)
Ekonomi Indonesia Kian Meradang
Sangat disayangkan ditengah gegap gempita Asian Games,kemenangan Indonesia,bonus besar para atlet dan respon cepat Presiden Jokowi, kondisi ekonomi negeri ini kian meradang. Rupiah menunjukkan keterpurukannya atas nilai dolar yang semakin menggila. Rupiah merosot melewati batas ambang psikologis. Dilansir dari Tribunnews.com (5/9/2018) nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) telah menembus angka Rp 15.029 pada Selasa (4/9/2018) malam.
Ekonom Institute For Development of Economic and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara menilai tekanan krisis Turki dan Argentina yang merembet ke negara berkembang menimbulkan kekhawatiran para pelaku pasar global. Hal itu terlihat dari melemahnya nilai tukar rupiah. Menurut Bhima, hal itu belum lagi diperparah dengan adanya rencana kenaikan suku bunga The Fed pada akhir September ini.
“Akibatnya investor menghindari risiko dengan membeli aset berdenominasi dolar. Indikatornya US dollar index naik 0,13 persen ke level 95,2. Dollar index merupakan perbandingan kurs dollar AS dengan 6 mata uang lainnya,” kata Bhima kepada Tribunnews.com, Selasa (4/9/2018).
Jebloknya rupiah saat ini akibat tingginya permintaan dolar AS untuk kebutuhan impor, yang paling tinggi dan menyebabkan defisit adalah impor migas. Menurut mantan Menteri Keuangan di pemerintahan Presiden SBY, Chatib Basri, saat ini yang menjadi perhatian utama adalah Current Account Deficit (CAD), selain itu salah satu sumber deficit yang besar adalah dari minyak bumi. Dengan demikian, pemerintah akan mengambil kebijakan dengan menaikkan harga BBM. Kenaikan BBM ini diharapkan akan membawa dampak ke CAD dalam 6 bulan ke depan. Jika kenaikan BBM ini benar terjadi, maka lagi-lagi rakyatlah yang akan merasakan dampaknya.
Selain faktor di atas, menurut anggota komisi IX DPR, Heri Gunawan tekanan dolar terhadap rupiah saat ini akibat penerapan kebijakan ekonomi yang salah. ekonomi Indonesia saat ini mengalami defisit ganda. Di mana defist Analytics berjalan mencapai US $ 8 miliar hingga bulan Juli 2018. Sementara hutang telah mencapai 34% dari PDB. Berdasarkan catatannya, Nilai tukar rupiah mengalami penurunan sebesar 8,7% sejak awal tahun 2018. sedangkan Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga sebesar 125 basis poin sejak bulan Mei. Kemudian, intervensi BI juga berdampak pada cadangan devisa yang turun sebesar 10,5% menjadi US $ 111,9 miliar. BI sendiri telah membeli obligasi pemerintah sebesar Rp 80 triliun pada tahun lalu untuk menurunkan hasil 10 tahun yang telah mencapai 8,094%.
Dengan demikian, beban utang luar negeri semakin berat. Setiap naik Rp100 per dolar AS, total stok utang luar negeri meningkat Rp10,9 triliun. Nilai Tunai akan mempengaruhi pembayaran kewajiban, yaitu membayar pokok dan bunga Utang. Dalam perincian DJPPR, pada 2018 utang jatuh tempo mencapai Rp 394 triliun dan di tahun depan sekitar Rp 420 triliun. Dengan begitu, jumlah beban pokok dan bunga sebesar Rp814 triliun.
Untuk menutupi utang luar negeri tersebut bukan tidak mungkin pemerintah akan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang akan menyengsarakan rakyat, rakyat diperas habis-habisan melalui pajak. Selain itu aset negara tak luput dari incaran pemerintah untuk menutupi utang luar negeri. Sampai saat ini sudah banyak aset negara yang dikuasai oleh asing dan aseng.
Sudah saatnya kita melek dengan kondisi politik dan kebijakan negeri ini. Pemerintah yang seharusnya mengurusi rakyat seakan abai dengan kondisi masyarkat. Gegap gempita Asian Games tidak mampu menjadikan bangsa ini besar. Hanya dengan kembali kepada sistem Islamlah kemuliaan negeri ini akan terwujud.
Wallahu a'lam bish shawab