Oleh: Siti Hartinah Ode
(The Voice Of Muslimah Papua Barat)
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah Swt., yang paling sempurna diantara cipataan-Nya yang lain. Hal ini dibuktikan tatkala Allah Swt., memerintahkan Iblis dan Malaikat untuk bersujud di kaki Nabi Adam as. Padahal Iblis tercipta dari api yang membara dan Malaikat tercipta dari cahaya. Sehingga menimbulkan rasa iri dan ketidak sukaan Iblis terhadap manusia yang hanya diciptakan dari tanah. Dari pembangkangan (kesombongan) Iblis terhadap perintah, Allah Swt., pun mengusir Iblis dari surga. Iblis pun berjanji untuk menyesatkan anak Adam as., sehingga dia mempunyai teman ketika di neraka. Kisah ini diabadikan di dalam al-Qur'an surat al-Araf 8: 11-16).
Akan tetapi, Allah Swt., tidak begitu saja memperbolehkan dan membiarkan Iblis dalam usahanya. Allah Swt., menurunkan para Nabi dan Rasul as., sebagai pemberi petunjuk. Adapula yang diberikan gelar ulul azmi dimana mereka ini mendapatkan mukjizat yang nyata. Salah satunya adalah Rasulullah Saw. Beliau Saw., diberikan mukjizat berupa kitab suci al-Qur'an yang sampai saat ini terjaga kemurnianya, juga sebagai pedoman hidup bagi umatnya di dunia. Tidak hanya itu, adapun hadis Nabi Saw., yang juga menuntun umat Islam di dunia.
Sebagai sebuah pedoman dalam hidup sudah sepantasnyalah manusia untuk mepelajari al-Qur'an, merealisasikan dan mengaplikasikan seluruh isinya di dalam kehidupan. Maka, Allah Swt., mewajibkan hamba-Nya untuk menuntut ilmu. Allah Swt., berfirman:
"Dan apabila dikatakan, Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Mujadilah 58: Ayat 11)
Dari Abu Hurairah ra., bahwasanya Rasulullah Saw., bersabda: "Barangsiapa yang menempuh suatu perjalanan dalam rangka untuk menuntut ilmu maka Allah akan mudahkan baginya jalan ke surga. Tidaklah berkumpul suatu kaum disalah satu masjid diantara masjid-masjid Allah, mereka membaca Kitabullah serta saling mempelajarinya kecuali akan turun kepada mereka ketenangan dan rahmat serta diliputi oleh para malaikat. Allah menyebut-nyebut mereka dihadapan para malaikat." (HR. Muslim)
Selama manusia itu masih bernafas dan melakukan aktivitas (bergerak) maka, sudah pasti akan terjadi suatu proses berpikir, kecuali orang gila atau orang cacat yang tidak memungkinkan dia untuk melakukan aktivitas berpikir, juga orang mati yang tidak dapat melakukan apapun. Dari proses berpikir itulah akan lahir sebuah kesimpulan yang nantinya dijadikan sebagai pemahaman orang tersebut dalam menjalankan kehidupanya.
Ya, manusia menjalankan kehidupanya di muka bumi ini dengan pemahamanya. Ketika pemahaman seseorang ini rusak, maka, kehidupanya pun akan rusak dan sebaliknya. Ini adalah sebuah hasil mutlak dari pemahaman yang terlahir akibat terjadinya aktivitas berpikirnya. Misalkan, ada dua orang si A dan si B. Si A sudah biasa berada dilingkungan kumuh yang di sekitar terdapat orang-orang dengan profesi sebagai pencopet. Alasan yang mendasari pencopet itu adalah untuk mendapatkan makan agar dapat bertahan hidup. Maka, si A akan akan berpendapat hal yang sama dengan orang-orang di sekitarnya, yaitu mencopet adalah boleh demi keberlangsungan hidupnya.
Sedangkan si B ini hidup di dalam keluarga pekerja keras. Orang-orang di sekitarnya berkerja demi bisa menghasilkan upah, kemudian dari hasil upah tersebut dapat dibelanjakan untuk bahan makan. Maka, si B akan memahami bahwasanya dalam menjaga keberlangsungan hidup (makan) tidak bisa jika, seseorang itu bersantai-santai. Tetapi, harus ada usaha untuk menjalankan kewajibanya (berkerja) setelah itu akan mendapatkan haknya (upah) .
Jika si B ini disuruh untuk mencopet, maka dengan tegas si B akan menolak. Sedang si A ketika dikatakan padanya mencopet itu tidak boleh dia akan merasa heran dan tidak suka. Karena, pemahaman yang dia miliki berbeda dengan pemahaman si B. Sebelum si A ini mendapatkan alasan yang masuk diakalnya dan sesuai dengan fitrahnya, maka, dia akan tetap melakukan hal tersebut.
Inilah mengapa di dalam kitabnya yang berjudul Nidzomul Islam,Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani meyatakan, "Bangkitnya Manusia tergantung pada pemikiranya tentang hidup, alam semesta, dan manusia, serta hubungan ketiganya dengan sesuatu yang ada sebelum kehidupan dunia dan yang ada sesudahnya". Selain Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani menyatakan bahwa bangkitnya manusia tergantung pada pemikiranya, juga menyatakan dengan tegas bahwasanya ada sesuatu yang sifatnya tidak terbatas yang mana sesuatu ini telah ada sebelum dan akan tetap ada sesudah hidup, alam semesta, dan manusia sirna. Jawabanya adalah Allah Swt., Sang Khaliq (Maha Pencipta) dan Sang Mudabbir (Maha Mengatur).
Semua manusia yang berjalan di muka bumi sadar bahwasanya suatu saat nanti dia akan mengalami fase kematian diamana jiwa dan raganya akan terpisah. Maka, dia tidak lebih dari seonggok daging dan apa yang didapatkanya di dunia (materi) akan ditinggalkan. Maka, disini terlihat sisi kelemahan dari manusia itu sendiri, yaitu waktunya akan habis ketika dia mati. Menandakan bahwasanya manusia itu terbatas.
Diciptkan tata surya yang di dalamnya terdapat planet-planet, matahari, bebatuan langit dan satelit alami yang dengan setia mengelilingi jalurnya tanpa saling bertabrakan satu sama lain. Akan tetapi, seperti yang tertulis di dalam al-Qur'an, ketika kiamat terjadi maka langit terbelah dan akan menjatuhkan benda-benda yang ada padanya. Dengan kata lain alam semestapun akan hancur dan memiliki batas.
Kemudian kehidupan yang ada di dunia ini akanlah berakhir bersamaan dengan hancurnya alam semesta. Manusia akan musnah, hewan-hewan akan mati, tumbuhan pun akan bernasip sama. Maka, kehidupanpun terbatas.
Dibutukanlah sesuatu yang tidak terbatas, itulah Allah Swt., dimana Allah Swt., sebagai Sang Khaliq (Maha Pencipta) dan Sang Mudabbir (Maha Mengatur) . Semua tundunk padanya hingga waktu yang ditentukan telah tiba, maka kehancuran pun (kiamat) akan terjadi. Sungguh betapa kecil manusia itu dihadapan Allah Swt., akan tetapi, diantara mereka (manusia) masih ada yang belagak pongah terhadap Allah Swt. Manusia tidak akan dapay berlagak pongah ketika sadar akan keterbatasanya tersebur.
Maka, pemahaman inilah yang harus ditamankan kepada setiap benak umat muslim, agar mereka tidak terseret oleh rayuan manis Iblis yang selalu haus untuk menjadikan manusia sebagai temanya di neraka. Hanya dengan membangkitkan pemikiran pulalah akan merubah pemahaman seseorang seperti contoh si B diatas. Seseorang itu akan terangkat derajatnya karena pemahamanya, sama halnya dengan menuntut ilmu. Karena menuntut ilmu Islam pun adalah melakukan aktivitas berpikir dan akan menghasilakan pemahaman Islami yang lebih banyak (ilmunya bertambah). Akan tetapi, harus ada kemauan dari diri manusia tersebut dalam hal ini. Dan inilah yang akan merubah dirinya dari keadaan yang jahil (bodoh) menjadi orang yang cermerlang. Allah Swt., berfirman:
ِ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْ
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri." (QS. Ar-Ra'd 13: Ayat 11)
Lakuakanlah aktivitas berpikir dengan ilmu yang khair (Islam). Karena dengan begitu akan terlahir sebuah pemahaman yang shahih. Juga, setiap manusia (bergerak) pasti akan selalu melakukan aktivitas berpikir, kecuali orang gila, orang sakit sehingga dia tidak mampu melakukan aktivitas berpikir dan orang mati (tidak bergerak). Ingat setiap manusia akan berakhir dengan kematian. Karena, memang pada dasarnya "Endingnya Hidup Itu Mati".