Dilema Hukum Syariat
Oleh : Anna Ummu Maryam
Sekitar 18 terpidana pelanggar Qanun di Aceh Barat hari ini sekira pukul 10.00 WIB akan dieksekusi cambuk di halaman Masjid Agung Baitul Makmur, Meulaboh.
Eksekusi cambuk yang digelar di Aceh Barat terbuka untuk umum dan mengabaikan Peraturan Gubernur (Pergub) Aceh yang memindahkan eksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan (LP). (Serambinews.com 20/09/2018 ).
Cambuk yang dilakukan satu diantaranya adalah terpidana perempuan penjual miras oplosan yang dihukum 68 kali cambuk. Meski peraturan Gubernur Aceh telah melarang eksikusi cambuk didepan umum namun eksekusi itu tetap dilakukan pada Kamis.
Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Barat Ahmad Sahruddin mengaku enggan untuk memberikan komentar tentang peraturan Gubernur Aceh tersebut namun untuk eksekusi cambuk hari ini yang hadir 22 orang.
“Yang berhasil dicambuk itu ada 18 orang sementara sisanya tidak bisa dicambuk karena sakit. Setelah mereka dicambuk semua terpidana mendapat perawatan medis sebab rata-rata mereka mengalami luka lembam usai dicambuk, ” katanya
(Sindonews.com 20/09/2018).
Sebuah apresiasi sangat layak kita tujukan pada aparat pemerintah Aceh Barat atas penanganan pelanggaran hukum syariat yang dilakukan. Karena hal tersebut adalah bentuk dari pelaksanaan syariat islam yang diberikan khusus bagi wilayah Aceh.
Namun demikian, penerapan yang telah dijadikan sebagai qanun bagi wilayah aceh belumlah sempurna sesuai dengan apa yang di inginkan oleh rakyat aceh, yaitu pelaksanaan syariat yang kaffah di bumi yang di gelar Serambi Mekkah.
Dilema Tak Berujung
Dilema akan banyaknya pertimbangan dan belum obtimalnya pembahasan qanun aceh Ini sebenarnya tidak terlepas dari aceh yang dijadikan sebagai salah satu tempat wisata berkelas internasional dan tempat penanaman modal bagi investor asing.
Bagi para investor asing tentu pelaksanaan syariat ini menjadi momok yang menakutkan karena prinsip kebebasan yang mereka adopsi. Dan ketidaknyamanan akan sanksi yang di jatuhkan bagi pelanggar maksiat, karena merekapun akan berpotensi mendapatkan hukuman itu. Tentu ini adalah hal yang mereka takuti dan berusaha dijauhkan dari kehidupan mereka.
Dilema semakin bertambah dengan penerapan sistem kapitalis yang dijadikan aturan dalam masyarakat telah melarang agama memiliki peran dalam kehidupan dan kebebasan dalam segala hal di berikan pada manusia itu sendiri. Bahkan sebuah kejahatan kini tak terlalu dipermasalahkan oleh beberapa kalangan tertentu walaupun itu kejahatan besar, apabila mampu membayar tebusan dan memiliki orang dekat dalam peradilan maka kasus tersebut dianggab tidak ada. Inilah fakta ketidaktuntasan kasus kriminal/ maksiat yang ada disekitar kita.
Kehidupan Dalam Sanksi Islam
Islam sangat menjaga interaksi di antara manusia berjalan dengan penuh kedamaian dan saling menghargai sesama manusia. Maka islam sangat tegas pada pelaku kejahatan/ kemaksiatan yang telah merusak interaksi diantara sesama manusia. yaitu telah melakukan kemaksiatan terhadap aturan Allah.
Tujuan pelaksanaan hukum yang adil dan tegas dilakukan sesuai perintah Allah, yaitu agar memberi efek jera dan penebus dosa akan tindakan yang dilakukan. Hal ini sejalan dengan konsekwensi keimanan yang telah dipilih yaitu islam. Dan kebenaran pelaksanaan itu adalah mutlak berasal dari Allah semata.
“Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu”. [QS Al-Baqarah [2]: ayat 147
Maka hendaknya kita sebagai muslim harus mengetahui bagaimana sebuah sanksi dijatuhkan agar menjadi gugur dosa si pelaku dan memberi efek jera baik baginya maupun manusia lainnya.
فإن تنزعتم فى شىء فردوه إلى الله والرسول
“…Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya),..” (QS. An Nisa’ :59).
Maka sudah sepatutnya pemerintah menjalankan hukuman sesuai dengan aturan Allah bukan karena mamfaat atau kepentingan kalangan tertentu tapi semata - mata melaksanakan perintah Allah saja.
Setiap sanksi yang telah ditetapkan Allah adalah kehidupan, artinya agar manusia menghargai sebuah kehidupan manusia yang lainnya yang menginginkan menjalani hidup dengan lingkungan yang menambah keimanan. Bukan dengan kekhawatiran akan adanya kemaksiatan yang dilakukan oleh manusia yang lain.
Kehidupan dengan penuh kedamaian dan ketenangan hanya bisa dirasakan jika syariat islam diterapkan secara kaffah bukan setengah - setengah. Dan pada masa sahabat sampai seterusnya syariat benar - benar sempurna dilaksanakan sebagai sebuah sistem pengatur aktivitas manusia dalam bentuk negara khilafah. Bahkan menjadi model negara terbaik dengan tindakan kejahatan terkecil di dunia.