Bulan Muharram Momentum Perubahan

Oleh: Hany Handayani Primantara

 (Ummahat Peduli Umat)


Jika dalam kalender Masehi kita mengenal bulan Januari sebagai bulan pertamanya. Maka dalam Islam akan kita temui bulan Muharram. Ya, Muharram adalah bulan Pertama pada kalender Hijriyah, sekaligus sebagai tanda Tahun Baru Islam. Bagaimana para tokoh Islam memaknai Tahun Baru Islam. Simak ulasan berikut ini.


Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan menilai Tahun Baru 1440 H adalah momen untuk hijrah. "Tahun Baru Hijriyah ini tidak sekedar berpindahnya Rasulullah SAW dari Makkah dan Madinah. Lebih jauh adalah bagaimana diingatkan oleh Allah dalam Alquran bahwa kalau orang yang beriman, berhijrah, dan berjihad di jalan Allah akan dibalas dengan kemenangan," Dilansir dari Republika.co.id


Masih dari sumber yang sama. Menurut Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan, "Secara teologi, Muharram merupakan bulan yang suci. Secara historis, Muharram merupakan awal kebangkitan Islam. Karena itu, umat Islam menyambut bulan tersebut dengan beragam tradisi."


Hal ini sejalan dengan ungkapan ustad Fatih Karim dalam sesi ceramahnya. Bertempat di Masjid An Nabawi Banjar Wijaya Tangerang-Banten saat malam tahun baru Islam kemarin. "Malam ini sudah seharusnya dijadikan momentum perubahan, momentum hijrah bagi kaum muslimin. Hijrah dari segala aktivitas yang buruk menjadi aktivitas yang lebih baik, yakni kepada al khoir (baca: Islam)." 


Sama halnya dengan pandangan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Marsudi Syuhud. Beliau mengatakan, para kiai NU menganggap Muharram sebagai bulan Hijriyah yang ditandai dengan hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah. Hal tersebut mempunyai makna bahwa manusia harus berubah dari sesuatu yang tidak baik ke yang baik.


Para tokoh Islam sepakat bahwa Tahun Baru Islam tak boleh sekedar dimaknai sebagai agenda rutin tahunan saja. Sekedar ceremoni atau bahkan mengkultuskan perayaan Tahun Baru layaknya kaum kafir memaknai Tahun Baru mereka. Dengan perayaan yang mubazir serta melalaikan.


Namun harus lebih dari  itu, karena di bulan Muharram ini telah Allah haramkan untuk berperang. Pada bulan ini juga Allah menyelamatkan para nabi dari serangan musuh. Maka dari itu Hijrahnya Rasul dari Mekkah ke Madinah pun harus dimaknai kebangkitan serta hijrah ke jalan Allah. 


Bagaimana kaum muslim bisa bangkit dan berjaya kembali seperti ketika Rasul ada ditengah-tengah umat? Sedangkan saat ini kebanyakan yang maksiat dan terlantar dari sisi fisik dan mental justru kaum muslimin sendiri. Pelaku korupsi? Muslim, pelaku kriminalitas? muslim. Tertuduh teroris muslim, bahkan sumber kitab suci pun justru dijadikan barang bukti teroris oleh seorang yang juga muslim. Astagfirullah. 


Jauh sekali rasanya kondisi umat saat ini dengan kondisi dulu saat masih ada Rasul. Jangankan untuk bangkit, untuk hidup tenang, bisa makan dan tidur nyenyak saja sulit bagi kaum muslim di negerinya sendiri. Cita-cita utopis yang sulit untuk dibayangkan. Membayangkan saja sulit apalagi mencita-citakan.


Wajar jika sebagian kaum muslim ada yang berpendapat demikian. Hal itu karena mereka belum paham akan kekuatan Islam dan janji Allah. Allah sendiri yang menyebutkan bahwa kaum muslim adalah umat terbaik. Hal itu bisa dilihat dalam Al-Quran surat Al Imran 110:


" Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik."


Begitu pula dengan janji Allah tentang kebangkitan Islam. Allah berfirman: " Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, 


dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun  dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah ( janji )  itu, maka  mereka itulah orang-orang yang  fasik".[ QS, An Nur 24:55]


Atas dasar itu selayaknyalah kita sebagai muslim mengembalikan segala urusan kepada apa yang Allah dan Rasul-Nya perintahkan. Yakni, kembali berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadis sebagai Way of life. Jika kita ingin janji Allah tersebut segera terealisasi. Bentuk pengembalian segala urusan ini bisa berupa ikut serta dalam perjuangan penegakan hukum-hukum Allah yang saat ini belum diemplementasikan.


Saatnya kita bangkit dengan menjadikan bulan Muharram ini sebagai titik tolak perjuangan. Menjadikan bulan Muharram sebagai momentum perubahan melalui hijrah ke jalan Allah. Hijrah sebenar-benar hijrah adalah bentuk penghambaan kita kepada Allah. Bukan keberanian menolak kekuasaan Allah dengan melegalkan apa yang telah Allah haramkan disetiap lini kehidupan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak