Oleh: Yanyan Supiyanti A.Md (Member Akademi Menulis Kreatif)
Dilansir Republika.co.id (09/09/2018), Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Purwakarta, menyatakan bahwa keikutsertaan petani dalam program asuransi ketenagakerjaan masih rendah. Sebab hingga saat ini belum ada data yang valid mengenai petani yang mendaftar di BPJS ketenagakerjaan.
Dikatakan oleh Kepala Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Purwakarta, Agus Rachlan Suherlan, asuransi bagi petani itu sangat penting. Tak hanya asuransi kesehatan, jaminan hari tua bagi mereka sangat penting. Untuk itu Dinas mendorong supaya 23.000 petani dan buruh tani se-Kabupaten Purwakarta supaya masuk dalam kepesertaan asuransi tenaga kerja.
"Dengan adanya perlindungan ini diharapkan masa tua petani maupun buruh tani bisa cerah. Sebab, istilahnya mereka akan punya pensiunan," ujar Agus, kepada Republika.co.id, ahad (09/09).
Setelah kisruh pengelolaan BPJS kesehatan, Pemerintah menggunakan BPJS ketenagakerjaan sebagai alat baru meraup harta rakyat dengan dalih jaminan kesejahteraan pekerja.
Dalam sistem yang bercokol saat ini, yakni sistem kapitalisme, yang memisahkan agama dari kehidupan (sekuler), rakyat harus menyejahterakan dirinya sendiri, benarlah slogan, dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat itu. Sementara negara memposisikan sebagai regulator dan fasilitator. Dengan demikian, kesejahteraan bukan lagi hak rakyat dari Penguasa, tapi merupakan kewajiban rakyat kepada Penguasanya.
Pembatasan fungsi Pemerintah sebatas regulator saja merupakan konsep yang bertentangan dengan Islam. Karena Allah Ta'ala telah memberikan wewenang dan tanggung jawab mulia ini dipundak Pemerintah (Khalifah), sebagaimana dituturkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, yang artinya: "Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya" (HR Al-Bukhari).
Artinya, apapun alasannya merupakan perbuatan batil yang dibenci Allah Ta'ala, manakala fungsi Pemerintah dikebiri sebatas regulator dan fasilitator, sementara fungsi dan tanggung jawab lainnya, seperti penyelenggaraan atau pelaksanaan diserahkan kepada korporasi.
Sementara itu, pelalaian sedikit saja peran penting ini berakibat pada berbagai bahaya dan kesengsaraan rakyat, sebagaimana yang kita saksikan saat ini.
Dalam Islam, negara wajib mengurus rakyatnya dengan maksimal, tidak boleh membebani rakyat dengan kewajiban yang memberatkan, apalagi merampas hak milik mereka dengan berbagai cara.
"Tidak beriman orang yang tidak bisa menjaga amanah yang dibebankan padanya. Dan tidak beragama orang yang tidak menepati janjinya" (HR Ahmad bin Hambal).
Selain itu, pembatasan peran Negara hanya sebagai regulator dan fasilitator telah melapangkan jalan bagi penjajahan Barat dan hilangnya kemandirian dan kedaulatan Negara. Sementara itu, penjajahan apapun bentuknya diharamkan Allah Ta'ala.
"Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan bagi orang kafir untuk menguasai orang mukmin" (TQS an-Nisa : 141).
Wallahu 'alam bi ash-shawab.[]