Oleh : Sartinah
Setiap muslim siapapun dia hakikatnya bahagia berada dalam jama'ah. Jama'ah yang akan mendekatkannya pada Allah dan mengajak pada banyak kebaikan, mengajak pada kema'rufan dan mencegah dari kemunkaran serta saling mengingatkan dalam ketaatan. Bersama dalam ketaatan bukankah jauh lebih indah dari taat namun sendiri dan menyendiri.
Berjama'ah dapat mendekatkan Ukhuwah Islam setiap muslim, dan menjauhkan sikap Apatis, Individualis, dan tak peka terhadap nasib saudaranya. Kepedulian terhadap sesama akan lebih terasa jika dilakukan secara berjamaah. Aqidah Islam juga akan menjadi sandarannya dalam beraktifitas.
Sebagai contoh, datangnya seseorang ke Masjid untuk shalat berjama'ah, menunjukkan kecintaannya pada perintah Allah dan Syariat Islam, itu luar biasa. Karena faktanya masih banyak kaki-kaki yang terbelenggu kemalasan, tak mampu melangkahkan kakinya meski hanya ke Masjid.
Namun ada yang lebih luar biasa, yaitu bergabungnya seseorang dalam Jama'ah Dakwah. Sebuah wadah yang menghilangkan sekat-sekat kesukuan, bahasa dan warna kulit, menjauhkan kesenjangan diantara sesama manusia serta memiliki visi dan misi yang sama yaitu menjaga Islam dan Syariahnya.
Ada hal yang patut disadari, bahwa tidak semua kebersamaan alias berjama'ah akan mengajak pada ketaatan. Ada aktifitas berjamaah yang menyesakkan dada, merobek nurani, dan mengiris-iris rasa keadilan. Ya, berjama'ah dalam kemunkaran alias korupsi berjama'ah.
Gurita korupsi semakin menggila, tak pandang waktu dan tempat, dari pusat sampai daerah. Semua berpotensi korupsi. Selama ada kesempatan, Allah pun tak dihiraukan. Seperti di lansir KOMPAS.com beberapa waktu lalu, sebanyak 41 dari 45 anggota DPRD kota malang, Jawa Timur, berstatus tersangka suap. Mereka ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap pembahasan APBD Pemkot malang Tahun Anggaran 2015.
Demokrasi dan korupsi bagai Ibu jari dan telunjuk, saling beriringan, tak bisa dilepaskan. Korupsi telah melekat erat sebagai konsekuensi mahalnya demokrasi. Sebagai sebuah sistem yang mahal, meniscayakan seseorang untuk terjerumus dalam aktifitas yang menghalalkan segala cara, salah satunya korupsi. Lebih mirisnya ketika korupsi dilakukan secara berjama'ah alias massal, walhasil hilanglah Idealisme seorang wakil rakyat yang seharusnya.
Islam mengindikasikan bahwa ketaatan kepada Allah sebagai hal prinsip. Setiap muslim wajib menyandarkan perbuatannya pada halal dan haram.
Korupsi tak mungkin di basmi kecuali dengan Islam, karena Islam memiliki seperangkat aturan yang memungkinkan seseorang takut untuk melakukan kejahatan. Keistimewaan diberlakukan hukum Islam adalah karena karakter hukum Islam sebagai Jawabir (Penebus siksa di Akhirat) dan Jawazir (Pencegah terjadinya tindak kriminal yang baru terulang kembali).
Dalam sebuah hadits dijelaskan "Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap (HR.Abu Dawud). Juga dalam hadist yang lain terkait hadiah kepada Pemerintah, Rasul berkata, "Hadiah yang diberikan kepada penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kufur (HR Imam Ahmad). Alhasil, orang akan berfikir seribu kali untuk melakukan kejahatan.
Akhirnya, hanya dengan Islamlah setiap problematika umat akan terselesaikan secara tuntas dan tanpa bekas. Namun semua itu mustahil terjadi bila tidak ada negara yang melaksanakannya, dimana fungsi negara sebagai Periayah Umat dalam segala urusan, baik dalam maupun luar negeri. Dengan menerapkan Syariah Islam secara kaffah dalam bingkai Daulah Khilafah niscaya keadilan dan kesejahteraan bukan sesuatu yang Utopis.
Wallahu a'lam