(sumber gambar: harianterbit)
Oleh: Dewi Yuanda Arga, S.Pd
Serbuan TKA ke Indonesia bukanlah
isapan jempol belaka, berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, per akhir
tahun lalu, jumlah TKA asal China hanya sekitar 34 ribu-an orang. Selain dari
Negeri Tirai Bambu, TKA juga banyak berasal dari Jepang, Amerika Serikat, dan
Korea Selatan. (CNN Indonesia, 23/4/2018)
Ini hanyalah jumlah TKA yang
tercatat, belum termasuk TKA ilegal yang bebas masuk tinggal dan menetap di
Indonesia, hal ini disebabkan adanya
kemudahan perizinan Tenaga Kerja Asing (TKA) melalui Peraturan Presiden Nomor
20 Tahun 2018 yang jelas memberi celah bagi pekerja asing ilegal di Indonesia.
(CNN Indonesia, 6/4/2018)
Kalimantan selatan juga tidak luput
dari serangan banjirnya TKA dengan banyaknya WNA masuk kalsel. Ada Puluhan pria
yang diduga Warga Negara Asing (WNA) Tionghoa terlihat memadati area kedatangan
Bandara Syamsuddin Noor Banjarbaru, Selasa (28/8) pagi. Mereka tiba ke Kalsel
melalui penerbangan pagi dari Jakarta. Dan berita ini dibenarkan oleh Kepala
Divisi Imigrasi Kementerian Hukum & HAM Kanwil Kalsel Dodi Karnida. (Radar
Banjarmasin, 29/8/2018)
Ternyata Pekerja Asal China Itu
Bekerja di Perusahaan Tambang Batu Bara di Banjar, ini berdasarkan pernyataan
Kepala Seksi Izin Tinggal Keimigrasian Arif menerangkan bahwa Kartu Izin
Tinggal Terbatas (KITAS) para TKA China itu akan dikeluarkan di Kanim
Banjarmasin.(banjarmasin.tribunnews.com/2018/08/31)
"Ada perwakilan dari perusahaan
batu bara yang berlokasi di Kabupaten Banjar dan termasuk wilayah kerja kami,
meminta formulir KITAS. Minggu depan mereka akan datang ke Kanim dan akan kami
proses," katanya kepada reporter banjarmasinpost.co.id, Jumat (31/8/2018).
Masuknya TKA ke Indonesia termasuk ke
daerah Banua Kalsel merupakan bagian dari meningkatnya investasi asing di
Indonesia. Terutama Cina. Maka, Cina pun mengirimkan sejumlah tenaga kerjanya
untuk bekerja di proyek-proyek dimana Cina sebagai investornya. Tentu saja ini
semakin menguatkan hegemoni Kapitalisme di Indonesia.
Selain itu berbanding terbalik dengan
Tenaga kerja warga negara sendiri yang terkesan diabaikan oleh negeri ini,
pemerintah khususnya, banjirnya TKA akan menambah jumlah pengangguran warga
negara indonesia, termasuk kalsel. Berdasarkan data yang dipublikasikan BPS
(Badan Pusat Statistik) Kalsel pada tahun 2017, Di Kalsel ada 2,96 juta orang
Kalsel yang berada pada usia kerja. Yang bekerja 1,98 juta orang, tapi hanya
65,5 persen yang merupakan pekerja penuh waktu.
Selebihnya pekerja paruh waktu alias
bekerja kurang dari 35 jam per pekan. Dalam bahasa statistik, mereka disebut
setengah pengangguran. Jumlahnya lebih besar dari yang benar-benar menganggur,
mencapai 150,9 ribu jiwa. (Radar Banjarmasin, 10/11/2017)
Gaji besar TKA juga seakan
menganaktirikan TKI, ada yg bahkan mencapai 40 juta perbulan(CNN Indonesia,
25/6/2018). Gaji pekerja asing yang jauh lebih besar daripada gaji pekerja
lokal meskipun bekerja untuk posisi yang sama. Bahkan, perbedaan gaji bisa
mencapai 3 kali lipat. kata Komisioner
Ombudsman Laode Ida dalam jumpa pers di Kantor Ombudsman, Jakarta, Kamis
(26/4/2018).(kompas.com/26/4/2018)
Padahal rata-rata gaji khusus kalsel
Berdasarkan Keputusan Gubernur Kalsel Nomor 188.44/0492/KUM/2017, maka
ditetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) Kalimantan Selatan tahun 2018 sebesar Rp
2.454.671. Miris bukan?
Jika yang menjadi alasan adalah
keterampilan TKA diatas dari TKI, maka pemerintah bisa memberikan pelatihan
terhadap TKI, namun sayangnya bukan tenaga profesional yg diimpor dari negeri
asing ini, "Fakta di lapangan menunjukkan lebih dari 90 persen yang datang
ke Indonesia berstatus buruh kasar," ujar Komisioner Ombudsman Laode Ida
ketika dihubungi, Jumat (kumparan, News, 27/4/2018). Misal, supir saja beasal
dari TKA seperti halnya di Morowali, bahkan sekitar 200 supir angkutan barang
adalah TKA (IDN TIMES, 27 April 2018). Ini pekerjaan yg pasti bisa dilakukan
oleh tenaga kerja kita sendiri kan, tak perlu jauh impor TKA.
Banjirnya TKA menambah persainagan
pencari kerja, lapangan pekerjaan semakin sempit. Terbayang sulitnya
mendapatkan pekerjaan saat ini.
Seharusnya ini menjadi perhatian besar pemerintah, bagaimana pemerintah
memenuhi kebutuhan warganya, termasuk lapangan pekerjaaan bukan malah menambah
pesaing pekerja yang notabenenya bukan wni.
Tingginya angka pengangguran juga
akan mengakibatkan masalah sosial lainnya yaitu tingkat krimnalitas akan
meningkat karena tuntutan ekonomi, bukankah ini masalah besar untuk masyarakat
banua?
Dibandingkan dengan ketatnya
persaingan kerja, WNA tentunya akan membawa budaya mereka ke banua, gaya hidup
seperti minuman keras, gaul bebas, bahkan juga misionarisme. Ini bukan hanya
permasalahan sosial belaka tapi juga sudah menyangkut perkara aqidah umat
banjar yang terkenal dg kereligiusannya.
Negara tidak boleh abai dalam masalah
ini, seharusnya pemerintah memprioritaskan warga negaranya dalam
ketenagakerjaan. Kemampuan TKI bisa bersaing dengan adanya dukungan dari
pemerintah, namun jika memang masih kurang keterampilannya maka negara bisa
mengontrak TKA yg komputen dengan skala waktu tertentu dan syarat yg ketat
sehingga tidak perlu mereka beramai-ramai datang ke banua mengais rezeki.
Selain karena kemudahan mendapatkan
visa, berbondong-bondongnya TKA masuk banua karena adanya penyerahan
pengelolaan sda ke perusahaan-perusahaan asing, dan perusahaan-perusahaan yang
bercokol subur di negeri inipun mentransfer TKA dari negara mereka sendiri. Ini
juga adalah permasalahan klasik dimana pemerintah tidak berdaya dengan
perusahaan asing, sehingga yang makmur bukanlah negara kita tapi negera asal
perusahaan tersebut.
Pengelolaan ekonomi dalam Islam tentu
sangat memperhatikan terpenuhinya kebutuhan seluruh warga negaranya. Salah satu
kemudahan untuk memenuhi hal tersebut dengan menjamin tersedianya lapangan
pekerjaan bagi warga negara untuk bekerja demi memperoleh harta. Termasuk dalam
mengeksplorasi SDA, tenaga kerja dari warga negara Islam akan lebih diutamakan.
Jika pun memerlukan tenaga ahli dari
luar negeri, maka akan ditetapkan dengan akad yang jelas terkait ijaroh. Juga
terkait dengan kebijakan luar negeri
dari negara Islam yang sangat menjaga kedaulatan negara. []