Oleh: Yanyan Supiyanti A.Md
Alkisah di sebuah negeri kaya akan sumber daya alamnya yang melimpah ruah. Salah satu pejabat negara mengeluarkan kebijakan impor, padahal ketersediaan barang yang diimpor tersebut sudah lebih dari cukup untuk kebutuhan di dalam negeri. Cuplikan cerita di atas barangkali bisa menjadi mirroring atas pertunjukan panggung demokrasi dengan sistem ekonomi kapitalisnya saat ini.
Dilansir oleh Tempo.co (20/09/2018), ekonom Rizal Ramli menuding kebijakan impor beras di Kementerian Perdagangan di tengah ketersediaan beras di dalam negeri adalah permainan kartel produk pangan yang selalu menempel di pemerintahan. Akibatnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun tidak berkutik menghadapi tekanan impor.
Impor beras pada saat ketersediaan cukup menunjukkan ketidakberpihakan penguasa pada rakyat kecil. Justru berpihak pada para pemilik modal. Karena penguasa mengadopsi sistem ekonomi kapitalis, dimana kebijakan yang dibuat lebih menguntungkan segelintir para kapital (pemilik modal).
Tugas negara adalah menjamin semua kebutuhan pokok bagi rakyatnya, termasuk pangan. Negara harus menjamin persediaan pangan ini, dalam kondisi apapun dan wajib dimaksimalkan.
Kebijakan impor beras, tidak menyejahterakan petani dan bertentangan dengan program nawacita yang digagas pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla terutama soal kedaulatan pangan.
Ketahanan pangan Indonesia masih lemah. Pangan adalah masalah strategis, di mana negara tidak boleh tergantung kepada negara lain. Ketergantungan pangan terhadap negara lain bisa mengakibatkan negara akan dengan mudah dijajah dan dikuasai.
Ketahanan sebuah negara tidak hanya diukur dari kekuatan militernya, tapi juga berbagai hal lainnya, salah satunya adalah ketahanan pangan.
Sebuah perang lambat atau cepat akan menggoyang ketahanan suatu negara. Namun untuk membuat sebuah negara tenggelam, tidak harus ada perang. Kalau semisal ketahanan pangan hancur, di negara itu pangan langka, muncul bencana kelaparan yang meluas dan berkepanjangan, maka negara itu bisa ditinggalkan penduduknya mengungsi, atau ada kematian massal, atau negara itu akhirnya terpaksa mengemis bantuan kepada negara lain dengan segenap konsekuensinya.
Oleh sebab itu, sebuah negara yang bercita-cita menjaga ketertiban dunia, atau bahkan menyebarkan rahmat ke seluruh semesta dengan dakwah dan jihad, wajib memiliki seluruh aspek ketahanan.
Berkaca pada kisah Nabi Yusuf AS membangun ketahanan pangan.
Setidaknya ada lima prinsip pokok tentang ketahanan pangan yang digagas dan diterapkan oleh Nabi Yusuf AS yang pernah dijalankan di masa yang panjang dari Kekhilafahan Islam yang tetap relevan hingga masa-masa mendatang.
Pertama, optimalisasi produksi, yaitu mengoptimalkan seluruh potensi lahan untuk melakukan usaha pertanian berkelanjutan yang dapat menghasilkan bahan pangan pokok. Di sinilah peran berbagai aplikasi sains dan teknologi, mulai dari mencari lahan yang optimal untuk benih tanaman tertentu, teknik irigasi, pemupukan, penanganan hama hingga pemanenan dan pengolahan pasca panen.
Kedua, adaptasi gaya hidup, agar masyarakat tidak berlebih-lebihan dalam konsumsi pangan.
Ketiga, manajemen logistik, masalah pangan beserta yang menyertainya (irigasi, pupuk, anti hama) sepenuhnya dikendalikan oleh pemerintah yaitu dengan memperbanyak cadangan saat produksi berlimpah dan mendistribusikannya secara selektif pada saat ketersediaan mulai berkurang. Di sini teknologi pasca panen menjadi penting.
Keempat, prediksi iklim, yaitu analisis kemungkinan terjadinya perubahan iklim dan cuaca ekstrim dengan mempelajari fenomena alam seperti curah hujan, kelembaban udara, penguapan air permukaan serta intensitas sinar matahari yang diterima bumi.
Kelima, mitigasi bencana kerawanan pangan, yaitu antisipasi terhadap kemungkinan kondisi rawan pangan yang disebabkan oleh perubahan drastis kondisi alam dan lingkungan. Mitigasi ini berikut tuntunan saling berbagi di masyarakat dalam kondisi sulit seperti itu.
Islam hadir tidak hanya sebagai agama ritual dan moral belaka. Islam juga merupakan sistem kehidupan yang mampu memecahkan seluruh problem kehidupan, termasuk dalam pengelolaan pangan.
Karena itu saatnya kita mencampakkan sistem selain Islam yang telah terbukti mendatangkan musibah demi musibah kepada kita. Sudah saatnya kita kembali pada syariah Islam yang berasal dari Allah Ta'ala. Hanya syariah-Nya yang bisa menjamin keberkahan hidup manusia. Syariah akan menjadi rahmat bagi mereka.
Lebih dari itu, penerapan syariah Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan adalah wujud ketakwaan yang hakiki kepada Allah Ta'ala.
Wallahu a'lam biashshawab.[]