Ada Apa dengan Negeriku...?

Oleh : Neng RSN


Berita duka kembali menyelimuti negeri ini, belum kering luka karena bencana gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat pada bulan Agustus yang lalu.  Kini berita duka tengah dialami oleh saudara kita didaerah Sulawesi Tengah, tepatnya di Donggala dan Palu. Sejak kemarin, baik media massa maupun media sosial ramai memberitakan tentang daerah Sulawesi Tengah yang diguncang bencana gempa bumi dan Tsunami. Menurut Kepala BMKG Dwi Korita Karmawati memastikan bahwa benar terjadi tsunami, menghantam kawasan pantai Talise, Kota Palu dengan ketinggian hingga 1,5 meter akibat gempa berkekuatan 7,7 pada skala Richter yang mengguncang Donggala, Sulawesi Tengah, terjadi pada pada Jumat (28/09) pukul 17:32. Namun kemudian setelah beberapa lama, air sudah surut (www.bbc.com, 28/09/18).  


Dan menurut BNPB Sutopo, penyebab terjadinya tsunami  yaitu usai gempa yang terjadi di Donggala dan Kota Palu, Sulawesi Tengah. Ada dua hal yang terindikasi kuat menjadi pemicu luapan air laut ke daratan. Sutopo menyampaikan, yang pertama adalah akibat adanya longsoran sedimen lumpur setelah gempa. Hal itu terjadi di dasar laut dengan kedalaman 200 hingga 300 meter. Yang kedua adalah akibat gempa lokal yang terjadi di bagian luar Teluk Palu. Hanya saja, gelombang tsunami yang dihasilkan tidak lebih besar dari longsoran sedimen (www.liputan6.com, 29/09/18).


Bencana demi bencana silih berganti menerpa negeri ini. Bukan mau menihilkan qodho atau sunatullah namun jika melulu melihat dari sisi sains saja maka kita tak akan sadar bahwasanya kita sedang diberi peringatan dengan bencana ini. Mungkin sebagian orang ada yang menolak pernyataan tersebut. Mereka menganggap bahwa bencana ini sama sekali tidak memiliki kaitan dengan perbuatan dan maksiat manusia. Kejadian ini tak ada bedanya dengan fenomena alam yang lain. 


Meskipun masih menjadi misteri dan bahan analisis hingga saat ini, berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat berbagai bencana alam besar di Indonesia kerap terjadi saat akhir pekan atau weekend. Seperti Tsunami Aceh, gempa Jogja, tunami Mentawai, erupsi Gunung Merapi, Jembatan Kukar ambrol, kapal tenggelam, paling banyak adalah kejadian-kejadian weekend dan tanggalnya di atas 25 (www.liputan6.com, 29/09/18). Kenapa?. Ini harus menjadi perhatian dan bahan renungan bagi kita. Ada apa dengan Negeriku?


Tidaklah Allah SWT menciptakan peristiwa atau kejadian yang sia-sia. Manusia dianjurkan untuk merenung dan mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa yang terjadi. Musibah ini bisa jadi merupakan hukuman dari Al-Jabbar (Maha Perkasa), disebabkan sikap manusia yang meninggalkan aturan-Nya. Selanjutnya Allah SWT perintahkan bumi untuk berguncang guna menakut-nakuti dan memohon ampun kepada-Nya.

 Allah SWT berfirman :

“ Tidaklah kami mengirim tanda-tanda kekuasaan itu (berupa musibah dan sejenisnya), selain dalam rangka menakut-nakuti mereka.” (QS. Al-Isra' : 59)



Ketika azab Allah SWT menimpa sekelompok masyarakat maka tidak mengenal orang baik dan orang bejat, orang dewasa dan anak-anak, laki-laki dan perempuan. Semuanya sama-sama mendapatkan hukuman. Bahkan termasuk makhluk yang tidak memiliki dosa dan kesalahan, semisal binatang sekalipun, mereka turut merasakannya.

Hal ini sebagaimana yang ditegaskan dalam hadis, dari Ummu Salamah radhiallahu ‘anha, bahwa beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda,

“Apabila perbuatan maksiat dilakukan secara terang-terangan pada umatku, maka Allah akan menimpakan adzab-Nya secara merata.” Aku bertanya, “Ya Rasulullah, bukankah di antara mereka saat itu ada orang-orang saleh? Beliau bersabda, “Benar.” Ummu Salamah kembali bertanya, “Lalu apa yang akan diterima oleh orang ini? Beliau menjawab, “Mereka mendapatkan adzab sebagaimana yang dirasakan masyarakat, kemudian mereka menuju ampunan Allah dan ridha-Nya.” (HR. Ahmad 6:304)



Sekarang, bukan hanya membantu korban bencana tapi sudah saatnya kita menyikapi penyebabnya. Salah satu yang dapat menyelamatkan semua dari segala keburukan, yaitu dengan menerapkan aturan-Nya secara kaffah. Dan yang dapat melakukannya adalah pemimpin. Penguasa atau pemimpin segera memegang kendali rakyat dan mengharuskan agar konsisten dengan al haq, menerapkan hukum Allah Azza wa Jalla di tengah-tengah mereka, memerintahkan kepada yang ma’ruf serta mencegah kemungkaran.

Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ أُولَٰئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh mengerjakan yang Ma’arif mencegah yang mungkar, mendirikan sholat, zakat dan mereka ta’at kepada Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. [QS. At Taubah:71].




Wallahu a’lam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak